PERKEMBANGAN PERILAKU ANAK USIA 12 - 15 TAHUN
Oleh: Jajang Sulaeman, S.Pd.
1.
Kategori
Anak Usia 12 – 15 Tahun
Pengkategorian
anak menurut usia dapat dilihat dari berbagai aspek, tergantung urgensinya.
Dilihat dari periodisasi pertumbuhan dan perkembangan manusia, Elizabeth B.
Hurlock (Galih Rosy, 2007) memberikan kategori sebagai berikut :
Prenatal : Saat konsepsi sampai lahir
Masa Neonatus : lahir sampai akhir minggu kedua
setelah lahir
Masa Bayi : Akhir minggu kedua sampai akhir tahun
kedua
Masa kanak-kanak awal : 2 tahun sampai 6 tahun
Masa kanak-kanak akhir : 6 sampai 10/11 tahun
Pubertas : 10/12 sampai 13/14 tahun
Masa Remaja Awal : 13/14 – 17 tahun
Masa Remaja Akhir : 17 – 21 tahun
Masa Dewasa Awal : 21 – 40 Tahun
Masa Setengah Baya : 40 – 60 tahun
Masa Tua : 60 – meninggal dunia
Dengan
demikian kategori anak usia 12 – 15 tahun berada dalam masa pubertas hingga masuk masa remaja awal.
Kemudian secara biologis Prof. Dr. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad (Galih Rosy, 2007) membagi periodisasi perkembangan manusia sebagai berikut :
0-1 tahun = masa bayi
1-6 tahun = masa prasekolah
6-10 tahun = masa sekolah
10-20 tahun = masa pubertas
40-65 tahun = masa setengah umur (prasenium)
65 tahun keatas = masa lanjut usia ( senium)
Dengan
demikian secara biologis kategoti anak usia 12 – 15 tahun berada dalam masa
pubertas (10 – 20 tahun).
Dilihat
dari aspek pendidikan, pada Data Statistik Indonesia (Gunawan, 2006) diperoleh
kategori usia berdasarkan jenjang pendidikan yang penulis modifikasi sebagai
berikut :
No.
|
Jenjang
Pendidikan
|
Kelompok
Usia
|
1.
|
Pra sekolah
|
0 – 6
tahun
|
2.
|
Sekolah Dasar
|
7 – 12
tahun
|
3.
|
SMP
|
13 –
15 tahun
|
4.
|
SMU
|
16 –
19 tahun
|
5.
|
Perguruan
Tinggi
|
19
tahun ke atas
|
Berdasarkan
uraian di atas kita dapat menyimpulkan bahwa kategori anak usia 13 – 15 tahun
termasuk dalam masa remaja, masa pubertas dan masa sekolah pada jenjang Sekolah
Menengah Pertama.
2. Karakteristik
Anak Usia 12 – 15 Tahun
Sebagaimana
telah dikemukakan kita maklumi bahwa kategori anak usia 12 – 15 tahun sudah
termasuk dalam kategori masa remaja dimana mereka juga merupakan masa sekolah
pada jenjang SMP. Masa remaja merupakan suatu periode dalam kehidupan setiap
manusia dengan karakteristik yang khas.
Pada
abad ke-20, Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall pernah menyatakan
bahwa masa remaja adalah masa yang indah, namun juga merupakan masa badai dan
tekanan (storm and stress) serta penuh dengan permasalahan.
Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya
krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan
oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri
pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan
identity achieved (Santrock, 2003, Papalia, dkk, 2001, Monks, dkk, 2000,
Muss, 1988). Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas
diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja.
Istilah remaja bisa dilihat dari empat sisi: fisik, mental, sosial
budaya, dan ekonomi. Secara fisik, remaja telah mengalami pubertas dimana
seluruh organ reproduksinya sudah matang. Secara mental, remaja sering dianggap
belum memiliki mental yang stabil. Hal ini dicirikan dengan praktek pencarian
identitas dan hal-hal baru yang menarik perhatian mereka. Secara sosial, mereka
tidak mau lagi sangat bergantung kepada keluarga. Akan tetapi secara ekonomi,
kebanyakan remaja masih bergantung kepada orang tua. (WHO, dalam Sarwono, 2000)
Gunarsa (dalam Adib Asrori, 2009) telah merangkum
beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada
diri remaja, yaitu:
a.
Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.
b.
Ketidakstabilan emosi.
c.
Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan
petunjuk hidup.
d.
Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.
e.
Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal
penyebab pertentangan-pertentang dengan orang
tua.
f.
Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja
tidak sanggup memenuhi semuanya.
g.
Senang bereksperimentasi.
h.
Senang bereksplorasi.
i.
Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
j.
Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan
kegiatan berkelompok.
Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja
adalah masa saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan
fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian (Fagan,
2006).
Sebagian remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik,
namun beberapa remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis,
fisiologis, dan sosial. Beberapa permasalahan remaja yang muncul biasanya
banyak berhubungan dengan karakteristik yang ada pada diri remaja.
Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood
(suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago
oleh Mihalyi Csikszentmihalyi dan Reed Larson (1984)
menemukan bahwa “Remaja
rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar biasa”
ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam
untuk hal yang sama”.
Perubahan
mood (swing) yang drastis pada para remaja ini seringkali dikarenakan beban
pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di rumah. Meski mood
remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan
gejala atau masalah psikologis.
Pergolakan emosi yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari bermacam
pengaruh, seperti lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah dan teman-teman
sebaya serta aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari.
Masa remaja yang identik dengan lingkungan sosial tempat berinteraksi, membuat
mereka dituntut untuk dapat menyesuaikan diri secara efektif.
Bila
aktivitas-aktivitas yang dijalani di sekolah (pada umumnya masa remaja lebih
banyak menghabiskan waktunya di sekolah) tidak memadai untuk memenuhi tuntutan
gejolak energinya, maka remaja seringkali meluapkan kelebihan energinya ke arah
yang tidak positif, misalnya tawuran. Hal ini menunjukkan betapa besar
gejolak emosi yang ada dalam diri remaja bila berinteraksi dalam lingkungannya
Masa remaja merupakan masa yang paling banyak dipengaruhi oleh
lingkungan dan teman-teman sebaya dan dalam rangka menghindari hal-hal negatif
yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain, remaja hendaknya
memahami dan memiliki apa yang disebut kecerdasan emosional.
Kecerdasan emosional ini terlihat dalam hal-hal seperti bagaimana
remaja mampu untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu
mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri dengan
lingkungan, dapat mengendalikan perasaan dan mampu mengungkapkan reaksi emosi
sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada sehingga interaksi dengan orang lain
dapat terjalin dengan lancar dan efektif.
Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat
penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan atau
sesama jenis. Padahal pada masa remaja informasi tentang masalah seksual
sudah seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari
orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama
sekali.
Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi
mengingat remaja berada dalam potensi seksual yang aktif, karena
berkaitan dengan dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak
memiliki informasi yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri (Handbook
of Adolecent psychology, 1980).
Tentu saja hal tersebut akan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa
remaja bila ia tidak memiliki pengetahuan dan informasi yang tepat. Fakta
menunjukkan bahwa sebagian besar remaja kita tidak mengetahui dampak dari
perilaku seksual yang mereka lakukan, seringkali remaja sangat tidak matang
untuk melakukan hubungan seksual terlebih lagi jika harus menanggung resiko
dari hubungan seksual tersebut.
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya
mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar
bagi pembentukan nilai diri mereka.
Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa :
Para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam
menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka,
misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi
menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada
mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan
pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara
kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan
membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan
kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya “kenyataan”
lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat
bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang
lain. Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama
jika ia terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa
kanak-kanak.
Salah satu topik yang paling sering dipertanyakan oleh individu pada
masa remaja adalah masalah "Siapakah Saya?" Pertanyaan itu sah dan
normal adanya karena pada masa ini kesadaran diri (self-awareness) mereka sudah
mulai berkembang dan mengalami banyak sekali perubahan.
Remaja mulai merasakan bahwa “ia bisa berbeda” dengan orangtuanya dan
memang ada remaja yang ingin mencoba berbeda. Inipun hal yang normal
karena remaja dihadapkan pada banyak pilihan. Karenanya, tidaklah mengherankan
bila remaja selalu berubah dan ingin selalu mencoba – baik dalam peran sosial
maupun dalam perbuatan.
