AKHLAK SISWA DI SEKOLAH
1. Pengertian
Akhlak
Menurut pendekatan etimologi, perkataan
"akhlak" berasal dari bahasa
Arab jama' dari bentuk mufradnya "Khuluqun" ( خُلُقٌ ) yang menurut
logat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat
tersebut mengandung segi-segi persesuain dengan perkataan "khalkun" (
خَلْقٌ ) yang berarti kejadian, serta erat hubungan "
Khaliq" ( خَالِقٌ ) yang berarti Pencipta dan "Makhluk" ( مَخْلُوْقٌ ) yang berarti
yang diciptakan. (Zahruddin AR, 2004:1).
Baik
kata “akhlaq” atau “khuluq” kedua-duanya
dapat dijumpai di
dalam al-Qur'an, sebagai berikut: “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang
agung.” (Q.S. Al-Qalam, 68:4).
Sedangkan menurut pendekatan secara terminologi, berikut ini beberapa pakar mengemukakan pengertian akhlak sebagai berikut:
a. Ibn
Miskawaih :
“Akhlak
adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran lebih dahulu.”
(Zahruddin AR, 2004:4)
b. Imam
Al-Ghazali :
Akhlak
adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai
perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan pertimbanagan. Jika sikap itu
yang darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari
segi akal dan
syara', maka ia disebut akhlak yang baik. Dan jika lahir darinya perbuatan
tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak yang buruk. (Moh. Ardani, 2005:29)
c. Prof.
Dr. Ahmad Amin :
Sementara
orang mengetahui bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya, kehendak itu bila
membiasakan sesuatu, kebiasaan itu
dinamakan akhlak. Menurutnya kehendak ialah ketentuan dari
beberapa keinginan manusia
setelah imbang, sedang kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang-ulang
sehingga mudah melakukannya, Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan ini
mempunyai kekuatan, dan gabungan dari kekuatan itu menimbulkan kekuatan yang
lebih besar. Kekuatan besar inilah yang bernama akhlak. (Zahruddin AR,
2004:4-5)
Jika diperhatikan dengan seksama, tampak
bahwa seluruh definisi akhlak
sebagaimana tersebut diatas tidak ada yang saling bertentangan, melainkan saling melengkapi, yaitu sifat yang
tertanam kuat dalam jiwa yang nampak dalam perbuatan lahiriah yang dilakukan
dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran
lagi dan sudah menjadi kebiasaan.
Selanjutnya Abuddin
Nata (2005 : 274)
mengatakan
bahwa ada lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak yaitu :
Pertama
perbuatan
akhlak tersebut sudah menjadi kepribadian yang tertanam kuat dalam jiwa
seseorang.
Kedua perbuatan akhlak merupakan perbuatan yang dilakukan dengan acceptable
dan tanpa pemikiran (unthouhgt).
Ketiga, perbuatan akhlak
merupakan
perbuatan tanpa paksaan.
Keempat, perbuatan dilakukan dengan sebenarnya
tanpa ada unsur sandiwara. Kelima, perbuatan dilakukan untuk menegakkan
kalimat Allah.
Dengan demikian disimpulkan bahwa
akhlak adalah suatu kondisi dalam jiwa yang dapat melahirkan sikap perilaku
yang bersifat reflektif, tanpa perlu pemikiran ataupun paksaan. Secara umum
kondisi jiwa tersebut merupakan suatu tabi’at (watak), yang dapat melahirkan
sikap perilaku yang baik ataupun yang buruk.
Jika dikaitkan dengan kata Islami, maka
akan berbentuk akhlak Islami, secara sederhana akhlak Islami diartikan sebagai
akhlak yang berdasarkan ajaran Islam atau akhlak yang bersifat Islami.
Kata Islam yang berada di belakang kata akhlak dalam menempati posisi
sifat. Dengan demikian akhlak
Islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah
daging dan sebernya berdasarkan pada ajaran Islam. Dilihat dari segi
sifatnya yang universal, maka akhlak Islami
juga bersifat universal. (Abuddin Nata, 2003:147).
Dari definisi di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa dalam menjabarkan akhlak universal diperlukan bantuan
pemikiran akal manusia dan kesempatan
sosial yang terkandung dalam ajaran etika dan moral. Menghormati
kedua orang tua misalnya adalah akhlak
yang bersifat mutlak dan universal. Sedangkan bagaimana bentuk dan cara
menghormati oarng tua itu dapat
dimanifestasikan oleh hasil pemikiran manusia.
Jadi, akhlak Islam bersifat mengarahkan,
membimbing, mendorong, membangun peradaban manusia dan mengobati bagi penyakit
sosial dari jiwa dan mental, serta tujuan berakhlak yang baik untuk mendapatkan
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Dengan demikian akhlak Islami itu jauh
lebih sempurna dibandingkan dengan akhlak lainnya. Jika aklhak lainnya hanya
berbicara tentang hubungan dengan manusia, maka akhlak Islami berbicara pula
tentang cara berhubungan dengan binatang, tumbuh-tumbuhan, air, udara dan lain
sebagainya. Dengan cara demikian, masing-masing makhluk merasakan fungsi dan
eksistensinya di dunia ini.
2.
Landasan Akhlak
Akhlak merupakan sistem moral atau
akhlak yang berdasarkan Islam, yakni
bertititk tolak dari aqidah yang diwahyukan Allah kepada Nabi atau Rasul-Nya yang kemudian agar disampaikan
kepada umatnya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Mustofa (1997:149) bahwa :
Akhlak
Islam, karena merupakan sistem akhlak yang berdasarkan kepada kepercayaan kepada Tuhan, maka
tentunya sesuai pula dengan dasar dari pada agama itu sendiri. Dengan demikian,
dasar atau sumber pokok daripada akhlak
adalah al-Qur'an dan al-Hadits yang merupakan sumber utama dari agama itu
sendiri.
