Nov 17, 2015

Materi PKn Kls IX Bab II

BAB II
PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH



A. HAKIKAT OTONOMI DAERAH
    1. Pengertian Otonomi, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom
Pada pelajaran yang lalu kalian telah mengetahui tentang bentuk-bentuk negara, yakni ada negara kesatuan, negara serikat atau federasi, negara konfederasi atau perserikatan negara-negara dan negara uni. Negara kesatuan terbagi dua bagian, yaitu negara kesatuan yang di-sentralisasikan dan negara kesatuan yang didesentralisasikan.
Dewasa ini negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang di-desentralisasikan. Untuk itu dapat kita simak Pasal 18 UUD 1945 terutama ayat-ayat sebagai berikut :
  • Ayat (1) : “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang” (A-2).
  • Ayat (2) : “Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan” (A-2).
  • Ayat (5) : “Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat” (A-2).
  • Ayat (6) : “Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan” (A-2).
Untuk lebih memahami tentang pelaksanaan otonomi daerah ada beberapa istilah kunci yang terlebih dahulu harus dipahami dengan mempelajarinya melalui UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, antara lain sebagai berikut :
  • Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terdiri dari Presiden beserta para menteri.
  • Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah. DPRD adalah badan legislatif daerah.
  • Otonomi berasal dari kata auto artinya sendiri dan nomous yang berarti hak atau kewenangan. Secara singkat otonomi berarti hak atau kewenangan sendiri. Dalam kaitannya dengan pemerintahan, otonomi adalah hak atau kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya.
  • Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  • Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan NKRI.
  • Wilayah Administrasi adalah wilayah kerja Gubernur selaku wakil pemerintah.
  • Instansi Vertikal adalah perangkat departemen dan/atau lembaga pemerintah non departemen di daerah.
  • Pejabat yang berwenang adalah pejabat pemerintah di tingkat pusat dan/atau pejabat pemerintah di daerah provinsi yang berwenang membina dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan daerah.
  • Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah kabupaten dan daerah kota.
  • Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai perangkat daerah kabupaten dan/atau daerah kota di bawah kecamatan.
  • Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di daerah kabupaten.
  • Desentralisasi adalah transfer (perpindahan) kewenangan dan tanggung jawab fungsi-fungsi publik yang dilakukan dari Pemerintah Pusat ke pihak lain, baik kepada daerah bawahan organisasi pemerintah yang semi bebas ataupun kepada sektor swasta. 
Desentralisasi dibagi menjadi empat tipe, yaitu :
  1. Desentralisasi politik, yang bertujuan menyalurkan semangat demokrasi secara positif di masyarakat.
  2. Desentralisasi administrasi, yang memiliki tiga bentuk utama yaitu : dekonsentrasi, delegasi dan devolusi, yang bertujuan agar penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan secara efektif dan efisien.
  3. Desentralisasi fiskal, yang bertujuan memberikan kesempatan kepada daerah untuk menggali berbagai sumber dana.
  4. Desentralisasi ekonomi atau pasar, yang bertujuan untuk lebih memberikan tanggung jawab yang berkaitan sektor publik ke sektor privat.
Pelaksanaan otonomi daerah juga sebagai penerapan (implementasi)tuntutan globalisasi yang sudah seharusnya lebih memberdayakan daerah dengan cara diberikan kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung-jawab. Terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.
Desentralisasi merupakan simbol adanya kepercayaan Pemerintah Pusat kepada daerah yang akan mengembalikan harga diri pemerintah dan masyarakat daerah.
Diberlakukannya UU No. 32 dan UU No. 33 tahun 2004, kewenangan Pemerintah (Pusat) di-desentralisasikan ke daerah. Ini mengandung makna, bahwa Pemerintah Pusat tidak lagi mengurus kepentingan rumah tangga daerah-daerah. Kewenangan untuk itu diserahkan kepada pemerintah dan masyarakat daerah, sedangkan Pemerintah Pusat hanya berperan sebagai supervisor, pemantau, pengawas dan penilai.
Visi Otonomi Daerah dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama, yaitu : Politik, Ekonomi serta Sosial Budaya.
  • Di bidang politik, pelaksanaan otonomi harus dipahami sebagai proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan yang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas, dan memelihara suatu mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggung-jawaban publik. Gejala yang muncul dewasa ini partisipasi masyarakat begitu besar dalam pemilihan Kepala Daerah, baik provinsi maupun kabupaten dan kota. Hal ini bisa dibuktikan dengan membanjirnya calon-calon Kepala Daerah dalam setiap pemilihan Kepala Daerah, baik di tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota.
  • Di bidang ekonomi, otonomi daerah di satu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah, dan di pihak lain terbukanya peluang bagi pemerintah daerah untuk mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendaya-gunaan potensi ekonomi di daerahnya. Dalam konteks ini, otonomi daerah akan memungkinkan lahirnya berbagai prakarsa pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perizinan usaha, dan membangun berbagai infrastruktur yang menunjang perputaran ekonomi di daerahnya. Dengan demikian otonomi daerah akan membawa masyarakat ke tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dari waktu ke waktu.
  • Di bidang sosial budaya, otonomi daerah harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan harmoni sosial, dan pada saat yang sama, juga memelihara nilai-nilai lokal yang dipandang kondusif terhadap kemampuan masyarakat dalam merespon dinamika kehidupan di sekitarnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa konsep otonomi daerah mengandung makna :
  1. Penyerahan sebanyak mungkin kewenangan pemerintahan dalam hubungan domestik kepada daerah, kecuali untuk bidang keuangan dan moneter, politik luar negeri, peradilan, pertahanan, keagamaan, serta beberapa kebijakan Pemerintah Pusat yang bersifat strategis nasional.
  2. Penguatan peran DPRD dalam pemilihan dan penetapan Kepala Daerah, menilai keberhasilan atau kegagalan kepemimpinan Kepala Daerah.
  3. Pembangunan tradisi politik yang lebih sesuai dengan kultur (budaya) setempat demi menjamin tampilnya kepemimpinan pemerintahan yang berkualifikasi tinggi dengan tingkat akseptabilitas (kepercayaan) yang tinggi
  4. Peningkatan efektivitas funsgi-fungsi pelayanan eksekutif melalui pembenahan organisasi dan institusi yang dimiliki agar lebih sesuai dengan ruang lingkup kewenangan yang telah didesentralisasikan.
  5. Peningkatan efisiensi administrasi keuangan daerah serta pengaturan yang lebih jelas atas sumber-sumber pendapatan negara.
  6. Perwujudan desentralisasi fiskal melalui pembesaran alokasi subsidi pusat yang bersifat block grant.
  7. Pembinaan dan pemberdayaan lembaga-lembaga dan nilai-nilai lokal yang bersifat kondusif terhadap upaya memelihara harmoni sosial.
    2. Tujuan/Sasaran Otonomi Daerah
Tujuan utama dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah antara lain adalah membebaskan Pemerintah Pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan daerah. Dengan demikian Pusat berkesempatan untuk mempelajari, memahami dan merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat dari padanya. Pada saat yang sama Pemerintah Pusat diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro (luas, umum dan mendasar) nasional yang bersifat strategis. Di lain pihak, dengan desentralisasi daerah akan mengalami proses pemberdayaan yang optimal. Kemampuan prakarsa dan kreativitas Pemerintah Daerah akan terpacu, sehingga kemampuannya dalam mengatasi berbagai masalah yang terjadi di daerah akan semakin kuat.
Adapun tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah sebagai berikut :
  1. Peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik.
  2. Pengembangan kehidupan demokrasi.
  3. Keadilan
  4. Pemerataan
  5. Pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar Daerah dalam rangka keutuhan NKRI.
  6. Mendorong untuk memberdayakan masyarakat.
  7. Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD.
   3. Landasan Hukum Pelaksanaan Otonomi Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah berpedoman pada konstisusi (hukum dasar) negara yang tertulis, yaitu UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku:
  1. Pasal 18
    1. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
    2. Pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
    3. Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
    4. Gubernur, bupati, dan walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.
    5.  Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
      pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.
    6. Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan dan peraturan-peraturan lain untukmelaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan.
    7. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah di atur dengan undang-undang. 
  2. Pasal 18A
    1. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
    2. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan
      sumber daya lainnya antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
  3. Pasal 18B
    1. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
    2. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat berserta hak-hak tradisionalnya dan prinsip-prinsip Negara Kaesatuan Republik Indonesia, yang diatur dengan undang-undang.
  4. Ketetapan MPR No. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah, pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta menimbang keuangan Pusat dan Daerah dalam kerangka NKRI.
  5. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Otomi Daerah.
  6. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
   4. Pembentukan Daerah Otonom
Untuk menjadi sebuah daerah otonom harus memenuhi berbagai persyaratan, yaitu syarat administratif, teknis dan fisik kewilayahan.
a. Syarat Administratif
  • Syarat administratif untuk provinsi meliputi : a) Persetujuan DPRD kabupaten/kota dan bupati/walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi tersebut. b) Persetujuan DPRD provinsi induk dan gubernur, dan c) Mendapat rekomendasi Menteri Dalam Negeri.
  • Syarat administratif untuk kabupaten/kota adalah : a) Persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang bersangkuatan, b) Persetujuan DPRD provinsi dan gubernur, dan c) Rekomendasi Menteri Dalam Negeri.
b. Syarat Teknis
Syarat teknis pembentukan daerah otonom meliputi : kemampuan ekonomi, jumlah penduduk, potensi daerah,luas daerah, sosial budaya, politik, dan pertahanan keamanan yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.

