MANUSIA DAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Oleh: Jajang Sulaeman, S.Pd.
A.
Pengertian
Hakikat Manusia
Sudah
sejak lama manusia telah berusaha untuk mengetahui tentang hakikat dirinya.
Jawaban yang diketemukan bermacam-macam, antara lain adalah yang bercorak
filsafati. Oleh karena filsafat adalah berfikir kritik, maka hasilnya juga
bermacam-macam.
Jawaban
tentang hakikat manusia dapat dilihat dari beberapa dasar peninjauan atau
perspektif. Dilihat berdasarkan jumlah asas atau unsur yang menyusunnya,
manusia adalah makhluk monistik, yaitu yang tersusun dari satu asas belaka.
Satu asas tersebut dapat yang bersifat kebendaan maupun kerokhanian.Kaum
spiritualis berpendapat bahwa manusia terdiri atas jiwa, sedangkan kaum atomis
berpendapat bahwa manusia terdiri atas atom sebagaimana dikemukakan oleh
Demokritos.
Kemudian
ada juga yang menyatakan bahwa manusia adalah makhluk pluralistic, yaitu
terdiri atas banyak asas atau unsur. Empedocles mengatakan bahwa segala sesuatu
terdiri atas air, api, udara, dan tanah. Karena itu manusia sebagai sesuatu,
juga terdiri atas unsur-unsur tersebut.
Berdasarkan
atas proses terjadinya manusia adalah makhluk evolusi, artinya sebagai hasil
perkembangan dari tingkat yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi, melalui
seleksi-seleksi dan berjalan secara perlahan-lahan serta otomatis. Pendapat ini
yang terkenal ialah yang dikemukakan oleh Charles Darwin.
Jauh
sebelum Charles Darwin mengemukakan pendapatnya, seorang filosof Yunani
Aristoteles telah mengatakan bahwa manusia adalah animal rasionale. Dalam hal
ini ada tingkat-tingkat perkembangan yaitu : benda-benda mati,
tumbuh-tumbuhan,binatang dan akhirnya manusia. Karena itu perkembangan jiwanya
juga sesuai dengan perkembangan tersebut yaitu jiwa tumbuh-tumbuhan, jiwa
binatang dan akhirnya jiwa rasional.
Berdasarkan
atas bidang-bidang ilmu, dilihat dari sudut pendidikan, manusia disebut sebagai
homo pedagogikus, dari sudut ekonomi disebut homo ekonomikus, dari sudut hukum
disebut homo yuridikus, dilihat dari sudut teknis disebut homo teknikus.
Sedangkan
dalam perspektif Islam, hakikat manusia juga dapat ditinjau dari berbagai
aspek. Dalam Islam ditemukan beberapa istilah penyebutan manusia, yaitu :
al-insan (QS al-Insan : 1), al-basyar (QS al-Hijr : 28), Bani Adam (al-Isra’ :
70) dan an-naas (QS an-Naas : 1 dsb).
Bila
dilihat dari aspek proses kejadiannya, manusia melewati proses penciptaan yang
dijelaskan dalam al-Qur’an sebagai berikut :
- Melalui masa yang tidak disebutkan (QS al-Insan : 1).
- Mengalami beberapa tingkatan kejadian (QS Nuh : 14).
- Pada masa ruh berjanji kepada Allah (QS al-A’raf : 172).
- Ditumbuhkan dari tanah seperti tumbuh-tumbuhan (QS Nuh : 17).
- Dijadikan dari tanah liat = lazib (QS ash-Shaffat : 11).
- Dijadikan dari tanah kering dan lumpur hitam (shalshal dan hamain) (QS al-Hijr : 28).
- Berproses dari saripati tanah, nuthfah dalam rahim, segumpal darah, segumpal daging, tulang, dibungkus dengan daging, dan menjadi makhluk yang paling baik (QS al-Mu’minun : 12-14).
- Kemudian ditiupkan ruh (QS ash-Shad : 72 dan al-Hijr : 29).
Bila dilihat dari unsur yang membentuknya,
manusia terdiri dari roh dan jasad, dengan segala potensinya yang khas. Kedua
unsur tersebut membentuk senyawa sehingga terwujud proses dan mekanisme hidup
manusia di dunia ini. Terputusnya kedua unsur tersebut ini berarti terjadinya
kematian, yakni berpisahnya unsur rohani (jiwa) dan jasmani (jasad).