Dengan
demikian, maka yang menjadi landasan pokok akhlak adalah al-Qur’an dan
as-Hadits.
Pribadi Nabi Muhammad adalah contoh yang
paling tepat untuk dijadikan teladan
dalam membentuk kepribadian. Begitu juga sahabat-sahabat Beliau yang selalu berpedoman kepada
al-Qur'an dan as-Sunah dalam kesehariannya. Nabi SAW bersabda :
عَنْ أَنَسِ ابْنِ مَالِكٍ قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ
تَضِلُّوْا بَعْدَهُمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ.
Artinya:
Dari
Anas bin Malik r.a. berkata, bahwa Nabi saw bersabda : "Telah ku
tinggalkan atas kamu sekalian dua perkara, yang apabila kamu berpegang kepada keduanya, maka tidak akan
tersesat, yaitu Kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya”. (Mustofa
(1997:149)
Dengan demikian tidak diragukan lagi bahwa
segala perbuatan atau tindakan manusia
apapun bentuknya pada hakekatnya adalah bermaksud mencapai kebahagiaan, sedangkan untuk
mencapai kebahagiaan menurut sistem
moral atau akhlak yang agamis
(Islam) dapat dicapai dengan jalan menuruti perintah Allah yakni dengan
menjauhi segala larangan-Nya dan
mengerjakan segala perintah-Nya, sebagaimana yang tertera dalam pedoman
dasar hidup bagi setiap muslim yakni al-Qur'an dan al-Hadits.
3.
Ruang Lingkup Akhlak
Siswa di Sekolah
Pada dasarnya ruang lingkup akhlak
Islami adalah sama dengan ruang ajaran Islam itu
sendiri, khususnya yang
berkaitan dengan pola
hubungan. Akhlak Islami mencakup berbagai aspek, dimulai dari akhlak
terhadap Allah, hingga sesama
makhluk (manusia, binatang,
tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda yang tak bernyawa) (M. Quraish
Shihab, 1996 :261)
Berbagai bentuk dan ruang
lingkup akhlak Islami yang
demikian itu dapat dipaparkan sebagai
berikut:
a. Akhlak terhadap
Allah, seperti: bertaqwa
kepada-Nya, sabar dalam menghadapi musibah,
bersyukur terhadap segala
ni’mat-Nya dan sebagainya.
b. Akhlak
terhadap sesama manusia, yaitu:
1) Akhlak terhadap
diri sendiri, seperti:
jujur, optimis, hemat
dan sebagainya.
2) Akhlak terhadap
Bapak/Ibu (Guru), seperti:
berbakti kepada bapak/Ibu (Guru),
Menghormati Bapak/ibu (Guru), dan sebagainya.
3) Akhlak terhadap
orang lain (teman,
masyarakat), seperti: berkata jujur, memaafkan kesalahan orang lain
dan sebagainya.
c. Akhlak terhadap
lingkungan, seperti: menjaga
kebersihan kelas, memelihara
lingkungan dan sebagainya.
Ruang lingkup materi pendidikan
akhlak secara terperinci dikemuakakan oleh Mohammad Daud Ali (1997:458) yang
dapat disajikan sebagai berikut :
1)
Akhlak
terhadap Alloh (Kholiq) antara lain adalah :
a)
Al-Hubb, yaitu mencintai Alloh melebihi
cinta kepada apa dan siapapun juga dengan mempergunakan firman-Nya dalam al-Qur’an sebagai pedoman hidup dan
kehidupan. Kecintaan itu diwujudkan dengan cara melaksanakan segala perintah
dan menjauhi segala larangan-Nya.
b)
Ar-Roja’ yaitu mengharapkan karunia dan
berusaha untuk memperoleh keridhoan Alloh SWT.
c)
Asy-Syukr, yaitu mencyukuri segala karunia
dan nikmat dari Alloh dengan cara menggunakannya sebagai sarana untuk berbakti
kepada-Nya.
d)
Qona’ah yaitu menerima dengan ikhlas semua
ketentuan dan keputusan Alloh SWT setelah berikhtiar secara maksimal.
e)
Memohon
ampunan hanya kepada Alloh SWT.
f)
At-Taubat, bertaubat hanya kepada Allah SWT.
Taubat yang paling murni dan tinggi adalah taubat nashuha yaitu taubat dengan
sebanar-benarnya taubat, dengan menunjukkan adanya penyesalan atas kesalahan
yang telah dilakukan serta adanya perubahan ke arah kebaikan.
g)
At-Tawakkal, yaitu berserah diri atau
menyandarkan keputusan atas segala urusan hanya kepada Alloh SWT.
2)
Akhlak
terhadap makhluk dapat dikategorikan lagi menjadi dua yaitu :
a)
Akhlak
terhadap manusia, antara lain :
(1)
Akhlak
terhadap Rasulullah SAW, yaitu :
(a)
Mencintai
Rasulullah SAW secara tulus dengan mengikuti semua sunnahnya.
(b)
Menjadikan
Rasulullah SAW sebagai idola, suri teladan dalam hidup dan kehidupan.
(c)
Menjalankan
apa yang diperintah-Nya dan tidak melakukan apa yang dilarang-Nya.
(2)
Akhlak
terhadap orangtua (birrul walidain), misalnya :
(a)
Mencintai
mereka melebihi cinta kepada kerabat lain.
(b)
Merendahkan
diri kepada keduanya diiringi rasa hormat dan kasih sayang.
(c)
Berkomunikasi
dengan orangtua secara khidmat, mempergunakan kata-kata lemah lembut.
(d)
Berbuat
baik kepada ibu-bapak dengan sebaik-baiknya, dengan mengikuti nasehat baiknya,
tidak menyinggung perasaannya, dan membuatnya ridha.
