HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DENGAN
PERKEMBANGAN PERILAKU ANAK USIA 12 - 15 TAHUN
Oleh: Jajang Sulaeman, S.Pd.
Pendidikan Anak Usia Dini perlu mendapat perhatian serius
dari semua pihak, baik dari keluarga, lingkungan maupun pemerintah. Karena
bagaimanapun, masa kanak-kanak sangat berpengaruh pada proses tumbuh kembang
karakter, kepribadian dan pertumbuhan jasmani si anak. Merujuk pada Rancangan Peraturan
Pemerintah tentang Pendidikan Anak Usia Dini (RPP PAUD) yang mengatur
pendidikan usia dini salah satunya bertujuan untuk mengembangkan potensi
kecerdasan spiritual, intelektual, emosional dan sosial peserta didik pada masa
emas pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan menyenangkan.
Jenjang pendidikan
ini sangat penting dilakukan sebagai sarana menciptakan rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak sedini
mungkin, agar anak memiliki kesiapan optimal dalam memasuki pendidikan lebih lanjut,
baik yang formal, nonformal, dan informal.
Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa pendidikan yang
diperoleh pada masa usia dini sangat menentukan perkembangan dan pertumbuhan
anak selanjutnya. Usia lahir sampai memasuki pendidikan dasar merupakan masa
keemasan atau disebut “golden age”. Masa ini merupakan masa yang tepat untuk
meletakkan dasar-dasar pengembangan kemampuan fisik, bahasa, sosial-emosional,
konsep diri,seni, moral dan nilai-nilai agama, yang bermuara pada pertumbuhan
dan perkembangan anak yang sehat, cerdas dan mandiri.
Hal
senada juga dikemukakan oleh Sunarwati (2007) bahwa :
Tahun-tahun pertama kehidupan anak
merupakan kurun waktu yang sangat penting dan kritis dalam hal tumbuh kembang
fisik, mental dan psikososial yang berjalan sedemikian cepatnya sehingga
keberhasilan tahun-tahun pertama untuk sebagian besar menentukan hari depan
anak. Kelainan atau penyimpangan apapun apabila diintervensi
secara dini dengan baik pada saatnya, dan tidak terdeteksi secara nyata
mendapatkan perawatan yang bersifat purna yaitu promotif, preventif dan
rehabilitatif akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya
Dari
aspek pendidikan, stumulasi dini sangat diperlukan guna memberikan rangsangan
terhadap seluruh aspek perkembangan anak, yang mencapai : (1) penanaman
nilai-nilai dasar (budi pekerti dan agama); (2) sikap (disiplin dan
kemandirian); dan (3) pengembangan kemampuan dasar (berbahasa, motorik,
kognitif dan sosial).
PAUD merupakan fondasi untuk menanamkan nilai-nilai luhur pada anak dan
cinta pada sesama. Dalam kerangka ini PAUD menjadi sangat strategis, sebab
jenjang ini masa yang paling baik untuk meletakkan dasar yang kokoh bagi
perkembangan mental emosional, akhlak dan potensi otal anak. (Dirjen Mandikdasmen,
2009).
Kualitas stimulus tersebut akan mempengaruhi seluruh aspek kepribadian
anak usia dini dan akan melandasi bagi kehidupan pada masa-masa selanjutnya di
berbagai lingkup kehidupannya.
1.
Hubungan
Penanaman Ketaatan Beribadah di Usia Dini dengan Perilaku Anak Usia 12 – 15
Tahun.
Pendidikan agama sejak usia dini
sungguh sangat penting bagi kehidupan setiap orang. Hal itu akan menjadi
fondasi bagi pendidikan dan perkembangan anak selanjutnya. Ibarat dalam suatu
bangunan, maka pendidikan agama akan menjadi fondasi yang akan menentukan
bentuk dan kekuatan bangunan di atasnya.
Anak yang
terlahir dalam fitrah
yang hanif
harus disiram dengan nilai-nilai Ilahiyah agar kehanifannya terjaga.
Pendidikan Iman ini sangat penting untuk mengikat anak dengan Islam, menanamkan dasar aqidah yang bersih, dan membiasakan anak
dengan nilai-nilai ibadah
sejak kecil.
Mencelupnya dalam celupan (shibghah) yang terbaik. Firman Allah dalam surat al-Baqarah (2) ayat
138 menyebutkan;
”Shibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya daripada Allah? Dan
hanya kepada-Nyalah kami
menyembah.”