Jawaban-jawaban
tersebut di atas menunjukkan bahwa manusia dapat diketahui arti kakikatnya
melalui berbagai pendekatan. Hingga sekarang kita masih disibukkan oleh
berbagai kegiatan agar dapat menjawab secara tepat mengenai hakikat manusia.
B.
Mengapa
Manusia Perlu Dididik ?
Sebagaimana
telah dikemukakan bahwa manusia pada hakikatnya merupakan makhluk Tuhan YME
yang diciptakan dengan potensi rohani dan jasmani yang sempurna. Segala potensi
jasmani dan rohani manusia perlu dibina dan dikembangkan agar menjadi suatu
kemampuan yang akan membawa pada suatu kesempurnaan dalam menjalani
kehidupannya sebagai manusia.
Dalam
konteks itulah proses pendidikan sangat diperlukan bagi manusia, yakni sebagai
suatu upaya manusiawi untuk membina dan mengembangkan segala potensi manusia
secara utuh, sehingga mampu menghasilkan manusia yang berkualitas dalam arti
yang seluas-luasnya serta mampu menjalankan fungsi perannya dalam berbagai
bidang dan gatra kehidupannya secara proporsional.
Dengan
perkataan lain bahwa pendidikan adalah proses untuk memanusiakan manusia.
Manusia tidak akan mampu tampil menjadi manusia yang selaras dengan sifat-sifat
kemanusiaannya tanpa melalui proses pendidikan. Karena proses pendidikanlah
yang mampu membedakan kualitas manusia dengan makhluk lainnya.
Pendidikan
sebagai sarana untuk membina potensi manusia secara utuh, maka proses
pendidikan juga harus bersifat utuh, mencakup melatih, mengajar dan membimbing.
Proses latihan adalah untuk membina potensi yang berkaitan dengan berbagai
keterampilan. Proses mengajar adalah untuk membina potensi akal fikiran dengan
berbagai ilmu pengetahuan (knowledge). Sedangkan membimbing adalah proses
pendidikan untuk membina hati nurani manusia.
Melalui
ketiga proses inti pendidikan tersebut, maka secara global dan teoritis
terdapat tiga potensi manusia yang menjadi sasarannya, yakni potensi kognitif,
afektif dan psikomotorik. Ketiga potensi itu harus dikembangkan secara simultan
melalui proses pendidikan, sehingga diharapkan mampu membina manusia dengan
kepribadian yang utuh pula.
C.
Urgensi
Pendidikan Dalam Islam
Di dalam khazanah pemikiran Islam, terutama
karya-karya Ilmiah berbahasa arab, terdapat berbagai istilah yang dipergunakan
oleh ulama dalam memberikan pengertian tentang “Pendidikan Islam” dan sekaligus
diterapkan dalam konteks yang berbeda-beda.
Pendidikan Islam itu, menurut Langgulung (1997), setidak-tidaknya tercakup dalam delapan pengertian, yaitu al-tarbiyah al-diniyah (pendidikan keagamaan), ta’lim al-din (pengajaran agama), al-ta’lim al-diny (pengajaran keagamaan), al-ta’lim al-Islamy (pengajaran keIslaman), tarbiyah al-muslimin (pendidikan orang-orang Islam), al-tarbiyah fi al Islam (pendidikan Islami).
Pendidikan Islam itu, menurut Langgulung (1997), setidak-tidaknya tercakup dalam delapan pengertian, yaitu al-tarbiyah al-diniyah (pendidikan keagamaan), ta’lim al-din (pengajaran agama), al-ta’lim al-diny (pengajaran keagamaan), al-ta’lim al-Islamy (pengajaran keIslaman), tarbiyah al-muslimin (pendidikan orang-orang Islam), al-tarbiyah fi al Islam (pendidikan Islami).
Dikalangan masyarakat Indonesia akhir-akhir ini,
istilah “Pendidikan” mendapatkan arti yang sangat luas. kata-kata pendidikan,
pengajaran, bimbingan dan pelatihan, sebagai istilah-istilah tekhnis tidak lagi
dibeda-bedakan oleh masyarakat kita, tetapi ketiga-tiganya melebur menjadi satu
pengertian baru tentang pendidikan (Mochtar Buchori, 1989). Di dalam
undang-undang nomor 2/1989 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 1
misalnya, dijelaskan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan
peserta didik melalui kegiaan bimbingan, pengajaran, dan/atau pelatihan bagi
peranannya di masa yang akan datang”. Dari sini dapat dipahami bahwa dalam
kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau pelatihan terkandung makna pendidikan.