Contoh: anak seorang insinyur bisa saja ingin menjadi seorang dokter
karena tidak mau melanjutkan atau mengikuti jejak ayahnya. Ia akan mencari
idola seorang dokter yang sukses dan berusaha menyerupainya dalam tingkahlaku.
Bila ia merasakan peran itu tidak sesuai, remaja akan dengan cepat
mengganti peran lain yang dirasakannya “akan lebih sesuai”. Begitu seterusnya
sampai ia menemukan peran yang ia rasakan “sangat pas” dengan dirinya. Proses
“mencoba peran” ini merupakan proses pembentukan jati-diri yang sehat dan juga
sangat normal.
Tujuannya sangat sederhana; ia ingin menemukan jati-diri atau identitasnya
sendiri. Ia tidak mau hanya menurut begitu saja keingingan orangtuanya tanpa
pemikiran yang lebih jauh.
3.
Perkembangan Perilaku Anak Usia 12 – 15 Tahun
Setiap
makhluk hidup, termasuk manusia secara normal akan mengalami pertumbuhan dan
perkembangan selama masa hidupnya. Pertumbuhan adalah proses perubahan
fisiologis pada diri seseorang. Oleh karena itu proses pertumbuhan bersifat
konkrit dan kuantitatif.
Selain
mengalami pertumbuhan, setiap makhluk hidup termasuk manusia juga mengalami
perkembangan. Menurut Drs. Tadjad (1994 : 19) bahwa, “Perkembangan
adalah perubahan dan pertambahan yang bersifat kualitatif dari setiap
fungsi-fungsi kejiwaan dan kepribadian”. Dengan demikian perkembangan merupakan
proses perubahan psikologis yang bersifat kualitatif pada diri seseorang.
Proses
pertumbuhan dan perkembangan senantiasa berlangsung secara simultan pada diri
setiap menuju suatu kepribadian yang utuh. Proses tersebut terus berjalan dalam
kehidupan setiap orang sesuai masa dan tugas perkembangannya.
Sebagaimana
telah dikemukakan sebelumnya bahwa usia 12 – 15 tahun merupakan masa pubertas
atau masa remaja awal. Dalam masa ini si anak akan mengalami perkembangan yang
berbeda dari masa-masa sebelumnya.
Pada
masa usia 12 – 15 tahun akan muncul adanya perubahan perilaku sesuai dengan
tugas perkembangan dan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Masalah
perkembangan perilaku ini dapat dijelaskan secara psikologis melalui lima
pendekatan (Wikipedia Psikologi, 2009), yaitu :
a.
Pendekatan neurobiologis
Tingkah laku manusia pada dasarnya dikendalikan
oleh aktivitas otak
dan sistem
syaraf. Pendekatan neurobiologis berupaya
mengaitkan perilaku yang terlihat dengan impuls listrik dan kimia yang terjadi
didalam tubuh
serta menentukan proses neurobiologi yang mendasari perilaku dan proses mental.
b.
Pendekatan perilaku
Menurut pendekatan perilaku,
pada dasarnya tingkah laku adalah respon atas stimulus yang datang. Secara sederhana dapat digambarkan
dalam model S - R atau suatu kaitan Stimulus - Respon. Ini berarti tingkah laku
itu seperti reflek tanpa kerja mental sama sekali. Pendekatan ini dipelopori
oleh J.B. Watson kemudian
dikembangkan oleh banyak ahli, seperti B.F.Skinner, dan
melahirkan banyak sub-aliran.
c.
Pendekatan kognitif
Pendekatan kognitif menekankan bahwa tingkah laku adalah
proses mental, dimana individu (organisme) aktif dalam
menangkap, menilai, membandingkan, dan menanggapi stimulus sebelum melakukan
reaksi. Individu menerima stimulus lalu melakukan proses mental sebelum
memberikan reaksi atas stimulus yang datang.
d.
Pendekatan psikoanalisa
Pendekatan psikoanalisa dikembangkan
oleh Sigmund Freud. Ia meyakini bahwa kehidupan
individu sebagian besar dikuasai oleh alam bawah sadar.