(e)
Mendo’akan
keselamatan dan ampunan bagi mereka kendatipun seorang atau kedua-duanya telah
meninggal dunia.
(3)
Akhlak
terhadap diri sendiri, antara lain :
(a)
Memelihara
kesucian diri.
(b)
Menutup
aurat (bagian tubuh yang tidak boleh kelihatan menurut hukum dan akhlak Islam).
(c)
Jujur
dalam perkataan, berbuat ikhlas dan rendah hati (tawadhu).
(d)
Malu
melakukan perbuatan jahat, jelek atau tercela.
(e)
Menjauhi
berbagai penyakit hati, seperti dengki, dendam dan sebagainya.
(f)
Berlaku
adil terhadap diri sendiri dan orang lain.
(g)
Menjauhi
segala perkataan dan perbuatan yang sia-sia, tidak ada manfaatnya.
(4)
Akhlak
terhadap keluarga/karib kerabat, antara lain :
(a)
Saling
membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga.
(b)
Saling
menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak.
(c)
Berbakti
kepada ibu bapak.
(d)
Mendidik
anak-anak dengan penuh kasih sayang.
(e)
Memelihara
hubungan silaturrahim dan melanjutkan silaturrahmi yang dibina orangtua yang
telah meninggal dunia.
(5)
Akhlak
terhadap tetangga, antara lain :
(a)
Saling
mengunjungi.
(b)
Saling
membantu dalam segala kondisi dan dalam hal kebaikan.
(c)
Saling
memberi dan menghormati.
(d)
Saling
menghindari kejelekan, permusuhan atau pertengkaran.
(6)
Akhlak
terhadap masyarakat, antara lain :
(a)
Memuliakan
tamu.
(b)
Menghormati
nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.
(c)
Saling
menolong dalam kebajikan dan taqwa.
(d)
Menganjurkan
anggota masyarakat termasuk diri sendiri untuk berbuat baik dan mencegah dari
perbuatan jahat.
(e)
Memberi
makan fakir miskin dan berusaha melapangkan hidup da kehidupannya.
(f)
Bermusyawarah
dalam segala urusan mengenai kepentingan bersama.
(g)
Mentaati
putusan yang telah diambil.
(h)
Menunaikan
amanah dengan jalan melaksanakan kepercayaan yang diberikan seseorang atau
masyarakat.
(i)
Menepati
janji.
3)
Akhlak
terhadap bukan manusia (lingkungan hidup), antara lain :
(1)
Sadar
dan memelihara kelestarian lingkungan hidup.
(2)
Menjaga
dan memanfaatkan alam terutama hewani dan nabati, fauna dan flora yang senggaja
diciptakan Tuhan untuk kepentingan manusia dan makhluk lain.
(3)
Sayang kepada sesama makhluk.
4.
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Akhlak
Pada dasarnya setiap manusia memiliki
keinginan untuk memiliki kepribadian yang baik. Nipa Abdul Halim (2000:12)
mengemukakan bahwa :
Setiap
orang ingin agar menjadi orang yang baik, mempunyai kepribadian yang kuat, dan
sikap mental yang kuat dan akhlak yang terpuji. Semua itu dapat diusahakan
dengan melalui pendidikan, untuk itu perlu dicari jalan yang dapat membawa
kepada terjaminnya akhlak perilaku ihsan. Dengan demikian pendidikan agama
harus diberikan secara terus-menerus baik faktor kepribadian, faktor keluarga,
pendidikan formal, pendidikan nonformal atau lingkungan masyarakat.
Para siswa merupakan generasi muda yang
merupakan sumber insani bagi pembangunan nasional, untuk itu pula pembinaan
bagi mereka dengan mengadakan upaya-upaya pencegahan pelanggaran norma-norma
agama dan masyarakat.
Secara umum pengaruh pendidikan akhlak
seseorang tergantung pada dua faktor yaitu:
a. Faktor
Internal
Faktor Internal / kepribadian dari orang
itu sendiri. Perkembangan agama pada seseorang sangat ditentukan oleh
pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa–masa pertumbuhan
yang pertama (masa anak) dari umur 0-12 tahun. Kemampuan seseorang dalam
memahami masalah-masalah agama atau ajaran-ajaran agama, hal ini sangat
dipengaruhi oleh intelejensi pada orang itu sendiri dalam memahami
ajaran–ajaran Islam. (Zakiah Darajdat, 1970:58)
a. Faktor
Eksternal
Ada beberapa faktor eksternal yang bisa
mempengaruhi akhlak (moral) seseorang
yaitu:
1) Lingkungan
Keluarga
Pada
dasarnya, lingkungan lain menerima anak-anak setelah mereka dibesarkan dalam
lingkungan keluarga, dalam asuhan orang tuanya. Dengan demikian, rumah keluarga muslim adalah
benteng utama tempat anak-anak
dibesarkan melalui pendidikan Islam. Yang dimaksud dengan keluarga
muslim adalah keluarga yang mendasarkan aktivitasnya pada
pembentukan keluarga yang sesuai
dengan syariat Islam.
Berdasarkan
al-Quran dan as-Sunnah, kita dapat mengatakan bahwa tujuan terpenting dari
pembentukan keluarga sebagaimana dikemukakan oleh Abdurrahman An-Nahlawi (1995:144)
adalah hal-hal berikut:
1) Mendirikan
syariat Allah dalam segala permasalahan rumah
tangga.
2) Mewujudkan ketentraman
dan ketenangan psikologis.
3) Mewujudkan
sunnah Rasulallah saw.
4) Memenuhi
kebutuhan cinta-kasih anak-anak. Naluri menyayangi anak merupakan potensi yang
diciptakan bersamaan dengan penciptaaan
manusia dan binatang. Allah menjadikan naluri itu sebagai salah satu
landasan kehidupan alamiah, psikologis,
dan sosial mayoritas makhluk hidup.
