Oct 31, 2012

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn) DI PERSEKOLAHAN

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn)
DI PERSEKOLAHAN
Oleh: Jajang Sulaeman, S.Pd.



1.    Pengertian PKn
Secara bahasa, istilah “Civic Education” oleh sebagian pakar diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi Pendidikan Kewargaan dan Pendidikan Kewarganegaraan. Istilah “Pendidikan Kewargaan” diwakili oleh Azra dan Tim ICCE (Indonesian Center for Civic Education) dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, sebagai pengembang Civic Education pertama di perguruan tinggi. Penggunaan istilah “Pendidikan Kewarganegaraan” diwakili oleh Winataputra dkk dari Tim CICED (Center Indonesian for Civic Education). (Tim ICCE, 2005:6)
Menurut Kerr (Winataputra dan Budimansyah, 2007:4), mengemukakan bahwa Citizenship
education or civics education didefinisikan sebagai berikut:
Citizenship or civics education is construed broadly to encompass the preparation of young people for their roles and responsibilities as citizens and, in particular, the role of education (trough schooling, teaching, and learning) in that preparatory process.

Dari definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan secara luas mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran dan tanggung jawabnya sebagai warga negara. Sedangkan secara khusus, peran pendidikan termasuk didalamnya persekolahan, pengajaran  dan  belajar,  dalam  proses  penyiapan  warga  negara  tersebut. 
Cogan (1999:4) mengartikan civic education sebagai “…the foundational course work in school designed to prepare young citizens for an active role in their communities in their adult lives”, maksudnya adalah suatu mata  pelajaran  dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warga negara muda agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakatnya.
Sementara itu, PKn di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen yang kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia  (NKRI). Hakikat Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kebangsaan modern. Negara kebangsaan modern adalah negara yang  pembentukannya didasarkan pada semangat kebangsaan yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun masa depan  bersama  dibawah  satu  negara  yang sama, walaupun warga masyarakat tersebut berbeda-beda agama, ras, etnik, atau golongannya. (Risalah sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia/PPKI).
Berkaitan dengan pengertian Pendidikan Kewarganegaraan ini Depdiknas (2006:49) memberikan penjelasan bahwa :
Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk  menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter yang  diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Sedangkan Somantri (2001:154) memberikan perumusan pengertian sebagai berikut :
Pkn merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar yang berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara agar dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.

Dari kedua pengertian di atas jelas bahwa PKN merupakan mata pelajaran yang memiliki focus pada pembinaan karakter warga negara dalam perspektif kenegaraan, dimana diharapkan melalui mata pelajaran ini dapat terbina sosok warga negara yang baik (good citizenship).
Namun demikian terdapat beberapa unsur yang terkait dengan pengembangan PKn ini, antara lain (Somantri, 2001:158):
a.    Hubungan pengetahuan intraseptif (intraceptive knowledge) dengan pengetahuan ekstraseptif (extraceptive knowledge) atau antara agama dan ilmu.
b.    Kebudayaan Indonesia dan tujuan pendidikan nasional.
c.    Disiplin ilmu pendidikan, terutama psikologi pendidikan.
d.   Disiplin  ilmu-ilmu  sosial,  khususnya  “ide  fundamental”  Ilmu Kewarganegaraan.
e.    Dokumen negara, khususnya Pancasila, UUD 1945 dan perundangan negara serta sejarah perjuangan bangsa.
f.     Kegiatan dasar manusia.
g.    Pengertian pendidikan IPS.
 
Ketujuh unsur inilah yang akan mempengaruhi pengembangan PKn. Karena pengembangan pendidikan kewarganegaraan akan mempengaruhi pengertian PKn sebagai salah satu tujuan pendidikan IPS.
Sehubungan dengan itu, PKn sebagai salah satu tujuan pendidikan IPS yang menekankan pada nilai-nilai untuk menumbuhkan warga negara yang baik, patriotik, maka batasan pengertian PKn dapat dirumuskan sebagai  berikut (Somantri, 2001:159); salah satu tujuan pendidikan IPS.
Pendidikan kewarganegaran adalah seleksi dan adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial, ilmu kewarganegaraan, humaniora, dan kegiatan dasar manusia, yang diorganisasikan dan disajikan secara psikologis dan ilmiah untuk ikut mencapai salah satu tujuan pendidikan IPS.

