MATERI PKN KELAS VII
BAB III HAK ASASI MANUSIA
Oleh:
Jajang Sulaeman, S.Pd.
Guru PKn SMP Negeri 3 Cipatat
Jajang Sulaeman, S.Pd.
Guru PKn SMP Negeri 3 Cipatat
A. Hakikat, Hukum dan Kelembagaan HAM
1. Pengertian HAM
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia dan mempunyai derajat yang luhur sebagai manusia, mempunyai budi dan karsa yang merdeka sendiri. Semua manusia mempunyai martabat dan derajat yang sama serta memiliki hak-hak yang sama pula. Derajat manusia yang luhur berasal dari Tuhan yang menciptakannya. Dengan demikian semua manusia bebas untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan budinya yang sehat.
Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, semua manusia mempunyai hak-hak yang sama sebagai manusia. Hak-hak inilah yang kemudian disebut dengan Hak Asasi Manusia (HAM).
Dari mana dan kapan muncul istilah HAM ?
Istilah HAM pertama kali muncul ketika terjadinya Revolusi Perancis tahun 1789 yang bertujuan untuk membebaskan manusia (warga negara Perancis) dari kekangan kekuasaan mutlak raja (absolute monarchie), yakni Raja Louis XVI. Istilah yang dipakai ketika itu adalah droit de I home yang berarti hak manusia. Dalam bahasa Inggris disebut human rights dan dalam bahasa Belanda disebut mensen rechten. Sedangkan dalam bahasa Indonesia disebut dengan hak-hak kemanusiaan, hak-hak dasar, hak-hak pokok atau lebih terkenal dengan istilah hak asasi manusia.
Apa pengertian HAM itu ?
Hak asasi manusia berarti hak-hak yang melekat pada manusia berdasarkan kodratnya, maksudnya hak-hak yang dimiliki sebagai manusia. Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki manusia sebagai manusia yang berasal dari Tuhan dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. HAM akan selamanya dimiliki oleh setiap manusia selama belum berhenti menjadi manusia.
Menurut Prof. Oemar Seno Adji, SH., bahwa HAM adalah hak yang melekat pada martabat manusia sebagai insan ciptaan Tuhan YME, seperti hak keselamatan, kebebasan dan kesamaan yang sifatnya tidak boleh dilanggar oleh siapapun dan yang seolah-olah merupakan suatu holy area.
Berdasarkan pengertian di atas, maka HAM memiliki landasan utama, yaitu :
a. Landasan langsung yang pertama, yaitu kodrat manusia.b. Landasan kedua yang lebih dalam, yaitu Tuhan yang menciptakan manusia.
Dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, bahwa hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan YME dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Dalalm Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1999, bahwa hak asasi manusia ialah hak dasar yang melekat pada diri manusia yang sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan manusia dan masyarakat, yang tidak boleh diabaikan, dirampas, atau diganggu gugat oleh siapapun.
Jadi HAM pada hakikatnya merupakan hak-hak fundamental yang melekat pada kodrat manusia sendiri, yaitu hak-hak yang paling dasar dari aspek-aspek kodrat manusia sebagai manusia. Setiap manusia adalah ciptaan yang luhur dari Tuhan Yang Maha Esa. Setiap manusia harus dapat mengembangkan dirinya sedemikian rupa, sehingga ia harus berkembang secara leluasa. Pengembangan diri sebagai manusia dipertanggung-jawabkan kepada Tuhan sebagai asal dan tujuan hidup manusia. Semua hak yang berakar dalam kodratnya sebagai manusia adalah hak-hak yang lahir bersama keberadaan manusia itu sendiri.
Dengan demikian, hak-hak ini bersifat universal dalam arti berlaku dimana saja, kapan saja dan untuk siapa saja di dunia ini. Di mana ada manusia di situ ada HAM dan harus dijunjung tinggi oleh siapapun tanpa kecuali. Selain itu beberapa hak asasi manusia tanpa pembedaan bangsa, ras, suku, agama, budaya, jenis kelamin dan perbedaan lainnya.
HAM tidak tergantung dari pengakuan orang lain, masyarakat atau negara, karena manusia memperoleh hak asasi itu langsung dari Tuhan sendiri karena kodratnya (secundum suam naturam). Karena itu hak-hak itu bersifat asasi, karena hak-hak tersebut dimiliki manusia menurut kodratnya, yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya, sehingga bersifat suci. Pengertian kebebasan sebagai hak asasi manusia menunjukkan bahwa inti hakikat hak kebebasan manusia adalah penghargaan, pengakuan terhadap potensi dan harga diri manusia menurut kodratnya.
