PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn)
DI PERSEKOLAHAN
Oleh: Jajang Sulaeman, S.Pd.
1. Pengertian PKn
Secara
bahasa, istilah “Civic Education” oleh sebagian pakar diterjemahkan
kedalam bahasa Indonesia menjadi Pendidikan Kewargaan dan Pendidikan
Kewarganegaraan. Istilah “Pendidikan Kewargaan” diwakili oleh Azra dan Tim ICCE
(Indonesian Center for Civic Education) dari Universitas Islam Negeri (UIN)
Jakarta, sebagai pengembang Civic Education pertama di perguruan tinggi.
Penggunaan istilah “Pendidikan Kewarganegaraan” diwakili oleh Winataputra dkk
dari Tim CICED (Center Indonesian for Civic Education). (Tim ICCE,
2005:6)
Menurut
Kerr (Winataputra dan Budimansyah, 2007:4), mengemukakan bahwa Citizenship
education or civics education didefinisikan sebagai berikut:
education or civics education didefinisikan sebagai berikut:
Citizenship or
civics education is construed broadly to encompass the preparation of young
people for their roles and responsibilities as citizens and, in particular, the
role of education (trough schooling, teaching, and learning) in that
preparatory process.
Dari
definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan secara luas
mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran dan tanggung
jawabnya sebagai warga negara. Sedangkan secara khusus, peran pendidikan
termasuk didalamnya persekolahan, pengajaran
dan belajar, dalam
proses penyiapan warga
negara tersebut.
Cogan
(1999:4) mengartikan civic education sebagai “…the foundational
course work in school designed to prepare young citizens for an active role in
their communities in their adult lives”, maksudnya adalah suatu mata pelajaran
dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warga negara muda agar
kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakatnya.
Sementara
itu, PKn di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi
warga negara yang memiliki komitmen yang kuat dan konsisten untuk
mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hakikat Negara Kesatuan Republik
Indonesia adalah negara kebangsaan modern. Negara kebangsaan modern adalah
negara yang pembentukannya didasarkan
pada semangat kebangsaan yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun masa
depan bersama dibawah
satu negara yang sama, walaupun warga masyarakat tersebut
berbeda-beda agama, ras, etnik, atau golongannya. (Risalah sidang Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/BPUPKI) dan Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia/PPKI).
Berkaitan
dengan pengertian Pendidikan Kewarganegaraan ini Depdiknas (2006:49) memberikan
penjelasan bahwa :
Pendidikan
Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga
negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas,
terampil, berkarakter yang diamanatkan
oleh Pancasila dan UUD 1945.
Sedangkan
Somantri (2001:154) memberikan perumusan pengertian sebagai berikut :
Pkn merupakan
usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar yang
berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta pendidikan
pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara agar dapat diandalkan oleh bangsa
dan negara.
Dari
kedua pengertian di atas jelas bahwa PKN merupakan mata pelajaran yang memiliki
focus pada pembinaan karakter warga negara dalam perspektif kenegaraan, dimana
diharapkan melalui mata pelajaran ini dapat terbina sosok warga negara yang
baik (good citizenship).
Namun
demikian terdapat beberapa unsur yang terkait dengan pengembangan PKn ini,
antara lain (Somantri, 2001:158):
a.
Hubungan
pengetahuan intraseptif (intraceptive knowledge) dengan pengetahuan
ekstraseptif (extraceptive knowledge) atau antara agama dan ilmu.
b.
Kebudayaan
Indonesia dan tujuan pendidikan nasional.
c.
Disiplin ilmu
pendidikan, terutama psikologi pendidikan.
d.
Disiplin ilmu-ilmu
sosial, khususnya “ide
fundamental” Ilmu
Kewarganegaraan.
e.
Dokumen negara,
khususnya Pancasila, UUD 1945 dan perundangan negara serta sejarah perjuangan
bangsa.
f.
Kegiatan dasar
manusia.
g.
Pengertian
pendidikan IPS.
Ketujuh
unsur inilah yang akan mempengaruhi pengembangan PKn. Karena pengembangan
pendidikan kewarganegaraan akan mempengaruhi pengertian PKn sebagai salah satu
tujuan pendidikan IPS.
Sehubungan
dengan itu, PKn sebagai salah satu tujuan pendidikan IPS yang menekankan pada
nilai-nilai untuk menumbuhkan warga negara yang baik, patriotik, maka batasan
pengertian PKn dapat dirumuskan sebagai
berikut (Somantri, 2001:159); salah satu tujuan pendidikan IPS.
Pendidikan
kewarganegaran adalah seleksi dan adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial, ilmu
kewarganegaraan, humaniora, dan kegiatan dasar manusia, yang diorganisasikan
dan disajikan secara psikologis dan ilmiah untuk ikut mencapai salah satu
tujuan pendidikan IPS.
Untuk
dapat lebih memahami pengertian dan hakikat PKn berikut ini akan dikemuakan beberapa penjelasan mengenai PKn antara lain
(Somantri, 2001:161) :
a.
PKn merupakan
bagian atau salah satu tujuan pendidikan IPS, yaitu bahan pendidikannnya
diorganisasikan secara terpadu (intergrated) dari berbagai disiplin ilmu
sosial, humaniora, dokumen Negara,
terutama Pancasila, UUD 1945, GHBN, dan perundangan negara, dengan tekanan bahan pendidikan pada hubungan
warga negara dan bahan pendidikan yang
berkenaan dengan bela negara.
b.