Sehingga tingkah laku banyak didasari oleh hal-hal yang tidak disadari, seperti
keinginan, impuls, atau dorongan. Keinginan atau dorongan yang ditekan akan tetap
hidup dalam alam bawah sadar dan sewaktu-waktu akan menuntut untuk dipuaskan.
e.
Pendekatan fenomenologi
Pendekatan fenomenologi ini
lebih memperhatikan pada pengalaman subyektif individu karena itu
tingkah laku sangat dipengaruhi oleh pandangan individu terhadap diri dan
dunianya, konsep tentang dirinya, harga dirinya dan segala hal yang menyangkut kesadaran
atau aktualisasi dirinya. Ini berarti melihat tingkah
laku seseorang selalu dikaitkan dengan fenomena tentang dirinya.
Sehubungan
dengan perkembangan perilaku remaja (usia 13 – 15 tahun) ini, Akhmad
Sudrajat (2008) telah mengutip pendapat Abin Syamsuddin Makmun
(2003) yang telah memerinci karakteristik perilaku dan pribadi pada masa remaja
awal (11-3 s.d. 14-15 tahun) yang meliputi aspek fisik, psikomotor, bahasa,
kognitif, sosial, moralitas, keagamaan, konatif, emosi afektif dan kepribadian,
yang penulis rangkum sebagai berikut :
a. Fisik
1) Laju
perkembangan secara umum berlangsung pesat.
2) Proporsi
ukuran tinggi dan berat badan sering- kali kurang seimbang.
3) Munculnya
ciri-ciri sekunder (tumbul bulu pada pubic region, otot mengembang pada bagian
– bagian tertentu), disertai mulai aktifnya sekresi kelenjar jenis kelamin
(menstruasi pada wanita dan day dreaming pada laki-laki.
b. Psikomotor
1) Gerak
– gerik tampak canggung dan kurang terkoordinasikan.
2) Aktif
dalam berbagai jenis cabang permainan.
c. Bahasa
1) Berkembangnya
penggunaan bahasa sandi dan mulai tertarik mempelajari bahasa asing.
2) Menggemari
literatur yang bernafaskan dan mengandung segi erotik, fantastik dan estetik.
d. Perilaku
kognitif
1) Proses
berfikir sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (asosiasi,
diferen-siasi, komparasi, kausalitas) yang bersifat abstrak, meskipun relatif
terbatas.
2) Kecakapan
dasar intelektual menjalani laju perkembangan yang terpesat.
3) Kecakapan
dasar khusus (bakat) mulai menujukkan kecenderungan-kecende- rungan yang lebih
jelas.
e. Perilaku
sosial
1) Diawali
dengan kecenderungan ambivalensi keinginan menyendiri dan keinginan bergaul
dengan banyak teman tetapi bersifat temporer.
2) Adanya
kebergantungan yang kuat kepada kelompok sebaya disertai semangat konformitas
yang tinggi.
f. Moralitas
1) Adanya
ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi pengaruh orang tua dengan
kebutuhan dan bantuan dari orang tua.
2) Dengan
sikapnya dan cara berfikirnya yang kritis mulai menguji kaidah-kaidah atau
sistem nilai etis dengan kenyataannya dalam perilaku sehari-hari oleh para
pendukungnya.
3) Mengidentifikasi
dengan tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan tipe idolanya.
g. Perilaku
keagamaan
1) Mengenai
eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan mulai dipertanyakan secara
kritis dan skeptis.
2) Penghayatan
kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan atas pertimbangan adanya semacam
tuntutan yang memaksa dari luar dirinya.
3) Masih
mencari dan mencoba menemukan pegangan hidup.
h. Konatif,
emosi, afektif dan kepribadian
1) Lima
kebutuhan dasar (fisiologis, rasa aman, kasih sayang, harga diri dan
aktualisasi diri) mulai menunjukkan arah kecenderungannya.
2) Reaksi-reaksi
dan ekspresi emosionalnya masih labil dan belum terkendali seperti pernya-taan
marah, gembira atau kesedihannya masih dapat berubah-ubah dan silih berganti
dalam yang cepat.