Penindasan terhadap HAM bertentangan dengan keadilan dan kemanusiaan, sebab prinsip dasar keadilan dan kemanusiaan adalah bahwa semua manusia memiliki martabat yang sama dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama. Oleh karenanya setiap manusia dan setiap negara di dunia wajib mengakui dan menjunjung tinggi HAM tanpa kecuali. Penindasan terhadap HAM berarti pelanggaran terhadap HAM.
Penindasan terhadap HAM bertentangan dengan keadilan dan kemanusiaan, sebab prinsip dasar keadilan dan kemanusiaan adalah bahwa semua manusia memiliki martabat yang sama dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama. Oleh karenanya setiap manusia dan setiap negara di dunia wajib mengakui dan menjunjung tinggi HAM tanpa kecuali. Penindasan terhadap HAM berarti pelanggaran terhadap HAM.
HAM berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan manusia dan masyarakat, yang tidak boleh diabaikan, dirampas atau diganggu oleh siapapun. Pelanggaran terhadap HAM akan melahirkan berbagai perlakuan yang tidak manusiawi, sehingga akan membahayakan kelangsungan hidup, merampas kemerdekaan dan menganggu perkembangan jiwa dan raga.
Pengakuan oleh orang lain, negara ataupun agama tidaklah membuat adanya HAM itu. Begitu pula orang lain, negara atau agama tidak dapat menghilangkan atau menghapus adanya HAM. Setiap manusia dan negara dimana dan kapanpun wajib mengakui dan menjunjung tinggi HAM sebagai hak fundamental atau hak dasar.
Dalam prakteknya HAM tidak dapat dilaksanakan secara mutlak. Artinya pelaksanaan HAM dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus berdasarkan pada peraturan-peraturan yang berlaku. Karena jika hak asasi seseorang dilaksanakan secara mutlak, maka akan dapat melanggar hak asasi orang lain. Jadi setiap individu harus menyadari bahwa hak asasi seseorang dibatasi oleh hak asasi orang lain, sehingga setiap individu disamping memiliki hak asasi juga sekaligus memiliki kewajiban asasi, dimana antara keduanya bagaikan dua sisi mata uang yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Setiap individu harus mampu menjaga adanya keselarasan, keserasian dan kesekeseimbangan antara hak dan kewajiban dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Bagi bangsa Indonesia, hak asasi bukanlah tanpa batas seperti pada negara liberal, tidak juga seperti di negara totaliter yang tidak mengindahkan hak asasi manusia. Hak asasi bukanlah suatu hal yang berdiri sendiri, tetapi dalam kaitannya dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena itu di balik hak asasi terdapat kewajiban asasi yang justru semestinya mendapat perhatian terlebih dahulu dalam pelaksanaannya.
2. Sejarah perjuangan HAM
Sejak Nabi Musa as memerdekakan umat Yahudi dari perbudakan di Mesir, umat manusia mulai sadar tentang bagaimana upaya mereka untuk membela kebenaran, kemerdekaan dan keadilan. Di Babylonia terkenal hukum Hammurabi (2000 SM) yang dianggap sebagai jaminan HAM, sebab menetapkan ketentuan hukum yang menjamin keadilan pada semua warga negaranya.
Selanjutnya, Solon (600 SM) di Athena, Yunani, menyusun undang-undang yang menjamin keadilan dan persamaan bagi setiap warga negaranya. Ia mengajarkan bahwa orang yang tidak mampu melunasi hutangnya harus dibebaskan dari pembayaran. Kemudian ia membentuk Mahkamah Agung (Hellae) serta Lembaga Perwakilan Rakyat (Eclesia). Solon terkenal sebagai Bapak Ajaran Demokrasi.
Pada zaman Yunani kuno lahir Kode Hukum Raja Hamurabi. Pada masa itu Plato telah memaklumatkan kepada warga polisnya bahwa kesejahteraan bersama baru tercapai apabila setiap warganya melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing. Pericles seorang negarawan Athena, berusaha menjamin keadilan bagi warga negaranya yang miskin. Ia menetapkan bahwa setiap warga negara yang berusia di atas 18 tahun dapat masuk Eclesia.
Flavius Anicus Justinianus, Kaisar Romawi (527 SM) menciptakan peraturan hukum sebagai dasar dan pola sistem hukum modern barat yang berisi pokok-pokok ketetapan hukum mengenai jaminan atas keadilan dan HAM.