Keluarga, terutama orang tua, bertanggung jawab untuk memberikan kasih
sayang kepada anak-anaknya.
5) Menjaga
fitrah anak agar anak tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan.
Keluarga
merupakan masyarakat alamiyah, disitulah pendidikan berlangsung dengan sendirinya sesuai dengan
tatanan pergaulan yang berlaku didalamnya. Keluarga merupakan persekutuan
terkecil yang terdiri
dari ayah, ibu dan anak dimana keduanya (ayah dan ibu) mempunyai peranan
yang sangat penting bagi perkembangan anak-anaknya.
Dalam
pembinaan akhlak anak, faktor orangtua sangat menentukan, karena akan masuk ke
dalam pribadi anak bersamaan dengan unsur-unsur pribadi yang didapatnya melalui
pengalaman sejak kecil. Pendidikan keluarga sebagai orangtua mempunyai tanggungjawab
dalam mendidik anak-anaknya karena dalam keluarga mempunyai waktu banyak untuk
membimbing, mengarahkan anak-anaknya agar mempunyai akhlak Islami. (Nipa Abdul
Halim, 2000:12)
Ada
beberapa hal yang perlu direalisasikan oleh orangtua yakni aspek pendidikan
akhlakul karimah. Pendidikan akhlak sangat penting dalam keluarga, karena
dengan jalan membiasakan dan melatih pada hal-hal yang baik, menghormati kepada
orang tua, bertingkah laku sopan, baik dalam berperilaku keseharian maupun
dalam bertutur kata. Pendidikan akhlak tidak hanya secara teoritik namun
disertai contohnya untuk dihayati maknanya, seperti kesusahan ibu yang
mengandungnya, kemudian dihayati apa yang ada dibalik yang nampak tersebut,
kemudian direfleksikan dalam kehidupan kejiwaannya. Oleh karena itu orangtua
berperan penting sebagai pendidik, yakni
memikul pertanggungjawaban terhadap pendidikan
anak. Karena pendidikan itulah yang akan membentuk manusia di masa
depan. (Chabib Thoha, 1996:108)
Keluarga merupakan wadah pertama dan
utama, peletak dasar perkembangan anak. Dari keluarga pertama kali anak
mengenal agama dari kedua orang tua, bahkan pendidikan anak sesungguhnya telah
dimulai sejak persiapan pembentukan keluarga. Setelah mendapatkan pendidikan
akhlak dalam keluarga secara tidak langsung nantinya akan berkembang di
lingkungan masyarakat. Oleh karena itu maka kebiasaan-kebiasaan dalam keluarga
harus dalam pengawasan, karena akan sangat berpengaruh pada diri anak, kebiasaan
yang buruk dari keluarga terutama dari kedua orang tua akan cepat ditiru oleh
anak-anaknya, menjadi kebiasaan anak yang buruk. Dengan demikian juga kebiasaan
yang baik akan menjadi kebiasaan anak yang baik. Peran orang tua dan anggota
keluarga sangat sangat menentukan masa depan anaknya. (Zakiah Darajdat,
1970:58)
Sejak
seorang anak lahir, ibunyalah yang
selalu ada disampingnya, oleh karema itu
ia meniru perangai ibunya, karena ibunyalah yang pertama dikenal oleh anaknya dan sekaligus menjadi temannya
yang pertama yang dipercayai. Begitu juga ayah mempunyai pengaruh yang besar
terhadap akhlak anaknya, sebagaimana dijelaskan Risnayanti (2004:29-30) bahwa :
Disamping ibunya, ayah juga mempunyai
pengaruh yang mana besar terhadap
perkembangan akhlak anak, dimata anak, ayah merupakan seseorang yang tertinggi dan terpandai
diantara orang- orang yang
di kenal dalam lingkungan
keluarga, oleh karena ayah melakukan pekerjaan sehari-hari berpengaruh gara
pekerjaan anaknya. Dengan demikian, maka sikap dan perilaku ayah dan ibu
mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan akhlak anak-anaknya.
Supaya
perkembangan akhlak/moral keagamaan anak dapat berkembang dengan baik,
sebaiknya keluarga utamanya ayah dan ibu memperhatikan hal-hal sebagai berikut
(http://4fif.wordpress.com/ April 2009) :
1) Konsisten
dalam mendidik
Ayah
dan ibu harus memiliki sikap dan perlakuan yang sama dalam melarang dan
membolehkan tingkah laku tertentu pada anak. Pada kenyataanya masih banyak kita
jumpai orangtua yang tidak kompak dalam mendidik anaknya, hal ini disebabkan
kurangnya pengetahuan orangtua dan juga dipengaruhi rasa ego.
Ketidak-kompakan
orangtua dalam mendidik anaknya berakibat kurang baik terhadap moral anak,
biasanya mereka bingung membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana
yang boleh dan mana yang tidak boleh, patuh pada aturan bapak atau patuh pada
aturan ibu, dan lain sebagainya. Maka sebaiknya ayah dan ibu menyamakan
persepsi dalam memberikan didikan pada anak-anaknya.
Sikap
orangtua dalam keluarga secara tidak langsung mempengaruhi perkembangan moral
anak. Melalui proses peniruan (imitasi) mereka mereka merekam sikap ayah pada ibu
dan sebaliknya, sikap orangtua pada tetangga tetangga sekitarnya akan dengan
mudah ditiru oleh anak. Sikap yang otoriter orangtua akan membuahkan sikap yang
sama pada anak. Sebaliknya sikap kasih sayang, keterbukaan, musyawarah, dan
konsisten, juga akan membuahkan sikap yang sama pada anak.