PKn adaalah
seleksi dan adaptasi dari berbagai disiplin ilmu sosial, humaniora, Pancasila,
UUD 1945 dan dokumen negara lainnya yang diorganisasikan dan disajikan secara
ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan.
c.
PKn
dikembangkan secara ilmiah dan psikologis baik untuk tingkat jurusan PMPKN
FPIPS maupun dikembangkan untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah serta
perguruan tinggi.
d.
Dalam
mengembangkan dan melaksanakan PKn, kita harus berpikir secara integratif,
yaitu kesatuan yang utuh dari hubungan antara hubungan pengetahuan intraseptif
(agama, nilai-nilai) dengan pengetahuan ekstraseptif (ilmu), kebudayaan
Indonesia, tujuan pendidikan nasional, Pancasila, UUD 1945, GBHN, filsafat
pendidikan, psikologi pendidikan, pengembangan
kurikulum disiplin ilmu-ilmu
sosial dan humaniora, kemudian dibuat program
pendidikannya yang terdiri atas unsur: (i) tujuan pendidikan, (ii) bahan pendidikan, (iii) metode pendidikan,
(iv) evaluasi.
e.
PKn
menitikberatkan pada kemampuan dan keterampilan berpikir aktif warga negara,
terutama generasi muda, dalam
menginternalisasikan nilai-nilai
warga negara yang
baik (good citizen) dalam berbagai masalah
kemasyarakatan (civic affairs).
f.
Dalam keputusan
asing PKn sering disebut civic education, yang salah satu batasannya
ialah “seluruh kegiatan sekolah, rumah, dan masyarakat yang dapat menumbuhkan
demokrasi.
Dari
penjelasan-penjelasan di atas mengisyaratkan bahwa mata pelajaran PKn
senantiasa dikembangkan secara komprehensif melalui berbagai unsur pembelajaran
yang dapat memperkuat pembinaan figur warga negara yang dapat diandalkan oleh
negaranya.
Tidak
terlepas dari pengertian PKn sebagaimana dijelaskan di atas, maka dalam konteks
lebih formal kita bisa memahaminya melalui rumusan dalam Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional (UUSPN). Dalam konteks UUSPN, PKn merupakan salah satu
program pendidikan atau mata pelajaran yang wajib dimuat dalam kurikulum di
setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh
pasal 37 ayat (1) dan (2) Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Sedangkan
mengenai pengertian PKn itu sendiri dapat kita peroleh dalam Penjelasan
Undang-Undang RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 39
ayat (2) dikemukakan bahwa “Pendidikan kewarganegaraan merupakan usaha untuk
membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan
hubungan antara warga negara dengan negara serta pendidikan pendidikan
pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh
bangsa dan negara”
Dengan
demikian cukup jelas, bahwa dengan pola pengembangan yang komprehensif dan
integral, maka pelajaran PKn senantiasa dapat membina sosok warga negara yang
memiliki kesadaran nilai moral yang tinggi dalam konteks kenegaraan. Dari
kesadaran nilai moral itulah akan melahirkan sikap perilaku warga negara yang
mampu memahami dan menunjukkan sikap perilakunya yang baik dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Landasan Hukum PKn
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu program pendidikan
yang formal dan wajib dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar menengah dan
tinggi. Hal ini berdasarkan beberapa landasan hukum sebagai berikut :
a.
Undang-Undang
RI Nomor : 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas),
terutama pasal 37 yang menyatakan :
(1)
Kurikulum
pendidikan dasar dan menengah wajib memuat :
a.
pendidikan agama;
b.
pendidikan kewarganegaraan;
c.
bahasa;
d.
matemtika
e.
ilmu pengetahuan alam;
f.
ilmu pengetahuan sosial;
g.
seni dan budaya;
h.
pendidikan jasmani dan olahraga;
i.
keterampilan/kejuruan; dan
k.
muatan lokal.
(2)
Kurikulum
pendidikan tinggi wajib memuat :
a. pendidikan
agama;
b. pendidikan
kewarganegaraan; dan
c. bahasa
(3)
Ketentuan
mengenai kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
b.
Peraturan
Pemerintah RI Nomor : 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang di
dalamnya diatur tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dimana
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran wajib dimuat
dalam setiap kurikulum pendidikan dasar, menengah dan tinggi.
c.
Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor : 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi yang
mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi
lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
d.
Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor : 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
Lulusan yang merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan dan keterampilan.
3. Visi, Misi
dan Tujuan PKn
Visi bahwa
pendidikan kewarganegaraan bertujuan mewujudkan masyarakat demokratis merupakan
reaksi atas kesalahan paradigma lama yang masih menggunakan istilah Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). PPKn sangat mencolok dengan misi
mewujudkan sikap toleransi, tenggang rasa, memelihara persatuan kesatuan, tidak
memaksakan pendapat, menghargai, dan lain-lain yang dirasionalkan demi
kepentingan stabilitas politik untuk mendukung pembangunan nasional.