(QS. al-Baqarah [2]: 138).
Pendidikan
iman yang diperoleh anak sejak dini akan membekas dalam sanubarinya. Ibarat kain yang dicelup dalam pewarna dan dibiarkan
berhari-hari di dalamnya,
sehingga
tidak ada pori-pori sekecil apapun yang tidak terwarnai. Bukan seperti kapur yang dicelup dalam
segelas air tinta, lalu segera diangkat.
Hanya pinggirnya yang tipis
81 terwarnai.
Celupan
pendidikan imani semenjak kecil akan sangat berpengaruh dalam kehidupan dia selanjutnya. Ia hanya akan menerima Islam sebagai
pengatur kehidupannya,
al-Qur’an
sebagai pedomannya, dan Rasulullah sebagai teladannya. Keimanan yang terpatri dalam hati akan menghiasi lisan serta jasadnya dan
Islam akan melekat
menjadi baju
bagi dirinya sehingga dia akan malu menanggalkannya.
Sehubungan dengan hal tersebut Dr. Ir. Yuliana,
M.Si. (2007) menjelaskan bahwa :
Mendidik anak pada
usia ini ibarat membentuk ukiran di batu yang tidak akan mudah hilang, bahkan
akan membekas selamanya. Artinya, pendidikan pada anak usia dini akan sangat
membekas hingga anak dewasa. Pendidikan pada usia ini adalah peletak dasar bagi
pendidikan anak selanjutnya. Keberhasilan pendidikan usia dini ini sangat
berperan besar bagi keberhasilan anak di masa-masa selanjutnya.
Hal senada juga dikemukakan oleh Fuzsan
(2008) bahwa :
Mengajarkan anak
melaksanakan ibadah harus dilakukan sejak usia dini. Terutama para ibu, yang
sudah mengajarkannya pada anak sejak dalam kandungan. Ia sudah membawa serta
saat sholat maupun ketika melafalkan bacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Setelah
anak mulai memasuki dunia sekolah, tentu proses pengajaran dan pengenalan
tentang ibadah akan sedikit bergeser, yakni pada praktik sehari-hari. Baik
ucapan maupun perbuatan.
Dengan demikian penanaman
nilai-nilai ketaatan beribadah sejak usia dini akan berpengaruh pada
ketaatannya pada masa remaja dan masa-masa selanjutnya. Dalam hal ini penanaman
ketaatan di usia dini menjadi landasan untuk bangunan ketaatan di masa
kehidupan selanjutnya.
2.
Hubungan
Penanaman Rasa Malu di Usia Dini dengan Perilaku Anak Usia 12 – 15 Tahun.
Malu
dalam pandangan Islam bukan berarti minder, tetapi satu perasaan dalam hati
sanubari yang muncul apabila melakukan suatu perbuatan yang tercela,
pelanggaran atau dosa.
Menurut
Prof. Dr. Achmad Satori Ismail (2009) bahwa, “Rasa malu adalah bagian
bahkan inti dari akhlak Islam. Anas r.a. meriwayatkan
hadits bahwa Rasulullah saw telah bersabda: “Setiap agama memiliki akhlak dan
akhlak Islam adalah rasa malu”.
Selanjutnya
Prof. Dr. Achmad Satori Ismail (2009) mengemukakan bahwa “Rasa malu merupakan akhlak yang sejalan dengan fitrah manusia”. Diriwayatkan
dari Ibnu abbas r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda pada Al Asyaj al ‘Asry ;
“Sesungguhnya dalam dirimu terdapat dua sifat yang dicintai Allah yaitu
kesabaran dan rasa malu. ( Musnad ahmad)
Penanaman
rasa malu sebagaimana salah satu bagian penting dari pendidikan akhlak usia
dini akan berpengaruh bagi perkembangan perilaku anak pada masa remaja dan
masa-masa selanjutnya. Sebaliknya, apabila sejak dini tidak ditanamkan rasa
malu, maka pada masa-masa selanjutnya anak akan cenderung rusak akhlaknya,
sehingga muncullah berbagai bentuk kenakalan remaja.
3.
Hubungan Penanaman
Pemeliharaan Diri dari yang Haram di Usia Dini dengan Perilaku Anak Usia 12 – 15 Tahun.
Salah satu bagian dari akhlak Islam adalah kemampuan
memelihara diri dari segala perkara yang syubhat (samar) dan terlebih yang
haram. Sifat ini dikenal dengan istilah wara’.