c. Syarat fisik
Syarat fisik untuk membentuk daerah otonom yaitu :
  • Provinsi paling sedikit terdiri dari limakabupaten/kota.
  • Kabupaten paling sedikit tujuh kecamatan,
  • Kota sedikitnya terdapat empat kecamatan.
Syarat fisik juga berhubungan dalam lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan.
Suatu daerah otonom dapat mengalami pemekaran jika telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Pemekaran satu daerah menjadi dua atau lebih dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan. Sebaliknya, suatu daerahyang tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan/ atau digabung dengan daerah lain.

5. Asas-asas Pelaksanaan Otonomi Daerah (Pemerintahan Daerah)
Berdasarkan pasal 18 ayat (2) UUD 1945 terdapat dua asas yang digunakan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, yaitu :
  1. Asas Otonomi, yakni bahwa pelaksanaan urusan pemerintahan dapat langsung dilaksanakan oleh pemerintah daerah itu sendiri..
  2. Asas Tugas Pembantuan, yakni penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah dan/atau desa , dan dari Pemerintah Provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Jadi urusan pemerintahan disini bukan atas inisiatif dan prakarsa sendiri, tetapi merupakan penugasan dari pemerintah yang ada di atasnya.
Asas otonomi sering disebut asas desentralisasi. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah (Pusat) kepada Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI. Namun sekalipun diberikan kewenangan, Pemerintah Daerah berkewajiban untuk patuh dan menghormati kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat. Kewenangan otonomi daerah didasarkan pada asas desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung-jawab.
Otonomi luas artinya keleluasan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, termasuk kewenangan yang utuh dalam hal perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi.
Otonomi nyata yaitu keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup dan berkembang di daerah.
Otonomi bertanggung-jawab adalah berupa perwujudan pertanggung-jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi.

6. Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah (Pemerintahan Daerah)
Sesuai dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa pemberian otonomi daerah berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
  1. Pelaksanaan otonomi daerah adalah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, potensi dan keanekaragaman daerah.
    1. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab.
      1. Prinsip seluas-luasnya, dalam arti bahwa daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar urusan pemerintah pusat. Daerah mempunyai kewenangan membuat kebijakan daerah untuk meningkatkan pelayanan dan peningkatan berbagai hal yang bertujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
      2. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang secara nyata dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah
      3. rinsip otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraan harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah, termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.
    2. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan nyata diletakkan pada kabupaten dan kota, sedangkan otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas
      1. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah antar daerah.
      2. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonomi, serta di dalam kabupaten dan kota tidak ada lagi wilayah administrasi..
      3. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peran dan fungsi legislatif daearah, ataupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah.
      4. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi yang kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah.
         7. Pemerintah Daerah
      Pemerintahan daerah terdiri atas pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah yang lain sebagai badan eksekutif daerah. Kepala daerah provinsi adalah gubernur, kepala daerah kabupaten disebut bupati dan kepala daerah kotaadalah walikota.
      Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasang calon dalam sebuah pemilihan umum (pemilu) yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pasangan calon kepala daerah diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD). Apa saja tugas dan wewenang kepala daerah?
      Seorang kepala daerah mempunyai tugas dan wewenang antara lain sebagai berikut:
      1. Memimpin penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD.
      2. Mengajukan rancangan Perda.
      3. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD.
      4. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama.
      5. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah
      6. Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
      7. Melakukan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (Pasal 25 Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah)
      Pemerintahan daerah terdiri dari kepala daerah beserta perangkatnya dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Perangkat daerah otonomi terdiri dari sekretaris daerah, dinas daerah dan lembaga teknis daerah lainya sesuai dengan kebutuhan daerah yang bersangkutan. DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Seperti halnya kepala daerah DPRD juga mempunyai tugas dan wewenang.
      Tugas dan wewenang DPRD adalah sebagai berikut:
      1. Membentuk perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama.
      2. Membahas dan menyetujui rancangan perda tentang APBD bersama kepala daerah.
      3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah.
      4. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah /wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD Provinsi dan Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD kabupaten/kota.
      5. Memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah.
      6. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
      7. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
      8. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah.
      9. Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah.
      10. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antardaerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
      (Pasal 42 ayat (1) UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah)
      Selain mempunyai tugas dan wewenang DPRD juga mempunyai hak yang melekat yakni hak interpelasi, angket dan menyatakan pendapat. DPRD sebagai lembaga legislatif daerah memiliki alat kelengkapan, antara lain pimpinan; komisi; panitian musyawarah, panitia anggaran; Badan Kehormatan dan alat kelengkapan lain yang diperlukan.
      Dalam penjelasan didepan telah disinggung bahwa penerapan otonomi daerah memberikan kesempatan pada setiap daerah untuk memenuhi kebutuhan dan mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuannya. Begitu juga dengan kebutuhan akan perangkat pemerintah daerah sebagai eksekutif atau pelaksana pemerintahan. Perangkat pemerintah daerah yang terdiri dari sekretaris daerah, dinas dan lembaga teknis lainnya dibentuk sesuai dengan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Untuk memahami tentang skema pemerintahan daerah perhatikan bagan di bawah ini.