Misi dari
pendidikan kewarganegaraan dalam lingkup dunia pendidikan di sekolah dewasa ini
dapat disimpulkan dari bagian pendahuluan pada naskah Standar Isi mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Misi dari Pendidikan Kewarganegaraan
dirangkum Winarno (2007:114-115) sebagai berikut:
Berdasarkan praktik pendidikan selama ini
Pendidikan Kewarganegaraan di
Indonesia ternyata tidak hanya menggambarkan misi sebagai pendidikan
demokrasi. Pendidikan kewarganegaraan mengembangkan misi, sebagai
berikut:
1)
Pendidikan Kewarganegaraan
sebagai pendidikan kewarganegaraan dalam arti sesungguhnya yaitu civic
education. Berdasarkan hal ini, Pendidikan Kewarganegaraan bertugas membina
dan mengembangkan pengetahuan dan kemampuan peserta didik berkenaan dengan
penerapan, tugas, hak, kewajiban dan tanggung jawab sebagai warga negara dalam
berbagai aspek kehidupan bernegara. Misalnya pendidikan kewarganegaraan
dimunculkan dalam pelajaran civic
(Kurikulum 1957/1962); Pendidikan Kemasyarakatan yang merupakan Integrasi
Sejarah, Ilmu Bumi, dan Kewarganegaraan (Kurikulum 1964); Pendidikan
Kewarganegaraan Negara, yang merupakan perpaduan Ilmu Bumi, Sejarah Indonesia,
dan Civic (Kurikulum 1968/1969) dan PPKn (1994).
2)
Pendidikan kewarganegaraan
sebagai pendidikan nilai dan karakter. Dalam hal ini Pendidikan Kewarganegaraan
bertugas membina dan mengembangkan nilai-nilai bangsa yang dianggap baik
sehingga terbentuk warga negara yang berkarakter baik bagi bangsa bersangkutan.
Contoh: Pendidikan kewarganegaraan dimuatkan dalam pelajaran PMP (1975/1984), Pelajaran PPKn
(kurikulum 1994). Di perguruan tinggi
diberikan mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Filsafat Pancasila.
3)
Pendidikan Kewarganegaraan
sebagai pendidikan bela negara. Pendidikan kesadaran bela negara sehingga dapat
di andalkan untuk menjaga kelangsungan negara dari berbagai ancaman. Contoh,
diberikan mata kuliah Kewiraan di Perguruan tinggi.
4)
Pendidikan Kewarganegaraan
sebagai pendidikan demokrasi (politik)
pendidikan kewarganegaraan mengembangkan tugas menyiapkan peserta didik menjadi warga negara yang
demokratis untuk mendukung tegaknya
demokrasi negara. Dengan pendidikan kewarganegaraan, akan ada sosialisasi,
deseminasi, dan penyebarluasan nilai-nilai demokrasi pada masyarakat.
Menurut Branson
(1999:7) tujuan civic education adalah partisipasi yang bermutu dan
bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik tingkat lokal,
negara bagian, dan nasional. Tujuan pendidikan
kewarganegaraan dalam Depdiknas (2006:49) adalah untuk memberikan kompetensi sebagai berikut:
a.
Berpikir
kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
b.
Berpartisipasi secara
cerdas dan tanggung
jawab, serta bertindak secara sadara dalam kegiatan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c.
Berkembang
secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
d.
Berinteraksi
dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Tujuan
PKn yang dikemukakan oleh Djahiri (1994/1995:10) adalah sebagai berikut :
a.
Secara umum.
Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan
Nasional, yaitu : “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki kemampuan pengetahuan dan
eterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta
rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.
b.
Secara khusus.
Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan
taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam
masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang
mendukung kerakyatan yang
mengutamakan kepentingan bersama
diatas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah
mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia.
Sedangkan menurut Sapriya (2001), tujuan
pendidikan kewaganegaraan adalah :
Partisipasi
yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara
yang taat kepada nilai-nilai dan
prinsip-prinsip dasar demokrasi
konstitusional Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh
tanggung jawab memerlukan penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan
intelelektual serta keterampilan untuk
berperan serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui
pengembangan disposisi atau watak-watak
tertentu yang meningkatkan kemampuan individu berperan serta dalam proses politik dan mendukung
berfungsinya sistem politik yang sehat
serta perbaikan masyarakat.
Tujuan
umum pembelajaran PKn ialah mendidik warga negara agar menjadi warga negara
yang baik, yang dapat dilukiskan dengan “warga negara yang
patriotik, toleran, setia terhadap bangsa dan negara, beragama, demokratis…,
Pancasila sejati” (Somantri, 2001:279).
Secara
umum, tujuan Pendidikan Kewarganegaraan akan harus ajeg dan mendukung
keberhasilan pencapaian tujuan Pendidikan Nasional sebagaimana ditetapkan dalam
UU Nomor : 20 Tahun 2003 pasal 3 sebagai berikut :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Sedangkan secara khusus, Pendidikan
Kewarganegaraan memiliki tujuan sebagai berikut : “Pendidikan Kewarganegaraan
dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air”. (Penjelasan UU No, 20/2003 pasal 37 ayat 1).
Agar
tujuan PKn tersebut tidak hanya bertahan sebagai slogan saja, maka harus
dirinci menjadi tujuan kurikuler (Somantri, 1975:30), yang meliputi:
a.
Ilmu
pengetahuan, meliputi hierarki: fakta, konsep dan generalisasi teori.
b.