Dalam Buletin An-Nur (website:
www.alsofwah.or.id)
dikemukakan beberapa definisi tentang wara’ yaitu :
·
Ibrâhim bin Ad-ham
berkata, "Wara' artinya meninggalkan semua syubhat, sedangkan meninggalkan
apa yang tidak menjadi kepentinganmu yaitu meninggalkan hal-hal sampingan (yang
melebihi dari urusan)."
·
Yahya bin Mu'âdz
berkata, "Wara' artinya berhenti sebatas ilmu yang dimiliki tanpa
menakwilnya."
·
Abu Sulaimân ad-Darâny
berkata, "Wara' adalah hal pertama dari zuhud sebagaimana qana'ah (rasa
puas diri) merupakan hal pertama dari ridha."
·
Yûnus bin 'Ubaid berkata, "Wara'
adalah keluar dari semua syubhat dan menghitung diri (muhasabah) dalam setiap
saat."
·
Pendapat lain mengatakan bahwa Wara'
adalah keluar dari hawa nafsu dan meninggalkan hal-hal yang buruk.
Sifat
wara' dan sikap meninggalkan hal-hal yang berbau syubhat dilandasi oleh sebuah
hadits Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam yang sangat terkenal,
yaitu yang diriwayatkan dari an-Nu'man bin Basyir, dia berkata, "Aku telah
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam bersabda:
'Yang halal itu sudah jelas dan
yang haram pun sudah jelas. Sedangkan di antara keduanya terdapat hal-hal yang
samar (syubhat), tidak diketahui oleh banyak orang; siapa saja yang menjauhi
syubhat tersebut, maka ia telah berlepas diri bagi agama dan kehormatannya, dan
siapa saja yang terjerumus ke hal yang syubhat, maka berarti ia telah
terjerumus ke dalam hal yang haram, ibarat seorang penggembala yang menggembala
di seputar pagar larangan di mana hampir saja gembalanya memakan tumbuhan yang
ada di dalamnya. Ketahuilah, sesungguhnya setiap raja memiliki pagar larangan.
Ketahuilah bahwa pagar larangan Allah Subhannahu wa Ta'ala adalah hal-hal yang
diharamkan nya. Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad itu ada segumpal
daging; bila ia baik, maka baiklah seluruh jasad dan bila ia rusak, maka
rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah, bahwa ia adalah qalbu." (Muttafaqun
'alaih)
Sebagai bagian penting dari akhlak
Islam, sifat wara’ ini sangat penting untuk ditanamkan sejak usia dini melalui
program Pendidikan Anak Usia Dini. Sejak dini sesuai dengan tingkat
perkembangannya, anak sudah memperoleh pengertian tentang makna wara’ serta
dilatih untuk membiasakan diri memelihara diri dari segala hal yang syubhat dan
haram.
Dengan asumsi bahwa pendidikan usia
dini akan berpengaruh pada kehidupan anak di masa-masa beirkutnya, maka
penanaman sifat wara’ di usia dini akan menjadi landasan perkembangan anak di
usia remaja dan masa-masa berikutnya. Namun demikian, pengaruh tersebut tidak
bersifat mutlak dan inpenden, karena perkembangan perilaku remaja relatif
komplek, sehingga akan banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya.
4.
Hubungan
Penanaman Hubungan Baik Dengan Sesama di Usia Dini dengan Perilaku Anak Usia 12
– 15 Tahun
Salah
satu misi ajaran Islam adalah perdamaian. Oleh karena itu menciptakan hubungan
yang baik dilandasi nilai-nilai Islam dengan sesama muslim dan manusia pada
umumnya merupakan prasyarat terciptakan kedamaian.
Penanaman
sikap hidup bersosial dengan pola hubungan yang baik sesuai nilai-nilai Islami
dengan semua orang harus ditanamkan sejak usia dini, sehingga akan menjadi
pondasi yang tertanam kuat dalam jiwa anak. Oleh karena itu H. Mas’oed Abidin
(2008) mengemukakan : “Pendidikan
anak sejak usia dini ini, tidak terlepas dari upaya menyiapkan satu generasi
yang beradab, berakhlaq, berakidah dan berprestasi”
Dari
pernyataan di atas tersirat bahwa penanaman akhlak hubungan baik dengan sesama
manusia bukan hanya memiliki hubungan positif dengan perilaku anak ketika masa
remaja dan masa-masa selanjutnya, tetapi juga akan berpengaruh positif bagi
pembentukan genarasi bangsa dan umat manusia pada umumnya.