3) Kecenderungan-kecenderungan
arah sikap nilai mulai tampak (teoritis, ekonomis, estetis, sosial, politis, dan
religius), meski masih dalam taraf eksplorasi dan mencoba-coba.
4) Merupakan
masa kritis dalam rangka meng-hadapi krisis identitasnya yang sangat
dipengaruhi oleh kondisi psiko-sosialnya, yang akan membentuk kepribadiannnya.
4.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Perilaku Anak Usia 12 – 15 Tahun
Anak
usia 12 – 15 tahun tengan berada dalam masa peralihan, yaitu dari masa
anak-anak menuju masa remaja awal. Mereka mengalami berbagai perubahan baik
dalam dirinya sendiri maupun unsur luar yang berhubungan dengan perkembangan
dirinya.
Oleh
karena itu terdapat beberapa faktor yang memberikan pengaruh terhadap
perkembangan perilaku remaja. Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa
yang disebut dengan pengaruh adalah “Daya yang ada atau timbul dari sesuatu
yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang” (Nintiyas
Utari, 2009).
Secara
garis besar ada dua faktor yang memperngaruhi perkembagan perilaku remaja,
yaitu :
a. Faktor internal, yaitu faktor yang
berasal dari dalam diri anak, yang berasal dari keturunan dan pembawaan.
b. Faktor eksternal, yaitu faktor yang
berasal dari luar diri anak, yang berasal dari pengalaman dan interaksinya
dengan lingkungan.
Kedua faktor
tersebut tidak akan banyak mempengaruhi perkembangan perilaku remaja, baik
secara terpisah maupun secara bersamaan. Dengan demikian, baik buruknya kedua
faktor tersebut akan menentukan kualitas perkembangan perilaku remaja.
Sedangkan
faktor yang mempengaruhi perkembangan perilaku remaja menurut Kartini
Kartono (1995 : 18) antara lain:
a. Faktor herediter (warisan
sejak lahir, bawaan).
b. Faktor lingkungan, yang
menguntungkan atau yang merugikan.
c. Kematangan fungsi-fungsi organis dan
fungsi-fungsi psikis.
d. Aktivitas anak sebagai subyek bebas
yang berkemauan, kemampuan sosial, bisa menolak atau menyetujui, punya emosi,
serta usaha membangun diri sendiri.
Dari
berbagai hasil penelitian diperoleh data dan informasi tentang adanya berbagai
faktor yang berbeda yang mempengaruhi berbagai aspek perilaku remaja. Namun
demikian menurut berbagai penelitian ternyata faktor lingkungan merupakan
faktor yang berpengaruh sangat dominan terhadap perilaku remaja, baik secara
positif maupun negatif.
Conger (dalam Joehary, 2008) menjelaskan
bahwa :
Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan
perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap
perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun
penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari
kelompok teman sebaya.
Lingkungan merupakan wadah atau sarana
bagi remaja untuk memperluas sosialisasinya. Dalam masa ini seorang remaja
tidak lagi terbatas pada pergaulangan di lingkungan keluarga, tetapi lingkungan
dunia luar lebih menjadi prioritas pergaulannya. Oleh karena itu lingkungan
pergaulan dengan teman sebayanya menjadi lebih dominan dalam mempengaruhi sikap
perilakunya.
Namun demikian, kita tidak bisa
menyimpulkannya secara mutlak bahwa perilaku remaja hanya dipengaruhi oleh
lingkungan pergaulan teman sebayanya. Pada dasarnya semua faktor, baik internal
maupun eksternal, mempunyai andil dalam mempengaruhi perilaku remaja.
Faktor-faktor tersebut akan senantiasa
mempengaruhi berbagai aspek perilaku remaja, baik secara independen maupun
secara simultan, baik bersifat positif maupun negatif. Dengan kadar dan
kualitasnya faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi berbagai aspek perilaku
remaja, baik fisik, pikomotor, bahasa, kognitif, sosial, moralitas, keagamaan,
konatif, emosi dan kepribadiannya.
5.
Realitas
Perilaku Anak Usia 12 – 15 Tahun Dewasa ini.