Keterampilan
intelektual:
1)
Dari
keterampilan yang sederhana sampai keterampilan yang kompleks seperti
mengingat, menafsirkan, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesiskan, dan
menilai:
2)
Dari penelidikan
sampai kesimpulan yang sahih: (a)
keterampilan bertanya dan mengetahui masalah: (b) keterampilan merumuskan
hipotesis, (c) keterampilan mengumpulkan data, (d) keterampilan menguji
hipotesis, (f) keterampilan merumuskan generalisasi, (g) keterampilan
mengkomunikasikan kesimpulan.
c.
Sikap: nilai, kepekaan dan perasaan. Tujuan PKn banyak mengandung
soal-soal afektif, karena
itu tujuan PKn
yang seperti slogan
harus dapat dijabarkan.
d.
Keterampilan
sosial: tujuan umum PKn harus bisa dijabarkan dalam keterampilan sosial yaitu
keterampilan yang memberikan kemungkinan kepada siswa untuk secara terampil
dapat melakukan dan bersikap cerdas
serta bersahabat dalam
pergaulan kehidupan sehari-hari,
Dufty (Numan Somantri, 1975:30). Mengkerangkakan tujuan PKn dalam tujuan yang
sudah agak terperinci dimaksudkan agar
kita memperoleh bimbingan
dalam merumuskan: (a)
konsep dasar, generalisasi, konsep atau topik PKn: (b) tujuan
intruksional, (c) konstruksi tes beserta penilaiannya.
Sedangkan
Djahiri (1995:10) mengemukakan bahwa melalui PKn siswa diharapkan :
a.
Memahami dan
menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila sebagai falsafah, dasar
ideologi dan pandangan hidup negara RI.
b.
Melek
konstitusi (UUD 1945) dan hukum yang berlaku dalam negara RI.
c.
Menghayati
dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam butir diatas.
d.
Mengamalkan
dan membakukan hal-hal diatas sebagai sikap perilaku diri kehidupannya dengan
penuh keyakinan dan nalar.
Tujuan-tujuan
tersebut selanjutnya akan harus dioperasionalkan melalui kejelasan tujuan
kurikuler dan harus nampak dalam sosok program dan pola pembelajarannya. Tujuan
kurikuler tersebut selanjutnya harus dijabarkan ke dalam tujuan pembelajaran
yang bersifat khusus dan operasional dengan memperhatikan standar kompetensi,
kompetensi dasar dan indikator-indikatornya dalam silabus.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bagian integral dari sistem
Pendidikan Nasional. Oleh karena itu secara umum fungsi perannya akan harus
ajeg dan mendukung keberhasilan fungsi Pendidikan Nasional sebagaimana
ditetapkan dalam pasal 3 UU Sisdikdas yang telah dikemukakan di atas, yakni
bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Bila kita cermati tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan, maka akan
tersirat bahwa Pendidikan Kewarganegaraan harus berfungsi sebagai pendidikan nilai, moral dan norma (afektif), sebagai
pendidikan politik, dan sebagai pendidikan keilmuan.
Sebagai pendidikan afektif, PKn bertugas membina jatidiri
dan kepribadian siswa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Djahiri (1993:4)
mengemukakan :
Sebagai
program pendidikan nilai, moral dan norma yang harus membina totalitas diri
peserta didik yang memiliki pola piker, sikap dan kepribadian serta perilaku
yang berasaskan nilai, moral dan norma Pancasila – UUD 194. Peserta didik dan
keluaran sekolah benar-benar mampu melaksanakan Pancasila dengan penuh
keyakinan dan nalar.
Sebagai program pendidikan politik, Pendidikan Kewarganegaraan
diharapkan mampu membina siswa menjadi warga negara yang melek
politik, sebagaimana dikemukakan oleh Djahiri (1993:4)
sebagai berikut :
Sebagai program
pendidikan politik yang tugas peran utamanya membina peserta didik menjadi
warga negara yang melek politik, ialah warga negara yang :
a.
melek hukum dan
UUD 1945 negara RI;
b.
melek
pembangunan;
c.
melek dan
perduli akan masalah.
Sedangkan sebagai program pendidikan keilmuan, PKn harus dapat
berfungsi dalam membekali peserta didik dengan berbagai ilmu pengetahuan dan
kemampuan belajar yang sangat diperlukan untuk studi lanjutan dan belajar
sepanjang hayat. Djahiri (1993:5)
mengemukakan :
Sebagai program
pendidikan studi lanjutan yang hendaknya mampu membina perbekalan kemampuan dan
keterampilan untuk studi lanjutan bagi mereka yang mampu serta untuk belajar
sepanjang hayat bagi mereka yang tidak melanjutkan studi. Dalam fungsi peran
ini jelaslah diharapkan agar Pendidikan Pancasila di samping memuat hal ihwal
keilmuan dan pengetahuan hendaknya juga membina berbagai kemampuan/keterampilan
belajar.
Berdasarkan
uraian di atas cukup jelas bahwa PKn membawakan tiga fungsi dan misi program
secara integral, yakni harus berfungsi sebagai program pendidikan afektif,
pendidikan politik, dan program studi lanjutan.
4. Ruang Lingkup PKn
Ruang
lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menurut Winarno (2006: 29-30)
terdapat dalam Standar Isi Pendidikan Kewarganegaraan Persekolahan yang
meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
a.
Persatuan dan
Kesatuan Bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan,
kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan
negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia,
keterbukaan dan jaminan keadilan.
b.
Norma, Hukum
dan Peraturan, meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga, tata tertib di satuan
pendidikan nonformal penyelenggara pendidikan kesetaraan, norma yang berlaku di
masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan
internasional.
c.