Pengertian pendidikan bahkan lebih diperluas cakupanya
sebagai aktifitas dan fenomena. Pendidikan sebagai aktifitas berarti upaya yang
secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam
mengembangkan pandangan hidup (bagaimana orang akan menjalani dan memanfaatkan
hidup dan kehidupanya), sikap hidup, dan keterampilan hidup, baik yang bersifat
manual (petunjuk praktis) maupun mental dan sosial. Sedagkan pendidikan sebagai
fenomena adalah perstiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya
ialah berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap hidup atau keterampilan hidup
pada salah satu atau beberapa pihak.dalam konteks pendidikan Islam, berarti
pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup tersebut harus bernafaskan
atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam yang bersumber dari Al-Qur’an
dan As-Sunnah/Al-Hadits.
Urgensi Pendidikan Agama Islam tidak terlepas dari
tujuan pendidikan itu sendiri. Secara umum, Pendidikan Agama Islam bertujuan
untuk “meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan peserta
didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan
bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”.
Dari tujuan tersebut dapat ditarik beberapa dimensi
yang hendak ditingkatkan dan dituju oleh kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama
Islam, yaitu :
- Dimensi keimanan peserta didik terhadap ajaran agama Islam. Dimensi pemahaman atau penalaran (intelektual)
- Dimensi penghayatan atau pengalaman batin yang dirasakan peserta didik dalam menjalankan Ajaran Islam.
- Dimensi pengamalanya, dalam arti bagaimana ajaran Islam yang telah diimani, dipahami dan dihayati atau diinternalisasi oleh peserta didik itu mampu menumbuhkan motivasi dalam dirinya untuk menggerakan, mengamalkan, dam menaati ajaran agama dan nilai-nilainya dalam kehidupan pribadi, sebagai manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta mengaktualisasikan dan merealisasikanya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Tujuan PAI tersebut dapat lebih dipersingkat lagi,
yaitu: ”agar siswa memahami, menghayati, meyakini, dan mengamalkan Ajaran Islam
sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT dan
berakhlak mulia”. Rumusan tujuan PAI ini mengandung pengertian bahwa proses
pendidikan Agama Islam yan dilalui dan dialami oleh siswa di sekolah dimulai
dari tahapan kognisi, yakni pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap ajaran dan
nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam, untuk selanjutnya menuju
ketahapan afeksi, yakni terjadinya proses internalisasi ajaran dan nilai agama
kedalam diri siswa, dalam arti menghayati dan meyakininya.
Tahapan afeksi ini terkait erat dengan kognisi, dalam
arti penghayatan dan keyakinan siswa menjadi kokoh jika dilandasi oleh
pengetahuan dan pemahamanya terhadap ajaran dan nilai Agama Islam (tahapan
psikomotorik) yang telah diinternalisasikan dalam dirinya. Dengan demikian,
akan terbentuk manusia muslim yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia.
Tugas Guru Pendidikan Agama Islam adalah berusaha
secara sadar untuk membimbing, mengajar dan/atau melatih siswa agar dapat :
Meningkatkan
keimanan dan ketaqwaanya kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam
lingkungan keluarga.
- Menyalurkan bakat dan minatnya dalam mendalami bidang agama serta mengembangkanya secara optimal, sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri daan dapat pula bermanfaat bagi orang lain.
- Memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahanya dalam keyakinan, pemahaman dan pengamalan Islam dalam kehidupan sehari-hari.
- Menangkal dan mencegah pengaruh negative dari kepercayaan, paham atau budaya lain yang membahayakan dan menghambat perkembangan keyakinan siswa.
- Menyesuaikan diri dengan lingkunganya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial yang sesuai dengan ajaran Islam.
- Menjadikan ajaran Islam sebagai pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
- Mampu memahami, mengilmui pengetahuan agama Islam secara menyeluruh sesuai dengan daya serap siswa dan keterbatasan waktu yang tersedia.
DAFTAR PUSTAKA
Muhaimin, suti’ah, Nur Ali,
Paradigma Pendidikan Islam: Upaya mengefektifkan pendidikan agama Islam di
sekolah, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002.
Idi, Abdullah, pengembangan
kurikulum: teori dan praktik, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1999.
No comments:
Post a Comment