5.
Hubungan
Faktor Internal dan Eksternal dengan Perilaku Anak Usia 12 – 15 Tahun.
Sebagaimana telah dikemukakan di muka
bahwa perkembangan perilaku anak usia 13 – 15 tahun (remaja) tidak terlepas
dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Artinya perkembangan perilaku remaja
dalam berbagai aspek kehidupannya merupakan akibat dari berbagai faktor yang
mempengaruhinya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002
: 849), “Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (seseorang,
benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang”.
Sedangkan menurut Badudu dan Zain (1994,1031), “Pengaruh adalah daya
yang menyebabkan sesuatu yang terjadi; sesuatu yang dapat membentuk atau
mengubah sesuatu yang lain; dan tunduk atau mengikuti karena kuasa atau
kekuatan orang lain”.
Jadi
dapat disimpulkan, Pengaruh adalah suatu daya yang dapat membentuk atau
mengubah sesuatu yang lain.
Secara umum terdapat beberapa hal yang
memiliki hubungan dalam mempengaruhi perilaku seseorang, antara lain :
a.
Pengaruh dan Emosi
Apabila individu bermaksud untuk
mempengaruhi individu lain sebaiknya ia menyadari bahwa ia sedang melaksanakan
tugas emosional sebagai tugas intelektual; perubahan pada individu, organisasi,
masyarakat, selalu meliputi komponen yang luas dari emosionalitas.
Sebagian
besar pendidik mengajarkan agar kita percaya bahwa kita mempengaruhi orang lain
melalui akal sehat. Orang harus dibujuk dengan fakta, bukti-bukti dan
kebenaran. Kenyataan, akal memiliki
peranan yang kecil dari proses mempengaruhi. Seorang individu merubah
perilakunya atas dasar perasaan, bukan fakta-fakta. Individu berubah karena
ditakut-takuti atau dirayu atau diancam.
2. Motivasi
orang untuk merubah perilaku
Untuk
mengubah perilaku, seseorang harus memliki motif atau tujuan. Harus jelas motif
atau tujuanya. Bentuk paling umum dari ketidakjelasan motif untuk merubah
seseorang bisa berasal dari : konflik kebutuhan-kebutuhan jangka pendek dan
panjang.
3. Kunci
untuk merubah terletak pada orang yang akan dirubah
Pihak
yang diubah harus mempunyai kekuasaan untuk memutuskan apakah ia akan berubah
atau tidak. Seorang yang akan mengubah perilaku dapat mempengaruhi keputusan
tapi tidak dapat membuat keputusan.
4. Perubahan
menimbulkan kebingungan
Selama proses perubahan perilaku
seringkali orang yang akan diubah menjadi bingung ,apakah itu benar atau salah.
Pihak yang mengubah perilaku seringkali keliru menginterpretasikan sikap orang
yang diubahnya. Melihat orang yang diubahnya bingung, dia berpikir usaha-usaha
perubahan yang dilakukanya telah gagal.
5.
Proses perubahan dapat menimbulkan
frustasi dan konflik.
Perilaku
yang pada masa lalu dianggap memadai, sekarang dianggap tidak memadai lagi,
namun tidak ada alternatif yang langsung tersedia sehingga timbul konflik.
Apabila jalan yang ditempuh oleh seseorang pada saat sekarang ini tampak tidak
sebaik pada masa lalu karena telah mulai tampak jalan baru yang lebih baik,
maka akan menemukan konflik, antara jalan lama yang aman dan jalan baru yang
mengandung resiko.
6. Apa
yang perlu diketahui oleh pihak yang merubah
Melakukan
“diagnosa” : pengumpulan informasi tentang orang yang akan dirubah, merupakan
pedoman yang bermanfaat dalam melakukan perubahan.
7. Hal-hal
yang perlu diperhatikan
Siapa
yang paling membutuhkan informasi tentang suatu masalah yang akan dihadapi,
seringkali pihak yang diubah lebih membutuhkan informasi. Pihak yang mengubah
mungkin sangat memahami betul seluk beluk pihak yang diubah, tetapi mungkin dia
tidak mampu mengkomunikasikan kepada pihak yang diubah atau untuk merancang
serangkaian tindakan yang efektif.