Hak Asasi
Manusia, meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota
masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan, penghormatan
dan perlindungan HAM.
d.
Kebutuhan Warga
Negara, meliputi: hidup gotong-royong, harga diri sebagai warga masyarakat,
kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai
keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara.
e.
Konstitusi
Negara, meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama,
konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar negara
dengan konstitusi.
f.
Kekuasan dan
Politik, meliputi: pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan
otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi
menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat
demokrasi.
g.
Pancasila,
meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses perumusan Pancasila sebagai
dasar negara, pengamalan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka.
h.
Globalisasi,
meliputi: globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri Indonesia di era
globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi
internasional, dan mengevaluasi.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa ruang lingkup pendidikan kewarganegaraan ini
merupakan suatu pembahasan secara formil dan matrial untuk mencapai sasaran berkaitan dengan
warganegara yang baik, meliputi wawasan, sikap, dan prilaku warganegara dalam
kesatuan bangsa dan negara.
5. Karakteristik PKn
Sebagaiman
lazimnya suatu bidang studi yang diajarkan disekolah, materi PKn menurut
Branson (1999:4) harus mencakup tiga komponen, yaitu Civic Knowledge
(pengetahuan kewarganegaraan), Civic Skills (keterampilan kewarganegaraan), dan Civic Disposition
(watak-watak kewarganegaraan).
Komponen pertama, civic knowledge “berkaitan dengan kandungan
atau nilai apa yang seharusnya diketahui oleh warga negara” (Branson, 1999:8).
Aspek ini menyangkut kemampuan akademik
keilmuan yang dikembangkan dari berbagai teori atau konsep politik, hukum dan
moral. Dengan demikian, mata pelajaran PKn merupakan bidang kajian
multidisipliner. Secara lebih
terperinci, materi pengetahuan kewarganegaraan meliputi pengetahuan tentang
hak dan tanggung jawab warga negara, hak asasi manusia, prinsip-prinsip
dan proses demokrasi, lembaga pemerintah
dan non-pemerintah, identitas nasional,
pemerintahan berdasar hukum (rule of law) dan peradilan
yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, serta nilai-nilai
dan norma-norma dalam masyarakat.
Kedua, Civic
Skills meliputi keterampilan intelektual (intellectual skills) dan keterampilan berpartisipasi (participatory
skills) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Contoh keterampilan
intelektual adalah keterampilan dalam
merespon berbagi persoalan politik, misalnya
merancang dialog dengan DPRD.
Contoh keterampilan berpartisipasi adalah
keterampilan menggunakan hak dan
kewajibannya di bidang hukum, misalnya segera
melapor kepada polisi atas terjadinya kejahatan yang diketahui.
Ketiga,
Civic Disposition (watak-watak kewarganegaraan), komponen ini
sesungguhnya merupakan dimensi yang paling substantif dan esensial dalam mata
pelajaran PKn. Dimensi
watak kewarganegaraan dapat
dipandang sebagai “muara” dari
pengembangan kedua dimensi sebelumnya. Dengan memperhatikan visi, misi, dan
tujuan mata pelajaran PKn, karakteristik mata pelajaran ini ditandai
dengan penekanan pada
dimensi watak, karakter,
sikap dan potensi
lain yang bersifat afektif.
Berdasarkan
rumusan Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan antara lain menyatakan bahwa
kurikulum untuk jenis pendidikan umum, pada jenjang pendidikan menengah,
terdiri atas lima kelompok mata pelajaran. PKn termasuk dalam kelompok mata
pelajaran Kewarganegaraan dan
Kepribadian. Kelompok mata pelajaran ini
dimaksudkan
untuk peningkatan kesadaran dan
wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,
serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia.
Didalam UU Nomor
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan wajib dimasukkan di dalam Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah.
Dalam penjelasan pasal 37 Ayat (1) UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional, menyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk
membentuk peserta didik menjadi manusia
yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
6. Hakikat Pembelajaran PKn
Pembelajaran
menurut pasal 1 UU No. 20 Tahun 2003 yaitu ” Proses interaksi peserta
didik dengan pendidik
dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar.” Dalam
hal ini, dinyatakah bahwa yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran
adalah siswa (peserta didik), guru (peserta didik), sumber belajar, dan
lingkungan belajar.
Memperkuat pernyataan
diatas, Kosasih Djahiri
(2007:1) mengemukakan bahwa, “pembelajaran
secara prosedural, dilihat
dari komponen/instrumental inputs adalah proses interaksi/interradiasi
antara kegiatan belajar siswa (KBS) dengan kegiatan mengajar guru (KMG) serta
dengan lingkungan
belajarnya (learning environments).” Dari
pengertian tersebut dapat kita
ketahui bahwa yang
menjadi pusat perhatian pembelajaran tidak hanya
menitikberatkan pada siswa, akan tetapi siswa, guru, dan lingkungan belajar
(learning environments) harus menjadi pusat perhatian dalam
pembelajaran. Sehingga akan
terbentuk suatu interaksi yang komunikatif antara guru dan
siswa. Interaksi yang dimaksud di dalam suatu pembelajaran adalah “interaksi
edukatif”. Interaksi edukatif menurut Surakhmad
(1980:7) adalah “interaksi
yang berlangsung dalam
ikatan tujuan pendidikan”.