      8. Pelaksanaan Otonomi Daerah
      Perjalanan otonomi daerah di Indonesia telah berlangsung cukup lama. Sebelum diberlakukan UU No.32 tahun 2004 yang mengatur tentang pelaksanaan pemerintah daerah, pemerintah Orde Baru telah memberlakukan UU No. 5 tahun 1974. Akan tetapi undang-undang ini belum dapat mewujudkan terselenggaranya otonomi daerah secara nyata. Hal ini dikarenakan undang-undang ini masih memiliki kelemahan dan daerah belum mampu melaksanakan otonomi daerah.
      Setelah mendapatkan kritikan atas lemahnya konsep dan aturan, serta tidak terlaksananya otonomi daerah maka pada tahun 1992 pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah pada Daerah Tingkat II. Pada tanggal 25 April 1995 pemerintah pada saat itu meluncurkan Proyek Percontohan Otonomi Daerah satu kabupaten di setiap provinsi. Tujuannya untuk mewujudkan otonomi daerah. Akan tetapi dalam perjalanannya masih terjadi tarik ulur kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah. Gagasan otonomi daerah untuk mengembangkan kesejahteraan di tingkat daerah belum dapat terlaksana.
      Setelah mendapatkan kritikan atas lemahnya konsep dan aturan, serta tidak terlaksananya otonomi daerah maka pada tahun 1992 pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah pada Daerah Tingkat II. Pada tanggal 25 April 1995 pemerintah pada saat itu meluncurkan Proyek Percontohan Otonomi Daerah satu kabupaten di setiap provinsi. Tujuannya untuk mewujudkan otonomi daerah. Akan tetapi dalam perjalanannya masih terjadi tarik ulur kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah. Gagasan otonomi daerah untuk mengembangkan kesejahteraan di tingkat daerah belum dapat terlaksana.
      Seiring dengan bergulirnya era reformasi, desakan otonomi daerah semakin kuat. Aspirasi yang berkembang dari berbagai kalangan menuntut kewenangan daerah yang lebih luas untuk mengatur daerah sendiri dan ada ruang partisipasi masyarakat yang luas dalam berbagai bidang kehidupan.
      Sebagai tindak lanjut tuntutan tersebut, maka lahirlah Ketetapan MPR RI No.XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pembagian, dan PemanfaatanSumber Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
      Untuk melaksanakan Otonomi Daerah yang luas, nyata, serta bertanggung jawab pemerintah mengeluarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti UU No. 5 tahun 1974. Pelaksanaan UU No. 22 tahun 1999 dan UU No 25 tahun 1999 terealisasi sejak bulan Januari 2001. Sebelum undang-undang dilaksanakan memang telah berkembang aspirasi masyarakat yang menghendaki adanya revisi terhadap undang-undang tersebut.
      Hal ini dikarenakan undang-undang tersebut tidak memperhatikan konteks kelahirannya yang diliputi suasana transisi, abnormal dan krisis. Berdasarkan keadaan tersebut akhirnya pemerintah mengeluarkan UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daaerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Pemerintah Daerah.
      Dengan undang-undang yang baru ini diharapkan otonomi daerah dapat diterapkan lebih baik lagi. Beberapa hal yang mendapat prioritas perbaikan diantaranya menyangkut pembagian kewenangan antara pemerintah dan daerah serta pengelolaan potensi daerah. Bagaimana pembagian kewenangan pemerintah dan daerah serta pengelolaan potensi daerah?
      Dalam UU No 32 Tahun 2004 telah memuat pembagian kewenangan antara pemerintah dan daerah. Pemerintah bertanggung jawab terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan.
      Persoalan yang dimaksud meliputi bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama. Bagaimana dengan kewenangan daerah ? Daerah bertanggung jawab terhadap urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti kesehatan, pendidikan serta mewujudkan keadilan sosial dan pemerataan. Urusan tersebut menjadi urusan wajib daerah otonom. Selain itu daerah juga mempunyai kewenangan yang bersifat pilihan seperti pengelolaan potensi unggulan dan kekhasan daerah.
      Sesuai pasal 21 UU No. 34 Tahun 2004, daerah mempunyai hak:
      1. Mengatur mengurus sendiri urusan pemerintahannya.
      2. Memilih pemimpin daerah.
      3. Memilih pemimpin daerah.
      4. Mengelola kekayaan daerah.
      5. Mengatur pajak daerah dan retribusi daerah.
      6. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah.
      7. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan yang sah, dan
      8. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
      Selanjutnya menurut pasal 22 UU No 32 tahun 2004 daerah mempunyai kewajiban diantaranya:
      1. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan,kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kaesatuan Republik Indonesia,
      2. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
      3. Mengembangkan kehidupan demokrasi,
      4. Mewujudkan keadilan dan pemerataan,
      5. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial.
      Selama pelaksanaan otonomi daerah memang tidak dapat dihindari munculnya berbagai permasalahan. Permasalah tersebut timbul dari lembaga pemerintah itu sendiri atau dari luar lembaga pemerintah. Masalah-masalah yang berkenaan dengan pelaksanaan otonomi daerah antara lain:
      1. Masyarakat kurang memahami arti pentingnya otonomi daerah.
      2. Masyarakat tidak mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan otonomi daerah.
      3. Masyarakat bersikap apatis terhadap pemerintah.
      4. Sumber daya manusia (SDM) aparatur pemerintah yang masih perlu ditingkatkan kualitasnya sehingga etos kerjanya menjadi lebih baik.
      5. Sikap ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat masih terlalu tinggi.
      6. Kemampuan daerah untuk mengurus daerahnya sendiri masih sangat kurang.
      7. Menjalarnya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) hingga ke pemerintahan daerah.
      Sebagai upaya untuk mengatasi berbagai persoalan yang muncul sebagai penghambat terlaksananya otonomi daerah perlu dilakukan berbagai cara, antara lain:
      1. Melakukan sosialisasi tentang penerapan otonomi daerah beserta undang-undang sebagai acuannya secara lebih luas lagi.
      2. Mendorong partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan otonomi daerah.
      3. Menumbuhkan sikap kepercayaan diri masyarakat terhadap pemerintahan daerah.
      4. Meningkatkan sumber daya manusia (SDM) aparatur pemerintah daerah yang berkualitas dengan etos kerjanya yang baik.
      5. Menumbuhkan sikap kreatif dan inisiatif.
      6. Meningkatkan sikap kemandirian.
      7. Melakukan pemberantasan adanya korupsi, kolusi, dan nepotisme secara nyata.