Menurut
penulis, sebaiknya orangtua memberikan contoh (tauladan) moral yang baik pada
anak-anaknya, agar dimasa yang akan datang anak-anaknya menjadi orang yang
berguna.
3) Penghayatan
dan pengamalan agama yang dianut
Orangtua
berkewajiban menanamkan ajaran-ajaran agama yang dianutnya kepada anak, baik
berupa bimbingan-bimbingan maupun contoh implementasinya dalam kehidupan
sehari-hari. Keteladanan orangtua dalam menjalankan moral keagamaan merupakan
cara yang paling baik dalam menanamkan moral keagamaan anak.
Dengan
perkembangan akhlak/moral keagamaan yang baik pada anak sudah barang tentu akan
berpengaruh terhadap budi pekerti atau tingkah laku anak pada masa yang akan
datang. Di samping faktor pengaruh keluarga, faktor lingkungan masyarakat dan
pergaulan anak juga mempengaruhi perkembangan moral keagamaan anak, pada
perkembangannya terkadang anak lebih percaya kepada teman dekatnya dari pada
orangtuanya, terkadang juga lebih mematuhi orang-orang yang dikaguminya seperti
; gurunya, artis favoritnya, dan sebagainya.
Keluarga
dengan akhlak yang baik dan lingkungan masyarakat yang baik, secara teoritis
akan berpengaruh positif terhadap perkembangan akhlak mulia pada anak.
2) Lingkungan
Sekolah
Perkembangan
akhlak anak yang dipengaruhi oleh lingkungan sekolah. Di sekolah
ia berhadapan dengan
guru-guru yang berganti-ganti. Kasih guru
kepada murid tidak mendalam seperti
kasih orang tua kepada
anaknya, sebab guru
dan murid tidak
terkait oleh tali kekeluargaan. Guru
bertanggung jawab terhadap
pendidikan murid-muridnya, ia
harus memberi contoh
dan teladan bagi
bagi mereka, dalam segala mata
pelajaran ia berupaya menanamkan akhlak
sesuai dengan ajaran Islam.
Bahkan diluar sekolah
pun ia harus
bertindak sebagai seorang pendidik.
Sehubungan
dengan pengaruh lingkungan sekolah, Risnayanti (2004:30) mengemukakan bahwa :
Kalau di rumah anak bebas dalam
gerak-geriknya, ia boleh makan apabila lapar, tidur apabila mengantuk dan boleh
bermain, sebaliknya di sekolah suasana bebas seperti itu tidak terdapat. Disana
ada aturan-aturan tertentu. Sekolah
dimulai pada waktu yang ditentukan, dan ia
harus duduk selama waktu itu pada waktu yang ditentukan pula. Ia tidak boleh
meninggalkan atau menukar tempat, kecuali seizin gurunya. Pendeknya ia harus
menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan yang ada ditetapkan.
Berganti-gantinya guru dengan kasih sayang yang kurang mendalam, contoh
dari suri tauladannya, suasana yang tidak sebebas dirumah anak-anak, memberikan
pengaruh terhadap perkembangan akhlak mereka.
3) Lingkungan
Masyarakat
Lembaga
non-formal akan membawa seseorang berperilaku yang lebih baik, karena di
dalamnya akan memberikan pengarahan-pengarahan terhadap norma-norma yang baik
dan buruk. Misalnya pengajian, ceramah yang barang tentu akan memberikan
pengarahan yang baik, tak ada seorang mubaligh yang mengajak hadirin untuk
melakukan perbuatan yang tidak baik.
Pendidikan
yang bersifat non formal yang terfokus pada agama ternyata akan mempengaruhi
pembentukan akhlak pada diri seseorang. Karena itu menurut M. Abdul Quasem
(1988 : 94) bahwa “Nilai-nilai dan kebiasaan masyarakat yang tidak bertentangan
dengan nilai-nilai Islam apalagi yang membawa maslahat dapat dimanfaatkan
sebagai bahan dalam menentukan kebijaksanaan.”
Akhlak
yang baik dapat pula diperoleh dengan memperhatikan orang-orang baik dan
bergaul dengan mereka, secara alamiah manusia itu meniru tabiat seseorang tanpa
dasar bisa mendapat kebaikan dan keburukan dari tabiat orang lain. Interaksi edukatif antara individu dengan
individu lainnya yang berdasarkan nilai-nilai Islami agar dalam masyarakat itu
tercipta masyarakat yang berakhlakul karimah.
Lingkungan
masyarakat yakni lingkungan yang selalu mengadakan hubungan dengan cara bersama
orang lain. Oleh karena itu lingkungan masyarakat juga dapat membentuk akhlak
seseorang, di dalamnya orang akan menatap beberapa permasalahan yang dapat
mempengaruhi bagi perkembangan, baik dalam hal-hal yang positif maupun negatif
dalam membentuk akhlak pada diri seseorang. Oleh karena itu lingkungan yang
berdampak negatif tersebut harus diatur, supaya interaksi edukatif dapat
berlangsung dengan sebaik-baiknya. (Nur Uhbiyati, 1997:235)
Dari
penjelasan di atas ditegaskan bahwa manusia hidup membutuhkan orang lain.
Maksudnya bahwa tak seorangpun manusia yang bisa hidup sendiri. Jika dikaitkan
lingkungan sekolah, hal ini sama bahwa mereka dalam hidup saling membutuhkan
dan saling mempengaruhi satu sama lain. Misalkan ketika ia melihat temannya
yang rajin melakukan kegiatan keagamaan di lingkungan sekolah maka secara tidak
langsung dia akan terpengaruh juga dengan kegiatan temannya. Jadi lingkungan
sangat memberikan pengaruh yang besar bagi pertumbuhan pola pikir dan akhlak
seseorang.