Sebagai
pembanding, pendapat Udin S. Winataputra (1997:14) yang mengemukakan bahwa,
“Pembelajaran merupakan suatu
sistem lingkungan belajar yang
terdiri dari komponen atau unsur: tujuan, bahan pelajaran, strategi,
alat, siswa dan
guru.” Dari pengertian
tersebut kita dapat mengetahui
bahwa terdapat enam
unsur penting dalam pembelajaran, yaitu:
tujuan, bahan pelajaran,
strategi, alat, siswa,
dan guru. “Semua unsur
atau komponen tersebut
saling berkaitan, saling mempengaruhi; dan
semuanya berfungsi dengan
berorientasi kepada tujuan”
(Winataputra, 1997:16).
Hal ini, senada
dengan apa yang diutarakan oleh, Hamalik (2001:57) yang memberikan
arti Pembelajaran sebagai
suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi,
material, fasilitas, perlengkapan dan
prosedur yang saling
mempengaruhi untuk mencapai
tujuan pembelajaran”. Dari kutipan
tersebut, menyatakan bahwa
yang mempengaruhi
pembelajaran tidak hanya
unsur manusiawi (siswa
dan guru), akan tetapi
hal-hal lain yang
berada disekitar pun
akan mempengaruhi (material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur).
Agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai
dengan baik, maka pembelajaran yang
dilaksanakan haruslah merupakan
pembelajaran yang bermutu dan
ideal. Charles B.
Myers (Kosasih Djahiri,
2007: 23-24) berpendapat bahwa:
Proses
pembelajaran yang ideal
adalah proses KBS
yang active – powerful (aktif dan berkekuatan) -
demokratis dan humanistik serta menyenangkan.
Aktif dan powerful
karena bahan ajar,
kegiatan, media dan sumber
mampu mengundang, melibatkan
dan memberdayakan (empowering) seluruh potensi diri dan lingkungan
belajarnya serta mampu
membina siswa menjadi
independent and self-regulated learners.
7. Perencanaan Pembelajaran PKn
Bila
kita cermati dengan baik, keseluruhan proses pendidikan formal di sekolah pada
intinya bertumpu pada proses pembelajaran. Oleh karena itu agar terbina proses
pembelajaran yang terarah, terkendali dan optimal, maka sebelumnya perlu ada
perencanaan pembelajaran.
Amatembun (1987:1) mengemukakan bahwa, “Yang dimaksud perencanaan adalah pemikiran
yang mendahului tindakan, mencakup pengembangan dan pemilihan
alternatif-alternatif tindakan yang diperlukan untuk mencapai suatu tujuan”.
Dengan demikian, perencanaan pembelajaran akan terkait dengan pemilihan dan
penentuan berbagai komponen pembelajaran yang dapat menjamin menciptakan proses
dan hasil pembelajaran yang efektif dan efisien.
Sehubungan dengan ruang lingkup kegiatan perencanaan pembelajaran, Amatembun
(1987:4)
mengemukakan sebagai berikut :
1.
Mengidentifikasi
kebutuhan-kebutuhan dan minat-minat murid.
2.
Merumuskan
tujuan-tujuan performansi murid.
3.
Mengembangkan
suatu unit pengajaran.
4.
Mengembangkan
suatu rencana (satuan) pelajaran.
5.
Menyeleksi dan
menggunakan berbagai material (alat-alat peraga) pelajaran guna mengefektifkan
proses belajar mengajar.
Sedangkan Ali (1998:4-5)
mengemukakan bahwa :
Perencanaan ini
meliputi :
1.
Tujuan apa yang
hendak dicapai, yaitu bentuk-bentuk tingkah laku apa yang diinginkan dapat
dicapai atau dapat dimiliki oleh siswa setelah terjadinya proses belajar
mengajar.
2.
Bahan pelajaran
yang dapat mengantarkan siswa mencapai tujuan.
3.
Bagaimana
proses belajar mengajar yang akan diciptakan oleh guru agar siswa mencapai
tujuan secara efektif dan efisien.
4.
Bagaimana
menciptakan dan menggunakan alat untuk mengetahui atau mengukur apakah tujuan
itu tercapai atau tidak.
Adapun terkait dengan perencanaan pembelajaran PKn, ada beberapa
langkah perencanaan yang harus dilakukan oleh guru, sebagaimana dikemukakan
oleh Djahiri (1990:17) sebagai berikut :
1.
Melakukan kaji
telik kurikulum (content analysis).
2.
Membaca (arti
luas) dunia the hidden curriculum.
3.
Menseleksi
(selecting) semua temuan yang secara :
a.
keilmuan :
benar, betul dan lengkap/utuh;
b.
kependidikan :
layak/memadai;
c.
tujuan :
memenuhi harapan the intended maupun harapan dan berguna manfaat bagi siswa dan
kehidupannya kini maupun esok.
4.
Memobilisir dan
mengorganisir semua temuan di atas menjadi suatu rancangan program pengajaran
yang utuh dan layak (The Proper Instructional Materials).
5.
Menentukan
pilihan didaktik – metodik (metode, media dan sumber serta pola evaluasi =
MMSE) sub 4 melalui :
a.
kemahiran
memilih alternatif MMSE yang tepat guna dan fungsional;
b.
mengantisipasi
(meramalkan) proses belajar mengajar dan hasil KBM dan nilai lebih (gain score,
added values) akibat pilihan MMSE tadi.