      B. PENTINGNYA PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIK
          1. Partisipasi Masyarakat
      Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah tidak akan pernah lepas dari partisipasi masyarakat. Kalian tentu memahami tujuan penerapan otonomi daerah adalah mewujudkan masyarakat sejahtera, maka dari itu masyarakat harus ikut serta dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dengan pelaksanaan otonomi daerah diharapkan masyarakat tidak lagi menjadi obyek akan tetapi menjadi subyek. Artinya, masyarakat bukan lagi dilihat sebagai sasaran pembangunan namun menjadi pelaku pembangunan.
      Partisipasi dapat diartikan sebagai pengambilan bagian dari kegiatan bersama. Partisipasi juga dapat diartikan sebagai suatu kesadaran masyarakat untuk membantu pemerintah dalam mewujudkan tujuan suatu program yang telah ditetapkan dengan tidak mengorbankan kepentingannya sendiri. Dwi Tiyanto (2006) mencatat beberapa arti partisipasi sebagai berikut:
      1. Kontribusi sukarela tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan.
      2. Kontribusi sukarela tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan.
      3. Kepekaan masyarakat dalam menerima dan melaksanakan program.
      4. Proses aktif dalam mengambil inisiatif.
      5. Keterlibatan sukarela masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri.
      6. Keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka sendiri.
      Menurut Davis yang diterjemahkan oleh Inu Kencana Syafiie (2001: 142) bahwa partisipasi adalah penentuan sikap dan keterlibatan hasrat setiap individu dalam situasi dan kondisi organisasinya, sehingga pada akhirnya mendorong individu tersebut untuk berperan serta dalam pencapaian tujuan organisasi serta ambil bagian dalam setiap pertanggungjawaban bersama.
      Di era otonomi daerah ini, masyarakat dituntut untuk berpartisipasi, terutama dalam perumusan kebijakan publik, mengapa demikian ? Masyarakat lebih tahu akan kebutuhan atau permasalah yang dihadapinya sehingga dalam menentukan kebijakan partisipasi masyarakat sangatlah penting. Pemerintah berperan dalam memberikan arahan dan membantu dalam perumusan kebijakan.
      Proses ini penting karena setiap kebijakan publik apabila dalam perumusannya mengikutsertakan masyarakat, maka kebijakan publik yang dihasilkan akan lebih sesuai dengan keinginan dan berpihak pada kepentingan masyarakat. Bahkan masyarakat akan dengan terbuka ikut serta dalam pelaksanan kebijakan tersebut. Jika demikian maka akan menumbuhkan semangat persatuan serta kerja keras masyarakat. Partisipasi masyarakat terhadap pemerintahmaupun pada lembaga legislatif (DPRD) juga bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Diantaranya memupuk budaya demokrasi, menumbuhkan masyarakat yang sadar hukum, bermoral dan berakhlak mulia.

      2. Pengertian Kebijakan Publik
      Kebijakan publik adalah setiap sikap atau keputusan yang dibuat oleh pejabat atau lembaga yang berwenang dalam berbagai bidang yang menyangkut kepentingan atau berpengaruh pada masyarakat secara umum. Untuk menambah wawasan, berikut ini ada beberapa definisi yang disampaikan oleh para ahli di antaranya :
      1. Dye : Kebijakan publik adalah apapun yang pemerintah pilih untuk melakukan atau tidak melakukan.
      2. Edwar : Kebijakan publik adalah apa yang pemerintah katakan dan lakukan atau tidak dilakukan. Kebijakan merupakan serangkaian tujuan dan sasaran dari program-program pemerintah.
      3. Anderson : Kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan masalah tertent.
      4. Kartasasmita : Kebijakan publik adalah upaya untuk memahami dan mengartikan (1) apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah mengenai suatu masalah, (2) apa yang menyebabkannya, (3) apa pengaruhnya.
      5. R.C. Chandler dan J.C. Plano : Kebijakan public adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber-sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah publik.
      Berdasarkan pengertian/definisi di atas, coba kalian teliti apa saja ciri-ciri dari kebijakan publik ?

      Ciri-ciri Kebijakan Publik
      1

      2

      3

      4

      5


      Tujuan penerapan kebijakan publik ialah agar sesuatu yang telah digariskan tersebut bukan hanya sekedar bersifat abstrak belaka, namun harus menjadi sesuatu yang direalisasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pelaksanaan kebijakan publik akan melibatkan berbagai komponen, seperti manusia, dana dan sarana serta prasarananya. Sosialisasi kebijakan publik dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai media, baik media manual/cetak maupun elektronik.

      3. Perumusan Kebijakan Publik
      Penerapan otonomi daerah secara luas, nyata dan bertanggung jawab memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Untuk itu, setiap daerah otonom dalam merumuskan suatu kebijakan publik harus memperhatikan aspirasi masyarakat. Adanya perumusan kebijakan publik ini, merupakan suatu kesempatan yang paling tepat bagi masyarakat untuk mengajukan usulan. Bagaimanakah alur proses perumusan kebijakan publik ?
      Menurut William N. Dunn (2000:4) perumusan kebijakan publik dapat dilakukan melalui beberapa tahap, sebagai berikut:
      a. Penyusunan Agenda
      Pada tahap ini para pejabat yang dipilih dan diangkat hendaknya menempatkan penyusunan agenda sebagai agenda bersama. Tanpa adanya penyusunan agenda bersama dikawatirkan banyak masalah yang tidak tersentuh  sama sekali atau tertunda dalam waktu yang lama.
      b. Formulasi Kebijakan
      Pada tahap ini para pejabat merumuskan suatu alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah. Alternatif kebijakan melihat perlunya membuat perintah eksekutif, keputusan peradilan dan tindakan legislatif.
      c. Adopsi Kebijakan
      Pada tahap ini, alternatif  kebijakan yang diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus di antara  direktur lembaga atau keputusan peradilan.
      d. Implementasi Kebijakan
      Pada tahap ini kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit teknis pemerintah dengan mendayagunakan sumber daya finansial dan manusia.
      e. Penilaian Kebijakan
      Pada tahap ini unit-unit pemeriksaan dalam pemerintahan menentukan apakah badan-badan eksekutif, legislatif dan peradilan memenuhi persyaratan undang-undang dalam pembuatan kebijakan dan pencapaian tujuan.