Menurut
Nur Uhbiyati (1997:235) ada tiga macam pengaruh lingkungan pendidikan terhadap
keberagamaan dan akhlak seseorang yaitu :
a) Lingkungan
yang acuh tak acuh terhadap agama.
Lingkungan semacam ini ada kalanya berkeberatan terhadap pendidikan agama, dan
ada kalanya pula agar sedikit tahu tentang hal itu.
b) Lingkungan
yang berpegang pada tradisi agama, tetapi tanpa keinsafan batin.
Biasanya lingkungan demikian
menghasilkan seseorang beragama yang secara tradisional tanpa kritik atau
beragama secara kebetulan.
c) Lingkungan
yang memiliki tradisi agama dengan sadar
dan hidup dalam kehidupan yag beragama.
Lingkungan ini memberikan motivasi atau
dorongan yang kuat kepada seseorang untuk memeluk dan mengikuti pendidikan
agama yang ada, apabila lingkungan ini ditunjang oleh anggota-anggota
masyarakat yang baik dan kesepakatan memadai, maka kemungkinan besar hasilnya
pun paling baik untuk mewujudkan akhlak pada diri orang yang ada disekitarnya.
Masyarakat
di sini juga ikut mempengaruhi akhlak atau perilaku seseorang yang ada
disekitarnya, yang dalam kehidupan sehari-harinya ia tak mungkin lepas dari
pengaruh lingkungan dimana ia tinggal. Menurut Mansur (2004:83) bahwa :
Lingkungan pergaulan merupakan alat
pendidikan, meskipun keadaan maupun peristiwa apapun yang terjadi tidak bisa
dirancang, sehingga keadaan tersebut mempunyai pengaruh terhadap pembentukan
kepribadian seorang baik berdampak baik maupun akan berdampak jelek.
Lingkungan
pergaulan yang baik akan mendukung pula perkembangan pribadi seseorang yang
disekitarnya. Namun pergaulan yang jelek pun sangat mendukung kepribadian yang
buruk, bahkan bisa merusak akidah-akidah yang telah tertanam pada diri sejak
kecil, jika ia tidak pandai mengawasi dan menyaring (memfilter) dari segala
pergaulan yang terjadi di masyarakat.
Dalam
kegiatan masyarakat cenderung bersifat pengajaran orang dewasa, di lingkungan
agama Islam bentuk jalur ini yang kegiatannya diprogramkan dalam instansi-instansi
sekolah. Dasar-dasar pengembangan intelektual dalam Islam harus bersumber dari
Al-Qur’an dan Hadist.
Jadi
disini kita atau orang dewasa harus berhati-hati terhadap berbagai macam faktor
yang bisa mempengaruhi akhlak yang tidak baik. Apabila nilai-nilai agama banyak
masuk ke dalam pembentukan kepribadian seseorang, maka tingkah laku oang
tersebut akan banyak diarahkan dan dikendalikan oleh nilai-nilai agama. Oleh
karena itu sebagai orangtua hendaknya melakukan pengawasan yang ketat dalam hal
perilaku/akhlak dalam lingkungan masyarakat.
Tanggung
jawab masyarakat terhadap pendidikan anak-anak menjelma dalam beberapa perkara
dan cara yang dipandang merupakan
metode pendidikan masyarakat utama. Cara yang terpenting sebagaimana
dikemukakan Abdurrahman An-Nahlawi (1995:176-181) sebagai berikut :
1) Pertama,
Allah menjadikan masyarakat sebagai penyuruh kebaikan dan pelarang kemunkaran.
2) Kedua,
dalam masyarakat Islam, seluruh anak-anak dianggap anak sendiri atau anak
saudaranya sehingga ketika memanggil anak
siapa pun dia, mereka akan memanggil dengan “Hai anak saudaraku!” dan
sebaliknya, setiap anak-anak atau remaja akan memanggil setiap orang tua dengan
panggilan, “Hai Paman!”.
3) Ketiga,
untuk menghadapi orang-orang yang membiasakan
dirinya berbuat buruk, Islam
membina mereka melalui salah satu cara membina dan mendidik manusia.
4) Keempat,
masyarakat pun dapat melakukan pembinaan melalui pengisolasian, pemboikotan,
atau pemutusan hubungan kemasyarakatan. Atas izin Allah dan Rasulullah SAW.
5) Kelima,
pendidikan kemasyarakatan dapat juga dilakukan melalui
kerjasama yang utuh karena
bagaimanapun, masyarakat
muslim adalah masyarakat yang
padu.
6) Keenam,
pendidikan kemasyarakatan bertumpu pada landasan afeksi masyarakat, khususnya rasa saling
mencintai.
Masyarakat
turut serta memikul tanggung jawab pendidikan dan masyarakat juga mempengaruhi
akhlak siswa atau anak. Masyarakat yang
berbudaya, memelihara dan menjaga
norma-norma dalam kehidupan dan
menjalankan agama secara baik akan membantu perkembangan akhlak siswa
kepada arah yang baik, sebaliknya masyarakat yang melanggar norma-norma yang berlaku dalam kehidupan dan
tidak tidak menjalankan ajaran agama secara baik, juga akan memberikan pengaruh
kepada perkembangan akhlak siswa, yang membawa mereka kepada akhlak yang baik.
Dengan
demikian, di pundak masyarakat terpikul keikutsertaan dalam membimbing dan perkembangan akhak siswa. Menurut
Risnayanti (2004:31) bahwa, “Tinggi dan rendahnya kualitas
moral dan keagamaan
dalam hubungan sosial dengan siswa amatlah mendukung kepada perkembangan sikap dan perilaku mereka.”