Untuk dapat lebih memahami pengertian dan hakikat PKn berikut ini akan dikemuakan  beberapa penjelasan mengenai PKn antara lain (Somantri, 2001:161) :
a.    PKn merupakan bagian atau salah satu tujuan pendidikan IPS, yaitu bahan pendidikannnya diorganisasikan secara terpadu (intergrated) dari berbagai disiplin ilmu sosial, humaniora, dokumen Negara,  terutama Pancasila, UUD 1945, GHBN, dan perundangan negara,  dengan tekanan bahan pendidikan pada hubungan warga negara dan  bahan pendidikan yang berkenaan dengan bela negara.
b.    PKn adaalah seleksi dan adaptasi dari berbagai disiplin ilmu sosial, humaniora, Pancasila, UUD 1945 dan dokumen negara lainnya yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan.
c.    PKn dikembangkan secara ilmiah dan psikologis baik untuk tingkat jurusan PMPKN FPIPS maupun dikembangkan untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah serta perguruan tinggi.
d.   Dalam mengembangkan dan melaksanakan PKn, kita harus berpikir secara integratif, yaitu kesatuan yang utuh dari hubungan antara hubungan pengetahuan intraseptif (agama, nilai-nilai) dengan pengetahuan ekstraseptif (ilmu), kebudayaan Indonesia, tujuan pendidikan nasional, Pancasila, UUD 1945, GBHN, filsafat pendidikan, psikologi  pendidikan,  pengembangan  kurikulum  disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, kemudian dibuat program  pendidikannya yang terdiri atas unsur: (i) tujuan pendidikan, (ii)  bahan pendidikan, (iii) metode pendidikan, (iv) evaluasi.
e.    PKn menitikberatkan pada kemampuan dan keterampilan berpikir aktif warga negara, terutama generasi muda, dalam  menginternalisasikan nilai-nilai  warga  negara  yang  baik  (good  citizen) dalam berbagai masalah kemasyarakatan (civic affairs).
f.     Dalam keputusan asing PKn sering disebut civic education, yang salah satu batasannya ialah “seluruh kegiatan sekolah, rumah, dan masyarakat yang dapat menumbuhkan demokrasi.

Dari penjelasan-penjelasan di atas mengisyaratkan bahwa mata pelajaran PKn senantiasa dikembangkan secara komprehensif melalui berbagai unsur pembelajaran yang dapat memperkuat pembinaan figur warga negara yang dapat diandalkan oleh negaranya.
Tidak terlepas dari pengertian PKn sebagaimana dijelaskan di atas, maka dalam konteks lebih formal kita bisa memahaminya melalui rumusan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN). Dalam konteks UUSPN, PKn merupakan salah satu program pendidikan atau mata pelajaran yang wajib dimuat dalam kurikulum di setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh pasal 37 ayat (1) dan (2) Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Sedangkan mengenai pengertian PKn itu sendiri dapat kita peroleh dalam Penjelasan Undang-Undang RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 39 ayat (2) dikemukakan bahwa “Pendidikan kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta pendidikan pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara”
Dengan demikian cukup jelas, bahwa dengan pola pengembangan yang komprehensif dan integral, maka pelajaran PKn senantiasa dapat membina sosok warga negara yang memiliki kesadaran nilai moral yang tinggi dalam konteks kenegaraan. Dari kesadaran nilai moral itulah akan melahirkan sikap perilaku warga negara yang mampu memahami dan menunjukkan sikap perilakunya yang baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2.    Landasan Hukum PKn
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu program pendidikan yang formal dan wajib dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar menengah dan tinggi. Hal ini berdasarkan beberapa landasan hukum sebagai berikut :
a.    Undang-Undang RI Nomor : 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), terutama pasal 37 yang menyatakan :
(1)     Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat :
a. pendidikan agama;
b. pendidikan kewarganegaraan;
c. bahasa;
d. matemtika
e. ilmu pengetahuan alam;
f. ilmu pengetahuan sosial;
g. seni dan budaya;
h. pendidikan jasmani dan olahraga;
i. keterampilan/kejuruan; dan
k. muatan lokal.
(2)     Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat :
a. pendidikan agama;
b. pendidikan kewarganegaraan; dan
c. bahasa
(3)     Ketentuan mengenai kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

b.    Peraturan Pemerintah RI Nomor : 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang di dalamnya diatur tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dimana Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran wajib dimuat dalam setiap kurikulum pendidikan dasar, menengah dan tinggi.
c.    Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor : 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi yang mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
d.   Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor : 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan yang merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan.