      4. Kedudukan Warga Negara menurut UUD 1945
      Warga negara adalah setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan merupakan anggota dari suatu negara. Menjadi warga negara berarti memiliki ikatan dengan suatu negara. Warga negara Indonesia adalah seseorang yang memiliki ikatan secara hukum dengan negara Indonesia. Dalam pasal 26 ayat (1) UUD 1945 ditegaskan, “Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara”.
      Sebagai WNI, maka seseorang terikat dan harus tunduk terhadap hukum yang berlaku di Indonesia serta memiliki hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan hukum Indonesia dimana pun orang tersebut tinggal. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam pasal 27 ayat (1) UUD 1945 bahwa, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Ini berarti setiap warga negara Indonesia mempunyai kedudukan dan kewajiban yang sama hal bidang hukum dan pemerintahan.
      Dengan demikian jelas, bahwa setiap warga negara Indonesia mempunyai hak dan kewajiban dalam bidang pemerintahan. Oleh karena itu partisipasi masyarakat sangat penting artinya, baik dalam hal perumusan maupun pelaksanaan dan pengawasan berbagai kebijakan pemerintah.


      TUGAS INDIVIDUAL
      Tuliskan hal dan kewajiban Warga Negara Indonesua menurut UUD 1945

      5. Pentingnya Partisipasi Masyarakat dalam Perumusan Kebijakan Publik
      Salah satu tujuan dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah adalah untuk memberdayakan masyarakat dan meningkatkan peran sertanya dalam pembangunan daerahnya. Ini mengandung makna bahwa setiap anggota masyarakat diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk berpartisipasi dalam pengelolaan dan pembangunan daerahnya masing-masing.
      Partisipasi masyarakat ini dapat dimulai sejak pemilihan aparatur pemerintah di daerah, baik pemilihan pejabat eksekutif daerah seperti gubernur, bupati atau walikota maupun pemilihan anggota legislatif daerah atau anggota DPRD. Selanjutnya peran serta masyarakat dapat diwujudkan pula dalam perumusan, pelaksanaan dan pengawasan berbagai kebijakan publik di daerah.
      Partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik sangatlah penting, karena dengan adanya partisipasi tersebut akan memberikan dampak positif, antara lain :
      1. Masyarakat akan turut merasa bertanggung-jawab terhadap berbagai kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat, karena mereka merasa terlibat dalam perumusannya.
      2. Mendorong masyarakat untuk ikut serta secara aktif dalam merealisasikan berbagai kebijakan publik yang telah dirumuskan.
      3. Mendorong pihak eksekutif dan legislatif daerah yaitu Pemerintah Daerah dan DPRD untuk bersikap terbuka, dalam arti bersedia mewadahi, memfasilitasi, mau mendengar, menampung dan merumuskan berbagai masukan dari masyarakat dalam perumusan berbagai kebijakan publik di daerah.
      4. Pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar Daerah dalam rangka keutuhan NKRI.
      5. Berbagai rumusan kebijakan publik di daerah akan sesuai dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat, sehingga dalam pelaksanaannya akan mendapat dukungan positif dari masyarakat.

      6. Bentuk-Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam Perumusan Kebijakan Publik
      Bentuk partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Bentuk partisipasi masyarakat yang bersifat tidak langsung yakni dengan cara penentuan sikap dalam pemilihan Pemerintah Daerah (Gubernur, Bupati atau Walikota)dan pemilihan anggota DPRD. Dalam hal ini setiap anggota masyarakat harus benar-benar teliti dalam menentukan sikap atau pilihannya, karena secara formal Pemerintah Daerah dan DPRD-lah yang memiliki otoritas untuk merumuskan berbagai kebijakan.
      Sedangkan partisipasi masyarakat secara langsung bisa dilakukan dalam bentuk memberikan berbagai kritis, saran, pendapat dan masukan lain kepada Pemerintah Daerah dan DPRD dalam rangka perumusan berbagai kebijakan publik. Penyampaian berbagai masukan itu bisa dilakukan secara lisan atau pun tertulis, baik secara individual maupun kelompok, serta dapat melalui media masa, organisasi kemasyarakatan, dan partai politik.
      Dalam hal ini berbagai bentuk partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik dalam prakteknya harus benar-benar memperhatikan etika dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, partisipasi masyarakat akan benar-benar berdampak positif dan tidak menimbulkan hal-hal yang akan merugikan kepentingan dan ketertiban umum.
      Partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik dapat menyangkut berbagai bidang kebijakan, seperti dalam bidang politik, ekonmi, sosial, pendidikan, budaya, pariwisata, pemuda dan olahraga serta pertahanan dan keamanan.

      TUGAS KELOMPOK
      Lakukan diskusi kelompok untuk memberikan contoh partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik di daerah dalam berbagai bidang !