Dari beberapa pendapat di
atas kita telah mendapat gambaran langkah-langkah kegiatan yang harus dilakukan
guru dalam rangka perencanaan pembelajaran. Bila kita implementasikan sesuai
dengan kurikulum yang berlaku sekarang, sebagai berikut :
a.
Penyusunan
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).
Penyusunan KTSP harus dilakukan oleh masing-masing satuan
pendidikan. KTSP ini terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan,
struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan,
dan silabus. Silabus inilah yang merupakan rencana pembelajaran pada suatu
dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi
(SK), kompetensi dasar (KD), materi pokok pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
indikator, penilaian, alokasi waktu dan sumber/alat belajar. Silabus pada
dasarnya merupakan penjabaran dari SK dan KD ke dalam materi pokok pembelajaran,
kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
Dalam pengembangan silabus ada beberapa prinsip yang harus
diperhatikan, yaitu : ilmiah, relevan, sistematis, konsisten, memadai, actual
dan kontekstual, fleksibel, dan menyeluruh.
Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri
atau berkelompok dalam suatu sekolah atau beberapa sekolah, kelompok MGMP atau
PKG dan dinas pendidikan. Dalam pengembangan silabus ini ditempuh
langkah-langkah sebagai sebikut :
1)
Mengkaji
SK dan KD.
2)
Mengidentifikasi
materi pokok pembelajaran.
3)
Mengembangkan
kegiatan pembelajaran.
4)
Merumuskan
indikator pencapaian kompetensi.
5)
Penentuan
jenis penilaian.
6)
Penentuan
alokasi waktu.
7)
Penentuan
sumber dan alat pembeljaran.
b.
Membuat
Program Tahunan dan Program Semester.
Setelah
KTSP, khususnya silabus PKn tersusun, kemudian guru harus membuat Program
Tahunan dan Program Semester yang disusun dengan memperhatikan silabus,
kalender pendidikan dan program kegiatan sekolah, sehingga akan diperoleh
gambaran tentang alokasi waktu pembelajaran dalam setiap semester secara
global.
c.
Menentukan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
KKM
adalah standar nilai minimal yang harus dicapai siswa untuk menentukan tingkat
ketuntasan dan kenaikan kelas. KKM ini harus ditentukan oleh guru dengan
mempertimbangkan kemampuan rata-rata peserta didik (intake siswa), tingkat
kesukaran materi pembelajaran (kompleksitas) dan kemampuan sumber daya
pendukung. Oleh karena itu KKM setiap mata pelajaran dan setiap sekolah
senantiasa akan bervariasi.
d.
Menyusun
persiapan pembelajaran
Persiapan pembelajaran pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dikenal
dengan nama Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran
untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan
dijabarkan dalam silabus. Lingkup Rencana Pembelajaran
paling luas mencakup 1 (satu) kompetensi dasar yang terdiri atas 1 (satu)
indikator atau beberapa indikator untuk 1 (satu) kali pertemuan atau lebih.
Landasan perumusan RPP adalah PP No. 19 Tahun
2005 Pasal 20, yaitu : ”Perencanaan
proses pembelajaran meliputi silabus
dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya
tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan
penilaian hasil belajar”. Alur pembuatan RPP dapat penulis gambarkan
sebagai berikut :
Adapun format penyusunan RPP secara garis besar dapat penulis
kemukanan sebagai berikut :
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Sekolah :
___________________________________
Mata Pelajaran : ___________________________________
Kelas /
Semester : ___________________________________
Pertemuan Ke : ___________________________________
Standar Kompetensi :
____________________________________________________________
Kompetensi Dasar :
____________________________________________________________
Indikator :
____________________________________________________________
Alokasi Waktu :
____________________________________________________________
A.
Tujuan
Pembelajaran
__________________________________________________________
B.
Materi
Pembelajaran
__________________________________________________________
C.
Strategi
Pembelajaran
1.
Pendekatan :
___________________________________________
2.
Strategi :
___________________________________________
3.
Metode :
___________________________________________
D.
Langkah-Langkah
Pembelajaran
1.
Kegiatan
Awal
2.
Kegiatan
Inti
3.
Kegiatan
Akhir
E.
Penilaian
__________________________________________________________
|
8. Proses Pembelajaran PKn
Setelah langkah-langkah perencanaan dilakukan dengan
sebaik-baiknya, maka guru dituntut mampu merealisasikannya dalam bentuk proses
pembelajaran yang sesuai dengan perencanaannya. Dalam konteks inilah guru harus
mampu tampil sebagai aktor dan kurikulum hidup.
Proses pembelajaran begitu sangat penting dan menentukan bagi
kualitas pendidikan, karena itu proses pembelajaran dikatakan sebagai jantung
dari proses pendidikan formal di sekolah. Kualitas proses pembelajaran akan
sangat menentukan pencapaian hasil pembelajaran dan kualitas pendidikan pada
umumnya.
Sehubungan dengan proses pembelajaran ini, Ali (1992:4)
menjelaskan bahwa :
Proses belajar
mengajar yang merupakan inti dari proses pendidikan formal di sekolah di
dalamnya terjadi interaksi antara berbagai komponen pengajaran.
Komponen-komponen itu dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama, yaitu :
1)
guru,
2)
isi atau materi
pelajaran,
3)
siswa.