3.    Visi, Misi dan Tujuan PKn
Visi bahwa pendidikan kewarganegaraan bertujuan mewujudkan masyarakat demokratis merupakan reaksi atas kesalahan paradigma lama yang masih menggunakan istilah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). PPKn sangat mencolok dengan misi mewujudkan sikap toleransi, tenggang rasa, memelihara persatuan kesatuan, tidak memaksakan pendapat, menghargai, dan lain-lain yang dirasionalkan demi kepentingan stabilitas politik untuk mendukung pembangunan nasional.
Misi dari pendidikan kewarganegaraan dalam lingkup dunia pendidikan di sekolah dewasa ini dapat disimpulkan dari bagian pendahuluan pada naskah Standar Isi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Misi dari Pendidikan Kewarganegaraan dirangkum Winarno (2007:114-115) sebagai berikut:
Berdasarkan praktik pendidikan selama ini Pendidikan Kewarganegaraan    di Indonesia ternyata tidak hanya menggambarkan misi sebagai  pendidikan  demokrasi. Pendidikan kewarganegaraan mengembangkan misi, sebagai berikut:
1)   Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan kewarganegaraan dalam arti sesungguhnya yaitu civic education. Berdasarkan hal ini, Pendidikan Kewarganegaraan bertugas membina dan mengembangkan pengetahuan dan kemampuan peserta didik berkenaan dengan penerapan, tugas, hak, kewajiban dan tanggung jawab sebagai warga negara dalam berbagai aspek kehidupan bernegara. Misalnya pendidikan kewarganegaraan dimunculkan dalam  pelajaran civic (Kurikulum 1957/1962); Pendidikan Kemasyarakatan yang merupakan Integrasi Sejarah, Ilmu Bumi, dan Kewarganegaraan (Kurikulum 1964); Pendidikan Kewarganegaraan Negara, yang merupakan perpaduan Ilmu Bumi, Sejarah Indonesia, dan Civic (Kurikulum 1968/1969) dan PPKn (1994).
2)   Pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan nilai dan karakter. Dalam hal ini Pendidikan Kewarganegaraan bertugas membina dan mengembangkan nilai-nilai bangsa yang dianggap baik sehingga terbentuk warga negara yang berkarakter baik bagi bangsa bersangkutan. Contoh: Pendidikan kewarganegaraan dimuatkan dalam  pelajaran PMP (1975/1984), Pelajaran PPKn (kurikulum 1994). Di  perguruan tinggi diberikan mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Filsafat Pancasila.
3)   Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan bela negara. Pendidikan kesadaran bela negara sehingga dapat di andalkan untuk menjaga kelangsungan negara dari berbagai ancaman. Contoh, diberikan mata kuliah Kewiraan di Perguruan tinggi.
4)   Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan demokrasi (politik)  pendidikan kewarganegaraan mengembangkan tugas menyiapkan  peserta didik menjadi warga negara yang demokratis untuk  mendukung tegaknya demokrasi negara. Dengan pendidikan kewarganegaraan, akan ada sosialisasi, deseminasi, dan penyebarluasan nilai-nilai demokrasi pada masyarakat.

Menurut Branson (1999:7) tujuan civic education adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik tingkat lokal, negara bagian, dan nasional. Tujuan pendidikan  kewarganegaraan dalam Depdiknas (2006:49) adalah untuk memberikan  kompetensi sebagai berikut:
a.    Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
b.    Berpartisipasi  secara  cerdas  dan  tanggung  jawab,  serta  bertindak secara sadara dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c.    Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat  hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
d.   Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Tujuan PKn yang dikemukakan oleh Djahiri (1994/1995:10) adalah sebagai berikut :
a.    Secara umum. Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan Nasional, yaitu : “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki kemampuan pengetahuan dan eterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.
b.    Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa  dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang mendukung  kerakyatan  yang  mengutamakan  kepentingan  bersama  diatas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga perbedaan    pemikiran pendapat ataupun  kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan  keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia.
 
 Sedangkan menurut Sapriya (2001), tujuan pendidikan  kewaganegaraan adalah :
Partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara yang taat kepada nilai-nilai  dan  prinsip-prinsip  dasar demokrasi konstitusional Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh tanggung jawab memerlukan penguasaan seperangkat  ilmu pengetahuan dan keterampilan intelelektual serta keterampilan  untuk berperan serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu  pun ditingkatkan lebih lanjut melalui pengembangan disposisi atau  watak-watak tertentu yang meningkatkan kemampuan individu berperan  serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem politik  yang sehat serta perbaikan masyarakat.
  
Tujuan umum pembelajaran PKn ialah mendidik warga negara agar menjadi warga negara yang baik, yang dapat dilukiskan dengan “warga negara yang patriotik, toleran, setia terhadap bangsa dan negara, beragama, demokratis…, Pancasila sejati”  (Somantri, 2001:279).
Secara umum, tujuan Pendidikan Kewarganegaraan akan harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian tujuan Pendidikan Nasional sebagaimana ditetapkan dalam UU Nomor : 20 Tahun 2003 pasal 3 sebagai berikut :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Sedangkan secara khusus, Pendidikan Kewarganegaraan memiliki tujuan sebagai berikut : “Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”. (Penjelasan UU No, 20/2003 pasal 37 ayat 1).
Agar tujuan PKn tersebut tidak hanya bertahan sebagai slogan saja, maka harus dirinci menjadi tujuan kurikuler (Somantri, 1975:30), yang meliputi:
a.    Ilmu pengetahuan, meliputi hierarki: fakta, konsep dan generalisasi teori.
b.    Keterampilan intelektual:
1)   Dari keterampilan yang sederhana sampai keterampilan yang kompleks seperti mengingat, menafsirkan, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesiskan, dan menilai:
2)   Dari penelidikan sampai kesimpulan  yang sahih: (a) keterampilan bertanya dan mengetahui masalah: (b) keterampilan merumuskan hipotesis, (c) keterampilan mengumpulkan data, (d) keterampilan menguji hipotesis, (f) keterampilan merumuskan generalisasi, (g) keterampilan mengkomunikasikan kesimpulan.  
c.    Sikap: nilai, kepekaan dan perasaan. Tujuan PKn banyak mengandung soal-soal  afektif,  karena  itu  tujuan  PKn  yang  seperti  slogan  harus dapat dijabarkan.
d.   Keterampilan sosial: tujuan umum PKn harus bisa dijabarkan dalam keterampilan sosial yaitu keterampilan yang memberikan kemungkinan kepada siswa untuk secara terampil dapat melakukan dan  bersikap  cerdas  serta  bersahabat  dalam  pergaulan  kehidupan sehari-hari, Dufty (Numan Somantri, 1975:30). Mengkerangkakan tujuan PKn dalam tujuan yang sudah agak terperinci dimaksudkan agar  kita  memperoleh  bimbingan  dalam  merumuskan:  (a)  konsep dasar, generalisasi, konsep atau topik PKn: (b) tujuan intruksional, (c) konstruksi tes beserta penilaiannya.