      No
      Bidang
      Partisipasi Masyarakat
      1.
      Politik
      a.    Menggunakan hak pilih dalam Pilkada


      b.    Pemimpin daerah yang bersih dari kasus korupsi.


      c.    Pemekaran wilayah
      2
      Ekonomi
      a.    Ketentuan upah minimum.


      b.    Pengembangan usaha kecil dan menengah.


      c.    Penertiban pedagang kaki lima
      3
      Sosial
      a.    Pemberantasan berbagai penyakit sosial.


      b.    Penciptaan harmonisasi sosial.


      c.    Peningkatan kesejahteraan sosial.
      4
      Pendidikan
      a.    Pemenuhan anggaran pendidikan sesuai UUD 1945.


      b.    Pemerataan pendidikan.


      c.    Peningkatan kesejahteraan guru.
      5
      Budaya
      a.    Pelestarian dan pengembangan budaya daerah.


      b.    Mengantisipasi dampak negatif budaya asing.


      c.    Pembinaan bahasa Sunda pada generasi muda.
      6
      Pariwisata
      a.    Pengembangan objek-objek wisata.


      b.    Pengantisipasian dampak negatif pariwisata.


      c.    Peningkatan pendapatan dari sektor pariwisata.
      7
      Pemuda
      a.    Pengembangan potensi pemuda.


      b.    Pembinaan organisasi kepemudaan.


      c.    Mengantisipasi kenakalan remaja.
      8
      Olahraga
      a.    Pembinaan olahraga di daerah.


      b.    Pemberian penghargaan kepada altel daerah berprestasi.


      c.    Penentuan anggaran olahraga.
      9
      Kamtib
      a.    Pembinaan kerjasama antara masyarakat, polri dan TNI.


      b.    Pembinaan profesionalisme Satpol PP.


      c.    Penangkalan gejala gangguan keamanan.


      7. Konsekuensi Tidak Aktifnya Masyarakat dalam Perumusan Kebijakan Publik.
      Kebijakan otonomi daerah bertujuan untuk memberdayakan masyarakat dan pengembangan pembangunan daerah sesuai dengan kebutuhan, kondisi dan sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Oleh karena itu apabila masyarakat di daerah tidak ikut aktif dalam perumusan kebijakan publik di daerahnya akan menimbulkan beberapa masalah, antara lain :
      1. Kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Daerah akan tidak sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan/kepentingan masyarakat secara menyeluruh.
      2. Kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Daerah tidak akan tepat sasaran, sehingga akan menghambat proses pembangunan daerah.
      3. Tidak akan terbina kerjasama yang baik antara Pemerintah Daerah dengan masyarakat, sehingga kebijakan terbaik sekalipun tidak dapat dilaksanakan dengan lancer.
      4. Tidak menutup kemungkinan akan timbul penolakan dari masyarakat itu sendiri terhadap kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Daerah, karena dirasakan tidak sesuai dengan aspirasi mereka.
      5. Kebijakan publik berpeluang hanya akan menguntungkan kelompok atau golongan tertentu saja.
      6. Kebijakan publik dapat dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung-jawab.
      Ketidak-aktifan masyarakat dalam perumusan berbagai kebijakan publik di daerah pada dasarnya akan merugikan pihak masyarakat itu sendiri secara keseluruhan. Pembangunan daerah yang semestinya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menjadi tidak efektif, bahkan membuat masyarakat kehilangan berbagai hal yang biasanya bermanfaat bagi mereka. Begitu pula ketidak-aktifan masyarakat dalam perumusan kebijakan publik akan sangat merugikan pihak Pemerintah Daerah, dimana berbagai kebijakan dan program pemerintah daerah tidak akan mendapat penerimaan dan dukungan positif dari masyarakatnya, sehingga akan menghambat kesuksesan peran Pemerintah Daerah itu sendiri.

      8. Faktor Penyebab Tidak Aktifnya Masyarakat dalam Perumusan Kebijakan Publik
      Ada beberapa hal yang menyebabkan masyarakat tidak berperan aktif dalam perumusan, pelaksanaan dan pengawasan berbagai kebijakan publik di daerahnya, antara lain :
      1. Tidak ada pengetahuan tentang tempat atau wadah untuk menyalurkan aspirasi masyarakat.
      2. Tidak adanya kemauan dari masyarakat terhadap perkembangan dan perubahan yang terjadi.
      3. Kurangnya informasi tentang kebijakan yang akan dirumuskan dan pelaksanaan pembangunan di daerahnya.
      4. Adanya keinginan untuk mempertahankan keadaan semula demi kepentingan pribadi atau kelompoknya.
      5. Adanya kekhawatiran bahwa penyaluran aspirasi tersebut tidak akan diterima oleh pemerintah daerah atau DPRD.
      6. Tidak adanya sikap keterbukaan dan kurangnya sosialisasi dari Pemerintah Daerah dan DPRD.
      TUGAS KELOMPOK

      Coba kalian diskusikan dalam kelompok belajarmu tentang :
      1. Faktor apa saja yang membuat masyarakat mau berpartisipasi dalam perumusan, pelaksanaan dan pengawasan berbagai kebijakan publik di daerah ?
      2. Faktor apa saja yang menyebabkan masyarakat tidak mau aktif dalam perumusan, pelaksanaan dan pengawasan berbagai kebijakan publik di daerah ?
      3. Apa saja akibat dari ketidak-aktifan masyarakat dalam perumusan, pelaksanaan dan pengawasan berbagai kebijakan pubik di daerah ?