Interaksi
antara ketiga komponen utama melibatkan sarana dan prasarana, seperti metode,
media dan penataan lingkungan tempat belajar, sehingga tercipta situasi belajar
mengajar yang memungkinkan tercapainya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya.”
Dalam proses pembelajaran itu guru bukan hanya bertugas sebagai
pengajar, tetapi juga sekaligus sebagai pendidik. Oleh karena itu proses
pembelajaran harus mampu dikembangkan menjadi proses edukatif. Adapun ciri-ciri
dari proses edukatif sebagaimana dikemukakan oleh Sardiman A.M. (2006:13)
sebagai berikut :
1.
Ada tujuan yang
ingin dicapai.
2.
Ada bahan/pesan
yang menjadi isi interaksi.
3.
Ada pelajar
yang aktif mengalami.
4.
Ada guru yang
melaksanakan.
5.
Ada metode
untuk mencapai tujuan.
6.
Ada situasi
yang memungkinkan proses belajar-mengajar berjalan dengan baik.
7.
Ada penilaian
terhadap hasil interaksi.
Secara lebih khusus lagi, proses pembelajaran merupakan proses
kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi, yakni antara guru/pendidik
dengan peserta didik, dengan peserta didik sebagai subjek utamanya. Dengan
demikian unsur-unsur lain berfungsi untuk meningkatkan kualitas interaksi kedua
unsur manusiawi tersebut.
Edi Suardi dalam bukunya Pedagogik ,1980, telah merinci
ciri-ciri proses pembelajaran yang penulis kutip dari Sardiman A.M. (2006:15-16)
sebagai berikut :
1.
Interaksi
belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membantu anak dalam suatu
perkembangan tertentu.
2.
Ada suatu
prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan, didisain untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
3.
Interaksi
belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus.
4.
Ditandai dengan
adanya aktivitas siswa, baik fisik maupun mental.
5.
Dalam interaksi
belajar mengajar guru berperan sebagai membimbing.
6.
Di dalam
interaksi belajar mengajar membutuhkan disiplin.
7.
Ada batas waktu
untuk mencapai tujuan.
Kegiatan pembelajaran harus memberikan pengalaman belajar yang
melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik serta
peserta didik dengan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya dalam rangka
pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud
melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada
peserta didik. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai
oleh peserta didik.
Khusus berkaitan dengan proses pembelajaran PKn ada beberapa
pendekatan yang harus dilaksanakan, sebagaimana dikemukakan oleh Djahiri (1993:17-18)
sebagai berikut :
(1)
Asas pendekatan
multi metoda, media dan sumber; yang bermakna keharusan membina pelbagai
variasi jenis metode dan media serta sumber yang mampu membina bahan ajar yang
multi dimensi serta kemampuan belajar siswa yang beraneka ragam.
(2)
Asas siswa
sentris; yang bermakna keadaan dan kemampuan belajar siswa serta lingkungan
belajarnya akan harus menjadi perhitungan pilihan metoda, media maupun sumber
pembelajaran.
(3)
Luwes dan
eko-sistem; bermakna pilihan selalu dapat disesuaikan dengan keadaan kemampuan
sekolah, lingkungan sekitar, sumber daya dan dana yang ada serta kemampuan guru
itu sendiri.
(4)
Asas cara
belajar siswa aktif dan kelompok belajar koperatif (CBSA dan Kejarkop); yang
bermakna bahwa proses kegiatan belajar siswa harus menjadi tumpuan utama (bukan
pada proses mengajarnya) dan yang dibelajarkan adalah potensi belajar (domain –
taksonomik) kadar tinggi.
(5)
Asas mengajar
reaktif dan interaktif; yakni kegiatan guru mengiringi kegiatan CBSA dan
Kejarkop di atas.
Kekhasan lain dari proses pembelajaran PKn yakni senantiasa ada
proses pembakuan dan pengamalan. Kegiatan ini merupakan rekayasa guru dalam
memberikan pelatihan kepada peserta didik untuk mengamalkan dan memantapkan
proses maupun hasil pembelajaran. Proses pembakuan dan pengamalan ini dapat
dilakukan berkaitan dengan beberapa hal, sebagaimana dikemukakan oleh Djahiri (1993:18)
antara lain :
(1)
Kegiatan
kehidupan diri dan keluarganya.
(2)
Kegiatan kelas
dan sekolahnya.
(3)
Kelompok
pergaulan dan masyarakat sekitarnya.
(4)
Pelbagai aspek
kehidupan (Pancagatra) yang dilakoni dalam keluarga, kelas, sekolah maupun
lingkungannya.
Kegiataan
tersebut sudah barang tentu harus direncanakan dengan baik, agar terarah,
terpantau dan terkendali. Penerapannya bisa secara random, insidental atau pun
terprogram. Melalui kegiatan tersebut akan terdapat “sharing” dan
penularan antara proses dan hasil pembelajaran di sekolah dengan lingkungan
luar sekolah dalam makna positif untuk tujuan pendidikan.
Mantapbs...
ReplyDeleteTerima kasih...
Membantu sekali... terimakasih banyak pak :)
ReplyDeleteterimakasih, saya terbantu
ReplyDeletekunjungi blog saya : homedesignew
terima kasih, sangat membantu
ReplyDeletekok ngk ada daftar oustakanya pak
ReplyDeleteSumber bukunya dari mana ya ??
ReplyDelete