8. Jenis
informasi yang bagaimanakah yang dibutuhkan oleh pihak yang merubah dan pihak
yang diubah
Berhubungan
dengan info tentang fakta-fakta dan info-info tentang perasaan. Fakta-fakta dalam arti yang biasa yaitu
fenomena yang dapat diamati mungkin kurang penting dibandingkan dengan perasaan
atau tidak terjadi di dalam situasi yang sedang berubah.
Ketakutan,
keragu-raguan, kepercayaan, ketidakmampuan, ambisi mungkin merupakan info yang
lebih penting bagi pihak-pihak pengubah perilaku dibandingkan dengan
fakta-fakta objektif tentang tugas-tugas atau golongan gaji. Dalam hal ini
pihak pengubah harus peka terhadap perilaku yang ditampilkan dari pihak yang
diubahnya.
9. Berapa
banyak informasi yang perlu dicari
Jika
kita menuntut sesuatu informasi yang sempurna untuk suatu pengambilan
keputusan, kita mungkin tidak akan pernah mencapai keputusan. Maka jika pihak
yang merubah butuh mengetahui tentang pihak yang akan diubahnya, dia perlu
dengan segera mengetahui faktor-faktor yang ada sangkut pautnya dengan masalah
yang ada.
Menurut pendapat para ahli psikologi
terdapat beberapa faktor yang mempunyai hubungan yang mempengaruhi perilaku
seseorang, yang penulis rangkum sebagai berikut :
a. Faktor
Genetik atau Faktor Endogen
Faktor
genetik atau keturunan merupakan konsepsi dasar atau modal untuk kelanjutan
perkembangan perilaku makhluk hidup itu. Faktor genetik berasal dari dalam diri
individu (endogen), antara lain:
1)
Jenis ras
2)
Jenis
kelamin
3)
Sifat
fisik
4)
Sifat
kepribadian
5)
Bakat
pembawaan
6)
Intelegensi
Faktor-faktor tersebut di atas merupakan
faktor internal yang dapat mempengaruhi perilaku remaja. Sedangkan faktor
ekternal yang dapat mempengaruhi perilaku remaja adalah faktor lingkungan.
Dalam hal ini ada empat faktor lingkungan yang mepengaruhi perilaku remaja,
yaitu :
a) Faktor
keluarga
Keluarga
sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan remaja. Kasih sayang orang tua dan
anggota keluarga yang lain akan memberi dampak dalam kehidupan mereka. Demikian
pula cara mendidik dan contoh teladan dalam keluarga khususnya orang tua akan
sangat memberi bekasan yang luar biasa.
Seorang
remaja juga memerlukan komunikasi yang baik dengan orang tua, karena ia ingin
dihargai, didengar dan diperhatikan keluhan-keluhannya. Dalam masalah ini,
diperlukan orang tua yang dapat bersikap tegas, namun akrab. Mereka harus bisa
bersikap sebagai orang tua, guru dan sekaligus kawan.
Dalam
mendidik anak dilakukan dengan cara yang masuk akal (logis), mampu menjelaskan
mana yang baik dan mana yang buruk, melakukan pendekatan persuasif dan
memberikan perhatian yang cukup. Semua itu tidak lain, karena remaja sekarang
semakin kritis dan wawasannya berkembang lebih cepat akibat arus informasi dan
globalisasi.
b) Lingkungan
sekolah
Sekolah adalah rumah kedua, tempat
remaja memperoleh pendidikan formal, dididik dan diasuh oleh para guru. Dalam
lingkungan inilah remaja belajar dan berlatih untuk meningkatkan kemampuan daya
pikirnya. Dalam lingkungan sekolah guru memegang peranan yang penting, sebab
guru bagaikan pengganti orang tua.
Karena itu diperlukan guru yang arif
bijaksana, mau membimbing dan mendorong anak didik untuk aktif dan maju,
memahami perkembangan remaja serta seorang yang dapat dijadikan teladan.
c) Lingkungan
teman pergaulan
Teman sebaya adalah sangat penting
sekali pengaruhnya bagi remaja, baik itu teman sekolah, organisasi maupun teman
bermain. Dalam kaitannya dengan pengaruh kelompok sebaya, kelompok sebaya (peer
groups) mempunyai peranan penting dalam penyesuaian diri remaja, dan bagi
persiapan diri di masa mendatang. Serta berpengaruh pula terhadap pandangan dan
perilakunya.