Sedangkan Djahiri (1995:10) mengemukakan bahwa melalui PKn siswa diharapkan :
a.    Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila sebagai falsafah, dasar ideologi dan pandangan hidup negara RI.
b.    Melek konstitusi (UUD 1945) dan hukum yang berlaku dalam negara RI.
c.    Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam butir diatas.
d.   Mengamalkan dan membakukan hal-hal diatas sebagai sikap perilaku diri kehidupannya dengan penuh keyakinan dan nalar.

Tujuan-tujuan tersebut selanjutnya akan harus dioperasionalkan melalui kejelasan tujuan kurikuler dan harus nampak dalam sosok program dan pola pembelajarannya. Tujuan kurikuler tersebut selanjutnya harus dijabarkan ke dalam tujuan pembelajaran yang bersifat khusus dan operasional dengan memperhatikan standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator-indikatornya dalam silabus.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bagian integral dari sistem Pendidikan Nasional. Oleh karena itu secara umum fungsi perannya akan harus ajeg dan mendukung keberhasilan fungsi Pendidikan Nasional sebagaimana ditetapkan dalam pasal 3 UU Sisdikdas yang telah dikemukakan di atas, yakni bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Bila kita cermati tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan, maka akan tersirat bahwa Pendidikan Kewarganegaraan harus berfungsi sebagai pendidikan nilai, moral dan norma (afektif), sebagai pendidikan politik, dan sebagai pendidikan keilmuan.
Sebagai pendidikan afektif, PKn bertugas membina jatidiri dan kepribadian siswa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Djahiri (1993:4) mengemukakan :
Sebagai program pendidikan nilai, moral dan norma yang harus membina totalitas diri peserta didik yang memiliki pola piker, sikap dan kepribadian serta perilaku yang berasaskan nilai, moral dan norma Pancasila – UUD 194. Peserta didik dan keluaran sekolah benar-benar mampu melaksanakan Pancasila dengan penuh keyakinan dan nalar.

Sebagai program pendidikan politik, Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan mampu membina siswa menjadi warga negara yang            melek politik, sebagaimana dikemukakan oleh Djahiri (1993:4) sebagai berikut :
Sebagai program pendidikan politik yang tugas peran utamanya membina peserta didik menjadi warga negara yang melek politik, ialah warga negara yang :
a.    melek hukum dan UUD 1945 negara RI;
b.    melek pembangunan;
c.    melek dan perduli akan masalah.

Sedangkan sebagai program pendidikan keilmuan, PKn harus dapat berfungsi dalam membekali peserta didik dengan berbagai ilmu pengetahuan dan kemampuan belajar yang sangat diperlukan untuk studi lanjutan dan belajar sepanjang hayat. Djahiri (1993:5) mengemukakan :
Sebagai program pendidikan studi lanjutan yang hendaknya mampu membina perbekalan kemampuan dan keterampilan untuk studi lanjutan bagi mereka yang mampu serta untuk belajar sepanjang hayat bagi mereka yang tidak melanjutkan studi. Dalam fungsi peran ini jelaslah diharapkan agar Pendidikan Pancasila di samping memuat hal ihwal keilmuan dan pengetahuan hendaknya juga membina berbagai kemampuan/keterampilan belajar.

Berdasarkan uraian di atas cukup jelas bahwa PKn membawakan tiga fungsi dan misi program secara integral, yakni harus berfungsi sebagai program pendidikan afektif, pendidikan politik, dan program studi lanjutan.