Anak
usia 12 – 15 tahun merupakan manusia biasa yang sudah pasti memiliki realitas
kehidupan yang sama dengan manusia pada umumnya. Terlebih lagi mereka ada dalam
masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Oleh karena itu ralitas
perilakunya sering menjadi bahan penelitian yang menarik.
Terlepas
dari kadar dan variasinya, yang jelas sebagai manusia biasa realitas perilaku
remaja bisa kita kategorikan menjadi dua, yakni ada realitas yang bersifat
positif dan ada juga yang negatif. Positif dan negatifnya perilaku remaja
merupakan akibat dari faktor-faktor penyebab yang mempengaruhinya.
Melalui
berbagai pengamatan kita sehari-hari maupun melalui berbagai sumber media
massa, kita tidak bisa menutup mata tentang munculnya berbagai realitas
kehidupan remaja yang negatif. Realitas perilaku remaja yang negatif ini
berkaitan dengan berbagai aspek perkembangannya dan menunjukkan adanya
faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Kenakalan
anak-anak dan remaja juga akhir-akhir mulai mengkuatirkan. Keadaan ini dapat
terlihat dari prilaku bolos diwaktu sekolah, tawuran antar pelajar, seks bebas,
narkoba dan lainnya. Perilaku 'nakal' remaja bisa disebabkan oleh faktor dari
remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal).
Faktor internal
berupa krisis identitas :
perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua
bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam
kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan remaja terjadi
karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.
Berikutnya kontrol
diri yang lemah
dimana remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang
dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku
'nakal'. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku
tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku
sesuai dengan pengetahuannya.
Faktor Eksternal
berupa: Keluarga : Perceraian orangtua; Tidak adanya
komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga
bisa memicu perilaku negatif pada remaja; Pendidikan yang salah di keluarga
pun, seperti terlalu memanjakan anak; Tidak memberikan pendidikan agama, atau
penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan
remaja. Berikutnya Teman sebaya yang kurang baik dan Komunitas/lingkungan
tempat tinggal yang kurang baik.
Dari
problematika yang ada pada remaja, diperlukan penyadaran pada remaja tentang
makna hidup yang sesungguhnya. Keterlibatan semua lapisan masyarakat sangat
diperlukan, agar generasi muda kita tidak terjerumus ke hal-hal yang negatif.
Namun
demikian, dari beberapa penelitian diperoleh beberapa contoh sikap perilaku
remaja yang positif, sebagaimana dikemukakan oleh Sutji Martiningsih Wibowo (1995 : 2) sebagai beirkut :
(1) Menunjukkan bahwa dia memiliki
kompetensi-kompetensi (misalnya kompetensi kognitif, ditampilkan dalam
kemampuan mengambil keputusan yang tepat, memiliki kompetensi sosial,
ditampilkan dalam bentuk mampu menyelesaikan konflik sosial, memiliki
kompetensi akademik, ditampilkan dalam bentuk pencapaian prestasi akademik yang
cenderung/ selalu tinggi, atau memiliki kompetensi vokasional, ditampilkan
dalam bentuk membina kebiasaan kerja yang baik.)
(2) Menunjukkan bahwa dirinya berharga
dan menunjukkan keyakinan bahwa dirinya mampu.
(3) Menunjukkan kemampuan membina relasi
dengan baik, misalnya mampu membina relasi dengan anggota
keluarga, dengan guru, dengan orang
dewasa lain,
dengan sebaya dan dengan lingkungan masyarakatnya.
(4) Melakukan tindakan-tindakan yang
menunjukkan bahwa ia memahami dan
peduli pada
orang lain serta peduli dengan lingkungan.
(5) Menghargai aturan-aturan yang
berlaku dan bertindak penuh tanggung
jawab.
Realitas
sikap perilaku remaja yang positif seperti contoh di atas menunjukkan adanya
dukungan yang positif dari faktor internal dan ekternal yang mempengaruhinya.
Dalam hal ini faktor lingkungan tetap memberikan pengaruh yang lebih dominan.
Oleh karena itu penataan fungsi lingkungan yang konstruktif perlu menjadi pusat
perhatian bagi pembinaan remaja.
DAFTAR PUSTAKA
Anam, S. (2008), Anak, Pendidikan.Com,
28 November 2009, [29 November 2009].
Arikunto, S. (1993), Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta.