Para negarawan Yunani, seperti Socrates dan Plato adalah peletak dasar diakuinya HAM. Mereka mengkritik pemerintahan yang tidak berdasarkan keadilan dan kebijaksanaan. Begitu pula Aristoteles mengajarkan bahwa pemerintah harus berdasarkan kemauan dan cita-cita mayoritas warga negara (384 – 422 SM).
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas lahirlah pemikiran untuk menaskahkan hak asasi manusia, antara lain :
a. Magna Charta Liberatum
Magna Charta yakni piagam agung yang dideklarasikan dan ditandatangani pada tahun 1215,. Piagam ini lahir sebagai hasil musyawarah sekelompok bangsawan Inggris yang bertujuan untuk membatasi kekuasaan Raja John Lackland yang sewenang-wenang (absolut). Dengan piagam ini raja bisa diminta pertanggung jawaban di muka hukum dan raja harus bertanggung jawab kepada parlemen. Namun raja tetap berwenang membuat undang-undang. Piagam ini mengajarkan bahwa hukum dan undang-undang lebih tinggi dari kekuasaan raja. Kelahiran Magna Charta ini dianggap sebagai cikal bakal (embrio) dan permulaan sejarah perjuangan HAM, walaupun belum dapat disebut sebagai perlindungan HAM yang dikenal dewasa ini, sebab hanya merupakan perlindungan terhadap bangsawan dan gereja saja.
b. Petition of Rights
Petition of Rights ditandatangani oleh Raja Charles I pada tahun 1628. Raja berhadapan dengan parlemen yang terdiri dari utusan (The House of Commons). Hal ini menunjukkan bahwa perjuangan HAM memiliki korelasi yang erat dengan perkembangan demokrasi.
c. Bill of Rights (Inggris)
Bill of rights (UU hak) ditandatangani oleh Raja Willem III pada tahun 1689 sebagai hasil Glorius Revolution. UU ini diterima oleh Parlemen Inggris setelah berhasil mengadakan perlawanan terhadap Raja II pada tahun berikutnya dalam suatu revolusi tak berdarah tahun 1688.
d. Perkembangan HAM kemudian banyak dipengaruhi oleh John Locke, JJ Rousseau serta Thomas Hobbes.
Dalam konteks HAM, Thomas Hobbes melihat bahwa HAM merupakan ‘jalan pintas’ terhadap situasi “hommo homini lupus bellum omnium comtra omnes” (situasi yang mendorong terjadinya perjanjian masyarakat dimana rakyat menyerahkan haknya kepada penguasa).
John Locke berpendapat bahwa manusia tidaklah harus secara absolut menyerahkan hak-hak individunya. Sebab yang diserahkan hanyalah hak-hak yang berhubungan dengan perjanjian negara saja. Maka Locke melihat dua instansi proses perjanjian masyarakat, yaitu :
1) Pactum Unionis, ialah perjanjian antar individu yang ditujukan bagi adanya masyarakat politik dan negara.
2) Pactum Subjektionis, ialah persetujuan antar individu tadi (pactum unionis) yang terbentuk atas dasar suara mayoritas.
Filsafat Locke inilah yang kelak kemudian hari menjadi landasan bagi pengakuan HAM. Hal tersebut terlihat dalam Declaration of Independence Amerika Serikat pada tanggal 4 Juli 1776 yang disetujui Conggres yang mewakili 13 negara baru yang bersatu. Perjuangan HAM di Amerika Serikat timbul, karena rakyatnya yang berasal dari Eropa merasa tertindas oleh Pemerintahan Inggris.
e. Declaration of Independence
Perkembangan HAM yang lebih modern ditandai lahirnya piagam ini, yakni deklarasi kemerdekaan Amerika dari tangan Inggris pada tanggal 4 Juli 1776. Piagam ini disusun oleh Thomas Jefferson yang bersumber pada ajaran Rousseau dan Montesquieu. Deklarasi ini menekankan pentingnya kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan. Dokter Sun Yat Sen menggunakan asas ini di Tiongkok yang dikenal sebagai min tsu, min chuan dan min seng.
f. Declaration des Droits de l’homme et du Citoyen
Ini merupakan pernyataan hak-hak asasi manusia dan warga negara yang lahir di Perancis tahun 1789. Piagam ini dicetuskan pada permulaan revolusi Perancis, sebagai perlawanan terhadap kesewenangan rezim lama. Dan sebagai hasilnya pada tanggal 13 September 1789 lahirlah konstitusi Perancis yang pertama.