4) Faktor
visual dan audio visual
Tidak hanya pengaruh lingkungan tapi
masih banyak lagi misalnya TV, majalah dan tayangan-tayangan lain yang bisa
memberikan banyak pengaruh pada kepribadian dan akhlak anak. Misalkan kita
melihat tayangan-tayangan barat atau film-film porno, maka kalau anak-anak
didik kita tidak dibekali dengan ilmu agama maka ia akan terjerumus ke
dalamnya. Belum lagi sekarang marak dengan majalah-majalah yang menyajikan
tentang beragam busana yang jorok yang sangat tidak pantas dipakai oleh budaya
kita. Sementara anak seusia SD itu adalah masa dimana keinginan untuk mencoba
sangat tinggi. Oleh karena itu kita harus berhati-hati memberikan pengarahan
kepada anak-anak kita agar mereka selalu memegang ajaran agama. (Nazaruddin
Razak, 1973:45)
Disinilah pentingnya peranan penanaman
akhlak yang telah ditanamkan oleh kedua orangtuanya, yang berguna sebagai
filter perkembangan yang telah terjadi pada zaman yang penuh globalisasi ini.
Oleh karena itu selektif dalam memilih teman adalah salah satu kunci untuk
selamat dunia dan akhirat. Hanya orang-orang yang paham akan ajara agama
(Islam) yang bisa selektif dalam bergaul. Karena pada dasarnya Islam mempunyai
misi universal dan abadi. Intinya adalah mengadakan bimbingan bagi kehidupan
mental dan jiwa manusia atau akhlak. Bangsa Indonesia yang mengalami multi
krisis juga disebabkan kurangnya pendidikan akhlak. (Nazaruddin Razak, 1973:45)
Mengenai faktor yang berpengaruh
terhadap akhlak, Abudin Nata (2000: 165) mengemukakan bahwa terdapat tiga
aliran yang sudah sangat populer yang ketiganya dapat mempengaruhi akhlak,
aliran tersebut adalah:
Aliran ini menjelaskan bahwa faktor yang
paling berpengaruh terhadap akhlak adalah pembawaan dari dalam yang bentuknya
dapat berupa kecenderungan, bakat, akal, dan lain-lain. Jika seseorang sudah
memiliki kecenderungan baik, maka dengan sendirinya ia akan menjadi baik.
2) Aliran
Empirisme
Aliran ini menjelaskan bahwa faktor yang
paling berpengaruh terhadap akhlak adalah faktor dari luar yaitu lingkungan
sosial yang termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Jika pendidikan
dan pembinaan yang diberikan kepada anak baik, maka anak itupun akan menjadi
baik.
3) Aliran
Konvergensi
Aliran ini menjelaskan bahwa faktor yang
paling berpengaruh terhadap akhlak adalah faktor internal yaitu pembawaan anak,
dan faktor dari luar yaitu pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khusus
atau melalui interaksi dalam lingkungan sosial. Singkatnya, jika semua anak
didik dididik dan dibina secara intensif dengan beberapa metode yang mengarah
kepada kebaikan, maka anak itupun akan menjadi baik.
Akhlak siswa sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor di atas, oleh karena itu contoh yang baik (uswah hasanah) dari
guru maupun orang tua sangat perlu untuk diperhatikan. Hal tersebut dimaksudkan
agar siswa terbiasa melakukan segala sesuatu sesuai dengan tata kehidupan yang
semestinya. Sehingga siswa benar-benar merasa hidup dalam lingkungan yang baik
(bi’ah hasanah) dimanapun ia berada, disekolah, dirumah, maupun di lingkungan
tempat tinggalnya.
5.
Indikator Akhlak
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati
tempat yang sangat penting, baik sebagai individu maupun sebagai anggota
masyarakat. Jatuh bangunnya, jaya hancurnya suatu bangsa tergantung bagaimana
akhlak penghuninya.
Seseorang yang berakhlak mulia, selalu melaksanakan
kewajiban-kewajibannya, memberikan hak kepada yang berhak menerimanya. Adapun
kewajiban-kewajiban manusia yang harus dipenuhi adalah kewajiban terhadap
dirinya, kewajiban terhadap Allah SWT, kewajiban terhadap sesama manusia,
kewajiban terhadap makhluk lain dan kewajiban terhadap alam.
Untuk memudahkan penelitian ini, penulis membatasi
persoalan kewajiban-kewajiban manusia tersebut dalam lingkup kewajiban terhadap
Allah SWT, kewajiban terhadap sesama manusia, dan kewajiban terhadap makhluk
lain (tumbuh-tumbuhan dan binatang/hewan).
a.
Akhlak Terhadap Allah SWT
Alam ini mempunyai pencipta dan pemelihara yang
diyakini ada-Nya, yakni Allah SWT. Dia-lah yang memberikan rahmat dan
menurunkan adzab kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dia-lah yang wajib
diibadahi dan ditaati oleh segenap manusia. Sebagai kewajiban dan akhlak
manusia kepada Allah di antaranya; taat, ikhlas, khusyu’, tasyakur (bersyukur),
tawakal, dan taubat. Urutan bahasannya sebagai berikut:
1)
Taat
Taat adalah melaksanakan perintah-perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya. Pengertian taat ini senada dengan pengertian ibadah,
sebab maksud taat disini adalah beribadah kepada Allah.
َاْلعِبَادَةُ
هِىَ التَّقَرُّبُ إِلَى اللهِ بِامْتِثَالِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ
“Ibadah ialah taqarub (mendekatkan
diri) kepada Allah dengan mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala yang
dilarang-Nya.” (Rachmat Djatnika, 1996:187)
Firman Allah
SWT:
وَأَطِيْعُوا
اللهَ وَالرَّسُوْلَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
“Taatlah
kepada Allah dan perintah Rasul agar kamu diberi rahmat” (QS Ali Imron : 132)
2)
Ikhlas
Ikhlas adalah kesesuaian penampilan seorang hamba
antara lahir dan batin. Sedangkan al-Tustari yang dikutip oleh Imam Nawawi
(1996:46) bahwa “Ikhlas adalah gerak seseorang dan diamnya baik penampilan
lahir maupun batin, semuanya itu hanya dibaktikan kepada Allah SWT, tidak
tercampuri sesuatu apapun, baik hawa nafsu maupun keduniaan.”