Departemen Agama RI, (1992), Al
Qur’an Dan Terjemahnya, Jakarta : Intermassa.
Forum PAUD Kab.
Bekasi, “Kerangka Dasar Kurikulum Pendidikan Usia Dini”, Website: http://www.komunitaspers.blog.dada.net/, [25 November
2009].
Handoko, D. Et al. (2008), Ketika Musim PAUD Nonformal Bersemi,
Pena Pendidikan.Com, [27 November 2009].
Harianti, D, (2007), Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum
PAUD, Jakarta : Depdiknas Balitbang Pusat Kueikulum.
Iskandarsyah, A. (2006), Remaja dan Permasalahannya, Perspektif
psikologi terhadap permasalahan remaja dalam bidang pendidikan (Makalah), Bandung : Fakultas Psikologi Universitas
Padjadjaran.
Jurnal Kajian Pendidikan Agama Islam – Ta’lim Vol. 6
No. 1 – 2008, Bandung : Jurusan MKDU FPIPS UPI Bandung.
Latifah, M. (2008), Karakteristik Remaja, Child
Development Copyright © 2009 All Rights Reserved. Hosted
by Edublogs, [29 November 2009].
Mataharieducare, (2009), Definisi Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD) menurut Wikipedia, http://id.wikipedia.org. [25 November 2009].
Mohammad Ali, (1992), Strategi
Penelitian Pendidikan, Bandung : Angkasa.
Nana Sudjana, (1991), Teori-Teori
Belajar Untuk Pengajaran, Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
Purwanto, M. Ngalim, (1998), Ilmu
Pendidikan Teoretis dan Praktis, Bandung : Remaja Rosdakarya.
Qodi Azizi, A. (2003), Pendidikan Agama untuk Membangun Etika
Sosial, Semarang : Aneka Ilmu.
Rahael, R.,
Drs., M.Kes, (1999), Pendidikan seks bagi remaja dalam keluarga pada
masyarakat adat Sentani di Kehiran Desa Yoboi Kecamatan Sentani Kabupaten
Jayapura, ITB Central Library, [29 November 2009].
Slameto, (1991), Belajar dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya, Jakarta : Rineka Cipta.
Sudrajat, A.
(2008), Problema Masa Remaja, Copyright © 2007-2009 Akhmad Sudrajat : Lets
Talk About Educatiom, [29 November 2009].
Surakhmad, W. (1990), Pengantar
Penelitian Ilmiah (Dasar Metode Teknik), Bandung : Tarsito.
Tim Dosen PAI UPI Bandung, (2008), Islam
Tuntutan dan Pedoman Hidup, Bandung
: Value Press.
Yahdillah, (2007), Problematika Remaja, Wisma Sadar Narkoba - is proudly powered by WordPress, 2007, [29 Desember 2009].
Ya’qub, H. (1993), Etika Islam, Pembinaan akhlakul karimah, Bandung : Diponegoro.
kok referensinya banyak gak ada di dapus gimane ceritanye ini -___-
ReplyDeleteterimakasih banyak atas sumber informasi yang bermanfaat, sukses
DeleteSelaput Dara Buatan
Obat Perangsang
Viagra USA Obat Kuat Pria
Bio Slim Herbal
Obat Mata Herbal
Perangsang Wanita
Obat Perangsang Cair
Perangsang Sex Drops
Semenax Penyubur Sperma
Vagina Tabung
Vagina Center
Boneka Seks Full Body Cantik
Vagina Pinggul
Alat Bantu Sex Pria
Vagina Elektrik
Penis Elektrik
Penis Tempel
Penis Manual
Penggeli Vagina
Penggemuk Badan
Cialis Obat Perkasa
Meizitang Obat Diet Alami
Quick Slim Penurun Berat Badan
Obat Peninggi Grow Up USA
Celana Hernia
Vigrxplus Pembesar Vital
Herbal Slim Peluntur Lemak
Pelangsing Lida
Vakum Penis
Alat Pembesar Penis
Pembesar Payudara
vimax canada Pembesar Penis Alami
bagus nih tulisannya, makasih ini bs jari referensi untuk saya...
ReplyDelete