         9. Perilaku Partisipasi Masyarakat dalam Melaksnakan Kebijakan Publik di Daerah
      Masyarakat dapat menunjukkan perilaku positif dalam partisipasinya terhadap pelaksanaan kebijakan publik di daerahnya. Partisipasi masyarakat tersebut tentu akan sangat beragam dan bervariasi sesuai dengan kedudukan dan kemampuannya masing-masing. Perilaku partisipasi masyarakat tersebut antara lain dapat berupa :
      1. Ikut mensosialisasikan berbagai kebijakan publik di daerahnya.
      2. Memberikan sikap positif dan dukungan moril terhadap pelaksanaan berbagai kebijakan publik.
      3. Bersedia berkorban untuk kepentingan pelaksanaan berbagai kebijakan publik di daerahnya.
      4. Turut bertanggung-jawab dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai kebijakan publik di daerahnya.
      5. Turut serta secara langsung dalam proses pelaksanaan berbagai kebijakan publik di daerahnya.
      Coba kalian diskusikan bersama kelompokmu permasalahan berikut ini :
      1. Bagaimana perilaku masyarakat dalam melaksanakan berbagai kebijakan publik di daerah ?
      2. Sebutkan bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan otonomi daerah di berbagai bidang !
      3. Bagaimana perilaku partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan publik di lingkungannya ?
      4. Bagaimana perilaku partisipasi anda sebagai siswa dalam pelaksanaan kebijakan publik di lingkungan sekolah ?
         10. Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Kebijakan Publik di Berbagai Bidang
      Bentuk partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan otonomi daerah atau kebijakan publik di daerah tentu akan bervariasi sesuai kedudukan, peranan dan kemampuannya dalam berbagai bidang, antara lain :


      No.
      Bidang
      Bentuk Partisipasi Masyarakat
      1
      Politik
      a.    Menggunakan hak pilih dengan baik dalam pilkada.
      b. Menyampaikan aspirasi sesuai etika dan peraturan yang berlaku.
      c. Mensosialisasikan kebijakan dan program Pemerintah Daerah.
      2
      Ekonomi
      a.    Membayar pajak secara tepat.
      b.    Menjadi anggota koperasi.
      c.    Mengembangkan wiraswasta dan lapangan kerja.
      3
      Sosial
      a.    Membina kesejahteraan keluarga.
      b.    Membina harmoni sosial.
      c.    Mentaati norma-norma social.
      4
      Budaya
      a.    Mencintai budaya sunda.
      b.    Menggunakan bahasa sunda dengan baik.
      c.    Ikut mengembangkan budaya daerah.
      5
      Pendidikan
      a.     Ikut mensukseskan wajar dikdas.
      b.     Pendirian sarana dan prasarana pendidikan.
      c.     Penghargaan pada sekolah dan siswa yang berprestasi.
      6
      Pariwisata
      a.    Mensosialisasikan objek-objek wisata di daerah.
      b.    Menjaga berbagai objek wisata di daerah.
      c.    Mengunjungi berbagai objek wisata di daerah.
      7
      Kepemudaan
      a.    Mendirikan organisasi pemuda sesuai aturan yang berlaku.
      b.    Membina potensi dan bakat pemuda.
      c.    Membina keharmonisan antar pemuda di daerah.
      8
      Olahraga
      a. Turut serta dalam pemayarakatan olahraga dan mengolah-ragakan masyarakat.
      b.    Memdirikan sarana dan prasarana olahraga.
      c.   Memberikan penghargaan pada atlet daerah yang berprestasi.
      9
      Kamtib
      a.    Aktif dalam ronda malam.
      b.    Tidak bertindak anarkhis.
      c.    Mentaati berbagai norma yang berlaku dan peraturan daerah.


      11. Perilaku Partisipasi dalam Pelaksanaan Kebijakan Publik di Lingkungan Sekolah
      Anda sebagai siswa juga dapat menunjukkan partisipasi aktif dalam pelaksanaan kebijakan publik di sekolahmu. Perilaku partisipasi siswa dalam pelaksanaan kebijakan publik di sekolah antara lain :
      1. Mentaati tata tertib sekolah dengan penuh kesadaran.
      2. Belajar sesuai jadwal dengan penuh semangat.
      3. Menunjukkan prestasi belajar secara optimal.
      4. Aktif dalam kegiatan ekstra kurikules atau pengembangan diri.
      5. Melaksanakan jadwal piket kebersihan dengan penuh rasa tanggung jawab.
      6. Menjaga nama baik sekolah dimana pun berada.
      7. Menjalin hubungan yang harmonis dengan guru dan sesama siswa.

      12. Perilaku Partisipasi dalam Pelaksanaan Kebijakan Publik di Lingkungan Sekitar
      Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh setiap anggota masyarakat untuk menunjukkan partisipasinya dalam pelaksanaan kebijakan publik di lingkungan sekitarnya, antara lain :
      1. Mengembangkan sikap tenggang rasa dan kerukunan dengan sesama warga masyarakat.
      2. Membiasakan musyawarah dalam memecahkan berbagai permasalahan di masyarakat.
      3. Meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan (sauyunan).
      4. Membudayakan dan melestarikan kebiasaan gotong-royong.
      5. Mentaati norma-norma dan adat istiadat yang berlaku di masyarakat.
      6. Turut menjaga kebersihan lingkungan masyarakat.
      7. Mau berkorban untuk kepentingan umum dan kemajuan masyarakat.