4.    Ruang Lingkup PKn
Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menurut Winarno (2006: 29-30) terdapat dalam Standar Isi Pendidikan Kewarganegaraan Persekolahan yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
a.    Persatuan dan Kesatuan Bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan  negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan.
b.    Norma, Hukum dan Peraturan, meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga, tata tertib di satuan pendidikan nonformal penyelenggara pendidikan kesetaraan, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional.
c.    Hak Asasi Manusia, meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.
d.   Kebutuhan Warga Negara, meliputi: hidup gotong-royong, harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara.
e.    Konstitusi Negara, meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi.
f.     Kekuasan dan Politik, meliputi: pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem  politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi. 
g.    Pancasila, meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi  negara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, pengamalan  nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka.
h.    Globalisasi, meliputi: globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ruang lingkup pendidikan kewarganegaraan ini merupakan suatu pembahasan secara formil dan matrial  untuk mencapai sasaran berkaitan dengan warganegara yang baik, meliputi wawasan, sikap, dan prilaku warganegara dalam kesatuan bangsa dan negara.

5.    Karakteristik PKn
Sebagaiman lazimnya suatu bidang studi yang diajarkan disekolah, materi PKn menurut Branson (1999:4) harus mencakup tiga komponen, yaitu Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), Civic Skills (keterampilan  kewarganegaraan), dan Civic Disposition (watak-watak kewarganegaraan).  Komponen pertama, civic knowledge “berkaitan dengan kandungan atau nilai apa yang seharusnya diketahui oleh warga negara” (Branson, 1999:8). Aspek  ini menyangkut kemampuan akademik keilmuan yang dikembangkan dari berbagai teori atau konsep politik, hukum dan moral. Dengan demikian, mata pelajaran PKn merupakan bidang kajian multidisipliner. Secara lebih  terperinci, materi pengetahuan kewarganegaraan meliputi pengetahuan  tentang  hak dan tanggung jawab warga negara, hak asasi manusia, prinsip-prinsip dan  proses demokrasi, lembaga pemerintah dan non-pemerintah, identitas nasional,  pemerintahan berdasar hukum (rule of law) dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, serta nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat.
Kedua, Civic Skills meliputi keterampilan intelektual (intellectual  skills) dan keterampilan berpartisipasi (participatory skills) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Contoh keterampilan intelektual adalah  keterampilan dalam merespon berbagi persoalan  politik,  misalnya  merancang  dialog dengan DPRD. Contoh keterampilan berpartisipasi adalah  keterampilan  menggunakan hak dan kewajibannya di bidang hukum, misalnya segera  melapor kepada polisi atas terjadinya kejahatan yang diketahui.
Ketiga, Civic Disposition (watak-watak kewarganegaraan), komponen ini sesungguhnya merupakan dimensi yang paling substantif dan esensial dalam mata pelajaran  PKn.  Dimensi  watak  kewarganegaraan  dapat  dipandang  sebagai “muara” dari pengembangan kedua dimensi sebelumnya. Dengan memperhatikan visi, misi, dan tujuan mata pelajaran PKn, karakteristik mata pelajaran ini ditandai dengan  penekanan  pada  dimensi  watak,  karakter,  sikap  dan  potensi  lain  yang bersifat afektif.
  Berdasarkan  rumusan  Peraturan  Pemerintah  Nomor  19  Tahun  2005 tentang Standar Nasional Pendidikan antara lain menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, pada jenjang pendidikan menengah, terdiri atas lima kelompok mata pelajaran. PKn termasuk dalam kelompok mata pelajaran  Kewarganegaraan dan Kepribadian. Kelompok mata pelajaran ini  dimaksudkan  untuk peningkatan  kesadaran  dan  wawasan  peserta didik akan  status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,  dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia.
Didalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan wajib dimasukkan di dalam Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah. Dalam penjelasan pasal 37 Ayat (1) UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, menyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta  didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.