Beribadah hanya kepada Allah SWT dengan ikhlas dan
pasrah, tidak boleh beribadah kepada apapun dan siapapun selain kepada-Nya. Hal
ini sesuai dengan firman-Nya:
“Manusia tidak diperintah ibadah melainkan (beribadah) kepada
Allah dengan tulus dan ikhlas kebaktian semata-mata karena-Nya” (QS Al-Bayyinah : 5)
3)
Khusyu’
Dalam beribadah kepada Allah hendaklah
besungguh-sungguh, merendahkan diri sepenuhnya dan khusyu’ kepada-Nya.
Sebagaimana firman-Nya yang berbunyi:
قَدْ أَفْلَحَ
الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ هُمْ فِىْ صَلاَتِهِمْ خَاشِعُوْنَ
“Beruntunglah
orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya” (QS
Al-Mu’minun : 1-2)
4)
Tasyakur (bersyukur)
Tasyakur adalah berterimakasih kepada Allah atas
segala pemberian dan merasakan kecukupan atas karunia-Nya. Firman Allah SWT:
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُلُوْا مِنْ طَيِّبَاتِ
مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوْا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ
“Hai
orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizqi yang baik-baik yang telah
Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya
kepada-Nya kamu beribadah.” (QS Al-Baqoroh : 172)
Dan
firman-Nya lagi dalam surat Ibrahim ayat 7, yang berbunyi:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبَّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيْدَنَّكُمْ
وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِىْ لَشَدِيْدٌ
“Dan
ingatlah tatkala Tuhanmu mema’lumkan; jika kalian bersyukur, pasti Kami akan
menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkarinya, sesungguhnya
siksaan-Ku sangat pedih” (QS Ibrahim : 7)
5)
Tawakal
Tawakal adalah mempercayakan diri kepada-Nya dalam
melaksanakan sesuatu pekerjaan yang telah direncanakan dengan mantap (Hamzah
Ya’qub, 1983:143). Firman Allah SWT:
فَإِذَا عَزَمْتَ
فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ
“Apabila
engkau telah mempunyai kemauan yang keras (ketetapan hati), maka percayakanlah
dirimu kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai (mencintai) kepada orang-orang
yang mempercayakan diri”
(QS Ali Imran :
159)
6)
Taubat
Sehubungan dengan taubat ini, Hamzah Ya’qub (1983:144)
mengemukakan :
Manusia
tidak akan lepas dari dosa dan noda. Jika seseorang terjerumus ke dalam salah
satu dosa, hendaklah cepat manusia segera ingat kepada Allah, menyesali
perbuatannya yang salah dan memohon ampun (istighfar) kepada-Nya serta taubat
yang sebenar-benarnya.
Dalam SK Dirjen Diknas NO.12/C/KEP/TU/2008 tentang LHB
disebutkan aspek dan indikator akhlak mulia sebagai berikut :
No.
|
Aspek
|
Indikator
|
1.
|
Kedisiplinan
|
1.1.
Datang tepat waktu
1.2.
Mematuhi tata tertib
1.3.
Mengikuti kegiatan sesuai jadwal
|
2.
|
Kebersihan
|
1.1.
Menjaga kebersihan dan kerapihan pribadi (rambut,
pakaian)
1.2.
Menjaga kebersihan dan kerapihan lingkungan (ruang
belajar, halaman dan membuang sampah pada tempatnya)
|
3.
|
Kesehatan
|
3.1.
Tidak merokok dan minum minuman keras.
3.2.
Tidak menggunakan narkoba
3.3.
Membiasakan hidup sehat melalui aktivitas jasmani
3.4.
Merawat kesehatan diri
|
4.
|
Tanggung
Jawab
|
4.1.
Tidak menghindari kewajiban
4.2.
Melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan
|
5.
|
Sopan
santun
|
5.1.
Bersikap hormat kepada warga sekolah
5.2.
Bertindak sopan dalam perkataan, perbuatan dan cara
berpakaian
5.3.
Menerima nasehat guru
|
6.
|
Percaya
diri
|
6.1.
Tidak mudah menyerah
6.2.
Berani menyatakan pendapat
6.3.
Berani bertanya
6.4.
Mengutamakan usaha sendiri dari pada bantuan
|
7.
|
Kompetitif
|
7.1.
Berani bersaing
7.2.
Menunjukkan semangat berprestasi
7.3.
Berusaha ingin maju
7.4.
Memiliki keinginan untuk tahu
|
8.
|
Hubungan
sosial
|
8.1.
Menjalin hubungan baik dengan warga sekolah
8.2.
Menolong teman yang mengalami kesusahan
8.3.
Bekerjasama dalam kegiatan yang positif
8.4.
Mendiskusikan materi pelajaran dengan guru dan
peserta didik lain
8.5.
Memiliki toleransi dan empati terhadap orang lain
8.6.
Menghargai pendapat orang lain
|
9.
|
Kejujuran
|
9.1.
Tidak berkata bohong
9.2.
Tidak menyontek dalam ulangan
9.3.
Melakukan penilaian diri/antar teman secara
obyektif/apa adanya
9.4.
Tidak berbuat curang dalam permainan
9.5.
Sportif (mengakui keberhasilan dan bisa menerima
kekalahan dengan lapang dada)
|
10.
|
Pelaksanaan
Ibadah Ritual
|
10.1.
Melaksanakan sholat/ibadah sesuai dengan agama
masing-masing
|
No comments:
Post a Comment