Piagam ini banyak dipengaruhi oleh Declaration of Independence, karena jasa Lafayette, seorang Jenderal dari Perancis yang ikut berperang di Amerika pada waktu negeri tersebut membebaskan diri dari penjajahan Inggris. Sekembalinya ke Perancis, dia berjuang pula untuk melahirkan Piagam Hak Asasi Manusia dan Warga Negara di negerinya. Piagam ini merupakan dasar dari rule of law (negara hukum) yang melarang penangkapan secara sewenang-wenang. Disamping itu, piagam inipun menekankan pentingnya asas praduga tak bersalah (presumption of innocence), kebebasan berekspresi (freedom of expression), kebebasan beragama (feedom of religion), serta adanya perlindungan terhadap hak milik (the right of property).
g. Bill of Rights (Amerika Serikat)
Bill of Rights (UU Hak) yang disusun oleh rakyat Amerika Serikat pada tahun 1789 dan menjadi bagian dari UUD yang disusun pada tahun 1971.
h. UUD 1945
Pada tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, ditetapkanlah UUD-RI oleh PPKI yang kemudian dikenal dengan UUD 1945. Pada UUD 1945 ini terdapat jaminan HAM, baik dalam Pembukaan maupun Batang Tubuh (pasal-pasal)-nya.
i. The Four Freedoms
Pada awal Perang Dunia II (PD II = 1939 – 1945), Presiden Amerika Serikat, Franklin Delano Roosevelt merumuskan empat hak yang disebut the four freedoms (empat kebebasan) yaitu :
1) Kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat (freedom of speech).2) Kebebasan dari ketakutan (freedom from fear).
3) Kebebasan beragama (freedom of religion).
4) Kebebasan dari kemelaratan (freedom from want).
Lahirnya hak-hak tersebut di atas terutama akibat adanya agresi Nazi – Jerman yang menginjak-injak hak-hak manusia. Hak yang keempat yaitu kebebasan dari kemelaratan merupakan cetusan perkembangan daya piker manusia. Akhirnya manusia menganggap bahwa hak politik yang dimilikinya seperti hak untuk menyatakan pendapat, hak pilih dalam pemilu, dan sebagainya, tidak ada artinya jika kebutuhan pokoknya yaitu sandang, pangan dan perumahan tidak terpenuhi. Maka hak manusia harus juga mencakup bidang ekonomi, sosial dan budaya.
j. The Universal Declaration of Human Rights
Komisi Hak-Hak Asasi yang dibentuk oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1946 menetapkan secara terperinci beberapa hak ekonomi dan sosial, disamping hak politik. Pada tanggal 10 Desember 1948 dibuat pernyataan sedunia tentang HAM yaitu The Universal Declaration of Human Rights. Deklarasi ini didasari oleh Deklarasi Roosevelt. Deklarasi HAM sedunia ini diterima secara aklamasi oleh negara-negara yang tergabung dalam PBB, dengan catatan ada 5 negara yang tidak memberikan suaranya, diantaranya Uni Sovyet.
Walaupun deklarasi itu tidak mengikat, namun diharapkan agar negara-negara yang ikut menanda-tanganinya mencantumkan dalam UUD negaranya atau perundang-undangan lainnya, sehingga berlaku di negara yang bersangkutan. Namun ternyata, tindak lanjut dari pernyataan tersebut yaitu menyusun suatu perjanjian (covenant) yang mengikat secara yuridis (hukum) bagi seluruh negara di dunia sukar dilaksanakan. Barulah setelah 18 tahun deklarasi itu dicetuskan, yakni pada akhir tahun 1966 Sidang Umum PBB menyetujui secara aklamasi perjanjian tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Covenant of Economi, Social and Cultural Rights) serta perjanjian tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (Covenant on Civil and Political Rights). Perjanjian tersebut baru berlaku bulan Januari 1976 sesudah diratifikasi oleh 35 negara, sedangkan perjanjian hak-hak sipil dan politik sedang menunggu ratifikasi yang ke-35.
Kedua naskah perjanjian dimulai dengan pasal yang sama bunyinya, yaitu : “Semua orang mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri. Berdasarkan hak itu mereka secara bebas menentukan status politik mereka dan secara bebas mengejar perkembangan mereka di bidang ekonomi, sosial dan budaya”.