6.    Hakikat Pembelajaran PKn
Pembelajaran menurut pasal 1 UU No. 20 Tahun 2003 yaitu ” Proses interaksi  peserta  didik  dengan  pendidik  dan  sumber  belajar  pada  suatu lingkungan belajar.” Dalam hal ini, dinyatakah bahwa yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran adalah siswa (peserta didik), guru (peserta didik), sumber belajar, dan lingkungan belajar.
Memperkuat  pernyataan  diatas,  Kosasih  Djahiri  (2007:1) mengemukakan  bahwa,  “pembelajaran  secara  prosedural,  dilihat  dari komponen/instrumental inputs adalah proses interaksi/interradiasi antara kegiatan belajar siswa (KBS) dengan kegiatan mengajar guru (KMG) serta dengan  lingkungan  belajarnya  (learning  environments).”  Dari  pengertian tersebut  dapat  kita  ketahui    bahwa  yang  menjadi  pusat  perhatian pembelajaran tidak hanya menitikberatkan pada siswa, akan tetapi siswa, guru, dan lingkungan belajar (learning environments) harus menjadi pusat perhatian  dalam  pembelajaran.  Sehingga  akan  terbentuk  suatu  interaksi yang komunikatif antara guru dan siswa. Interaksi yang dimaksud di dalam suatu pembelajaran adalah “interaksi edukatif”. Interaksi edukatif menurut Surakhmad  (1980:7)  adalah  “interaksi  yang  berlangsung  dalam  ikatan tujuan pendidikan”.
Sebagai pembanding, pendapat Udin S. Winataputra (1997:14) yang mengemukakan  bahwa,  “Pembelajaran  merupakan  suatu  sistem lingkungan belajar  yang terdiri dari komponen atau unsur: tujuan, bahan pelajaran,  strategi,  alat,  siswa  dan  guru.”  Dari  pengertian  tersebut  kita dapat  mengetahui  bahwa  terdapat  enam  unsur  penting  dalam pembelajaran,  yaitu:  tujuan,  bahan  pelajaran,  strategi,  alat,    siswa,  dan guru.  “Semua  unsur  atau  komponen  tersebut  saling  berkaitan,  saling mempengaruhi;  dan  semuanya  berfungsi  dengan  berorientasi  kepada tujuan” (Winataputra, 1997:16).
Hal ini, senada dengan apa yang diutarakan oleh, Hamalik (2001:57) yang  memberikan  arti  Pembelajaran  sebagai  suatu  kombinasi  yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan  prosedur  yang  saling  mempengaruhi  untuk  mencapai  tujuan pembelajaran”.  Dari  kutipan  tersebut,  menyatakan  bahwa  yang mempengaruhi  pembelajaran  tidak  hanya  unsur  manusiawi  (siswa  dan guru),  akan  tetapi  hal-hal  lain  yang  berada  disekitar  pun  akan mempengaruhi (material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur). 
Agar  tujuan  pembelajaran  dapat  tercapai  dengan  baik,  maka pembelajaran  yang  dilaksanakan  haruslah  merupakan  pembelajaran  yang bermutu  dan  ideal.  Charles  B.  Myers  (Kosasih  Djahiri,  2007:  23-24) berpendapat bahwa:
Proses  pembelajaran  yang  ideal  adalah  proses  KBS  yang  active  – powerful (aktif dan berkekuatan) - demokratis dan humanistik serta menyenangkan.  Aktif  dan  powerful  karena  bahan  ajar,  kegiatan, media  dan  sumber  mampu  mengundang,  melibatkan  dan memberdayakan (empowering) seluruh potensi diri dan lingkungan belajarnya  serta  mampu  membina  siswa  menjadi  independent  and self-regulated learners.

7.    Perencanaan Pembelajaran PKn
Bila kita cermati dengan baik, keseluruhan proses pendidikan formal di sekolah pada intinya bertumpu pada proses pembelajaran. Oleh karena itu agar terbina proses pembelajaran yang terarah, terkendali dan optimal, maka sebelumnya perlu ada perencanaan pembelajaran.
Amatembun (1987:1) mengemukakan bahwa, “Yang dimaksud perencanaan adalah pemikiran yang mendahului tindakan, mencakup pengembangan dan pemilihan alternatif-alternatif tindakan yang diperlukan untuk mencapai suatu tujuan”. Dengan demikian, perencanaan pembelajaran akan terkait dengan pemilihan dan penentuan berbagai komponen pembelajaran yang dapat menjamin menciptakan proses dan hasil pembelajaran yang efektif dan efisien.
Sehubungan dengan ruang lingkup kegiatan perencanaan pembelajaran, Amatembun (1987:4) mengemukakan sebagai berikut :
1.    Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dan minat-minat murid.
2.    Merumuskan tujuan-tujuan performansi murid.
3.    Mengembangkan suatu unit pengajaran.
4.    Mengembangkan suatu rencana (satuan) pelajaran.
5.    Menyeleksi dan menggunakan berbagai material (alat-alat peraga) pelajaran guna mengefektifkan proses belajar mengajar.

Sedangkan Ali (1998:4-5) mengemukakan bahwa :
Perencanaan ini meliputi :
1.    Tujuan apa yang hendak dicapai, yaitu bentuk-bentuk tingkah laku apa yang diinginkan dapat dicapai atau dapat dimiliki oleh siswa setelah terjadinya proses belajar mengajar.
2.    Bahan pelajaran yang dapat mengantarkan siswa mencapai tujuan.
3.    Bagaimana proses belajar mengajar yang akan diciptakan oleh guru agar siswa mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
4.    Bagaimana menciptakan dan menggunakan alat untuk mengetahui atau mengukur apakah tujuan itu tercapai atau tidak.

Adapun terkait dengan perencanaan pembelajaran PKn, ada beberapa langkah perencanaan yang harus dilakukan oleh guru, sebagaimana dikemukakan oleh Djahiri (1990:17) sebagai berikut :
1.    Melakukan kaji telik kurikulum (content analysis).
2.    Membaca (arti luas) dunia the hidden curriculum.
3.    Menseleksi (selecting) semua temuan yang secara :
a.    keilmuan : benar, betul dan lengkap/utuh;
b.    kependidikan : layak/memadai;
c.    tujuan : memenuhi harapan the intended maupun harapan dan berguna manfaat bagi siswa dan kehidupannya kini maupun esok.
4.    Memobilisir dan mengorganisir semua temuan di atas menjadi suatu rancangan program pengajaran yang utuh dan layak (The Proper Instructional Materials).
5.    Menentukan pilihan didaktik – metodik (metode, media dan sumber serta pola evaluasi = MMSE) sub 4 melalui :
a.    kemahiran memilih alternatif MMSE yang tepat guna dan fungsional;
b.    mengantisipasi (meramalkan) proses belajar mengajar dan hasil KBM dan nilai lebih (gain score, added values) akibat pilihan MMSE tadi.