Sebabnya adalah, karena remaja pada umur
ini sedang berusaha untuk bebas dari keluarga dan tidak tergantung kepada orang
tua. Akan tetapi pada waktu yang sama ia takut kehilangan rasa nyaman yang
telah diperolehnya selama masa kanak-kanaknya.
d) Lingkungan
dunia luar.
Merupakan lingkungan remaja selain
keluarga, sekolah dan teman pergaulan, baik lingkungan masyarakat lokal,
nasional maupun global. Lingkungan dunia luar akan memperngaruhi remaja, baik
secara langsung maupun tidak langsung, baik itu benar maupun salah, baik itu
islami maupun tidak. Lingkungan dunia luar semakin besar pengaruhnya disebabkan
oleh faktor-faktor kemajuan teknologi, transportasi, informasi maupun
globalisasi.
Pada
masa remaja, emosi masih labil, pencarian jati diri terus menuntut untuk
mencari apa potensi yang ada di dalam diri masing-masing. Pada masa inilah
seseorang sangat rapuh, mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar.
DAFTAR PUSTAKA
Alit
Laksmiwati, A. (2008), Transformasi Sosial dan Perilaku Reproduksi Remaja,
Copyright ©
2008 - BKKBN - All Right Reserved, [19 November 2009].
Anam, S. (2008), Anak, Pendidikan.Com,
28 November 2009, [29 November 2009].
Arikunto, S. (1993), Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta.
Departemen Agama RI, (1992), Al
Qur’an Dan Terjemahnya, Jakarta : Intermassa.
Forum PAUD Kab.
Bekasi, “Kerangka Dasar Kurikulum Pendidikan Usia Dini”, Website: http://www.komunitaspers.blog.dada.net/, [25 November
2009].
Handoko, D. Et al. (2008), Ketika Musim PAUD Nonformal Bersemi,
Pena Pendidikan.Com, [27 November 2009].
Harianti, D, (2007), Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum
PAUD, Jakarta : Depdiknas Balitbang Pusat Kueikulum.
Iskandarsyah, A. (2006), Remaja dan Permasalahannya, Perspektif
psikologi terhadap permasalahan remaja dalam bidang pendidikan (Makalah), Bandung : Fakultas Psikologi Universitas
Padjadjaran.
Jurnal Kajian Pendidikan Agama Islam – Ta’lim Vol. 6
No. 1 – 2008, Bandung : Jurusan MKDU FPIPS UPI Bandung.
Latifah, M. (2008), Karakteristik Remaja, Child
Development Copyright © 2009 All Rights Reserved. Hosted
by Edublogs, [29 November 2009].
Mataharieducare, (2009), Definisi Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD) menurut Wikipedia, http://id.wikipedia.org. [25 November 2009].
Mohammad Ali, (1992), Strategi
Penelitian Pendidikan, Bandung : Angkasa.
Nana Sudjana, (1991), Teori-Teori
Belajar Untuk Pengajaran, Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
Purwanto, M. Ngalim, (1998), Ilmu
Pendidikan Teoretis dan Praktis, Bandung : Remaja Rosdakarya.
Qodi Azizi, A. (2003), Pendidikan Agama untuk Membangun Etika
Sosial, Semarang : Aneka Ilmu.
Rahael, R.,
Drs., M.Kes, (1999), Pendidikan seks bagi remaja dalam keluarga pada
masyarakat adat Sentani di Kehiran Desa Yoboi Kecamatan Sentani Kabupaten
Jayapura, ITB Central Library, [29 November 2009].
Slameto, (1991), Belajar dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya, Jakarta : Rineka Cipta.
Sudrajat, A.
(2008), Problema Masa Remaja, Copyright © 2007-2009 Akhmad Sudrajat : Lets
Talk About Educatiom, [29 November 2009].
Surakhmad, W. (1990), Pengantar
Penelitian Ilmiah (Dasar Metode Teknik), Bandung : Tarsito.
Tim Dosen PAI UPI Bandung, (2008), Islam
Tuntutan dan Pedoman Hidup, Bandung
: Value Press.
Yahdillah, (2007), Problematika Remaja, Wisma Sadar Narkoba - is proudly powered by WordPress, 2007, [29 Desember 2009].
Ya’qub, H. (1993), Etika Islam, Pembinaan akhlakul karimah, Bandung : Diponegoro.
No comments:
Post a Comment