 Dari beberapa pendapat di atas kita telah mendapat gambaran langkah-langkah kegiatan yang harus dilakukan guru dalam rangka perencanaan pembelajaran. Bila kita implementasikan sesuai dengan kurikulum yang berlaku sekarang, sebagai berikut :
a.    Penyusunan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).
Penyusunan KTSP harus dilakukan oleh masing-masing satuan pendidikan. KTSP ini terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Silabus inilah yang merupakan rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), materi pokok pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu dan sumber/alat belajar. Silabus pada dasarnya merupakan penjabaran dari SK dan KD ke dalam materi pokok pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
Dalam pengembangan silabus ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan, yaitu : ilmiah, relevan, sistematis, konsisten, memadai, actual dan kontekstual, fleksibel, dan menyeluruh.
Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam suatu sekolah atau beberapa sekolah, kelompok MGMP atau PKG dan dinas pendidikan. Dalam pengembangan silabus ini ditempuh langkah-langkah sebagai sebikut :
1)   Mengkaji SK dan KD.
2)   Mengidentifikasi materi pokok pembelajaran.
3)   Mengembangkan kegiatan pembelajaran.
4)   Merumuskan indikator pencapaian kompetensi.
5)   Penentuan jenis penilaian.
6)   Penentuan alokasi waktu.
7)   Penentuan sumber dan alat pembeljaran.
b.    Membuat Program Tahunan dan Program Semester.
Setelah KTSP, khususnya silabus PKn tersusun, kemudian guru harus membuat Program Tahunan dan Program Semester yang disusun dengan memperhatikan silabus, kalender pendidikan dan program kegiatan sekolah, sehingga akan diperoleh gambaran tentang alokasi waktu pembelajaran dalam setiap semester secara global.
c.     Menentukan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
KKM adalah standar nilai minimal yang harus dicapai siswa untuk menentukan tingkat ketuntasan dan kenaikan kelas. KKM ini harus ditentukan oleh guru dengan mempertimbangkan kemampuan rata-rata peserta didik (intake siswa), tingkat kesukaran materi pembelajaran (kompleksitas) dan kemampuan sumber daya pendukung. Oleh karena itu KKM setiap mata pelajaran dan setiap sekolah senantiasa akan bervariasi.
d.   Menyusun persiapan pembelajaran
Persiapan pembelajaran pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dikenal dengan nama Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus. Lingkup Rencana Pembelajaran paling luas mencakup 1 (satu) kompetensi dasar yang terdiri atas 1 (satu) indikator atau beberapa indikator untuk 1 (satu) kali  pertemuan atau lebih.
Landasan perumusan RPP adalah PP No. 19 Tahun 2005 Pasal 20, yaitu : ”Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar”. Alur pembuatan RPP dapat penulis gambarkan sebagai    berikut :


 





Adapun format penyusunan RPP secara garis besar dapat penulis kemukanan sebagai berikut :

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Sekolah                               :  ___________________________________
Mata Pelajaran                    :  ___________________________________
Kelas / Semester                 :  ___________________________________
Pertemuan Ke                     :  ___________________________________


Standar Kompetensi :
____________________________________________________________

Kompetensi Dasar :
____________________________________________________________

Indikator :
____________________________________________________________

Alokasi Waktu :
____________________________________________________________

A.  Tujuan Pembelajaran
__________________________________________________________

B.  Materi Pembelajaran
__________________________________________________________

C.  Strategi Pembelajaran
1.    Pendekatan   :  ___________________________________________
2.    Strategi         :  ___________________________________________
3.    Metode         :  ___________________________________________

D.  Langkah-Langkah Pembelajaran
1.    Kegiatan Awal
2.    Kegiatan Inti
3.    Kegiatan Akhir

E.   Penilaian
__________________________________________________________




8.    Proses Pembelajaran PKn
Setelah langkah-langkah perencanaan dilakukan dengan sebaik-baiknya, maka guru dituntut mampu merealisasikannya dalam bentuk proses pembelajaran yang sesuai dengan perencanaannya. Dalam konteks inilah guru harus mampu tampil sebagai aktor dan kurikulum hidup.
Proses pembelajaran begitu sangat penting dan menentukan bagi kualitas pendidikan, karena itu proses pembelajaran dikatakan sebagai jantung dari proses pendidikan formal di sekolah. Kualitas proses pembelajaran akan sangat menentukan pencapaian hasil pembelajaran dan kualitas pendidikan pada umumnya.
Sehubungan dengan proses pembelajaran ini, Ali (1992:4) menjelaskan bahwa :
Proses belajar mengajar yang merupakan inti dari proses pendidikan formal di sekolah di dalamnya terjadi interaksi antara berbagai komponen pengajaran. Komponen-komponen itu dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama, yaitu :
1)   guru,
2)   isi atau materi pelajaran,
3)   siswa.
Interaksi antara ketiga komponen utama melibatkan sarana dan prasarana, seperti metode, media dan penataan lingkungan tempat belajar, sehingga tercipta situasi belajar mengajar yang memungkinkan tercapainya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya.”

Dalam proses pembelajaran itu guru bukan hanya bertugas sebagai pengajar, tetapi juga sekaligus sebagai pendidik. Oleh karena itu proses pembelajaran harus mampu dikembangkan menjadi proses edukatif. Adapun ciri-ciri dari proses edukatif sebagaimana dikemukakan oleh Sardiman A.M. (2006:13) sebagai berikut :
1.    Ada tujuan yang ingin dicapai.
2.    Ada bahan/pesan yang menjadi isi interaksi.
3.    Ada pelajar yang aktif mengalami.
4.    Ada guru yang melaksanakan.
5.    Ada metode untuk mencapai tujuan.
6.    Ada situasi yang memungkinkan proses belajar-mengajar berjalan dengan baik.
7.    Ada penilaian terhadap hasil interaksi.

Secara lebih khusus lagi, proses pembelajaran merupakan proses kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi, yakni antara guru/pendidik dengan peserta didik, dengan peserta didik sebagai subjek utamanya. Dengan demikian unsur-unsur lain berfungsi untuk meningkatkan kualitas interaksi kedua unsur manusiawi tersebut.
Edi Suardi dalam bukunya Pedagogik ,1980, telah merinci ciri-ciri proses pembelajaran yang penulis kutip dari Sardiman A.M. (2006:15-16) sebagai berikut :
1.    Interaksi belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membantu anak dalam suatu perkembangan tertentu.
2.    Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan, didisain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3.    Interaksi belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus.
4.    Ditandai dengan adanya aktivitas siswa, baik fisik maupun mental.
5.    Dalam interaksi belajar mengajar guru berperan sebagai membimbing.
6.    Di dalam interaksi belajar mengajar membutuhkan disiplin.
7.    Ada batas waktu untuk mencapai tujuan.

Kegiatan pembelajaran harus memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik serta peserta didik dengan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai oleh peserta didik.
Khusus berkaitan dengan proses pembelajaran PKn ada beberapa pendekatan yang harus dilaksanakan, sebagaimana dikemukakan oleh             Djahiri (1993:17-18) sebagai berikut :
(1)     Asas pendekatan multi metoda, media dan sumber; yang bermakna keharusan membina pelbagai variasi jenis metode dan media serta sumber yang mampu membina bahan ajar yang multi dimensi serta kemampuan belajar siswa yang beraneka ragam.
(2)     Asas siswa sentris; yang bermakna keadaan dan kemampuan belajar siswa serta lingkungan belajarnya akan harus menjadi perhitungan pilihan metoda, media maupun sumber pembelajaran.
(3)     Luwes dan eko-sistem; bermakna pilihan selalu dapat disesuaikan dengan keadaan kemampuan sekolah, lingkungan sekitar, sumber daya dan dana yang ada serta kemampuan guru itu sendiri.
(4)     Asas cara belajar siswa aktif dan kelompok belajar koperatif (CBSA dan Kejarkop); yang bermakna bahwa proses kegiatan belajar siswa harus menjadi tumpuan utama (bukan pada proses mengajarnya) dan yang dibelajarkan adalah potensi belajar (domain – taksonomik) kadar tinggi.
(5)     Asas mengajar reaktif dan interaktif; yakni kegiatan guru mengiringi kegiatan CBSA dan Kejarkop di atas.

Kekhasan lain dari proses pembelajaran PKn yakni senantiasa ada proses pembakuan dan pengamalan. Kegiatan ini merupakan rekayasa guru dalam memberikan pelatihan kepada peserta didik untuk mengamalkan dan memantapkan proses maupun hasil pembelajaran. Proses pembakuan dan pengamalan ini dapat dilakukan berkaitan dengan beberapa hal, sebagaimana dikemukakan oleh Djahiri (1993:18) antara lain :
(1)     Kegiatan kehidupan diri dan keluarganya.
(2)     Kegiatan kelas dan sekolahnya.
(3)     Kelompok pergaulan dan masyarakat sekitarnya.
(4)     Pelbagai aspek kehidupan (Pancagatra) yang dilakoni dalam keluarga, kelas, sekolah maupun lingkungannya.

Kegiataan tersebut sudah barang tentu harus direncanakan dengan baik, agar terarah, terpantau dan terkendali. Penerapannya bisa secara random, insidental atau pun terprogram. Melalui kegiatan tersebut akan terdapat “sharing” dan penularan antara proses dan hasil pembelajaran di sekolah dengan lingkungan luar sekolah dalam makna positif untuk tujuan pendidikan.



6 comments: