Dalam
pembelajaran PPKn perlu dipahami hubungan konseptual dan fungsional
strategi serta metode pembelajaran dengan pendekatan dan model
pembelajaran. Pendekatan dimaknai sebagai cara menyikapi/melihat (a way of viewing). Strategi dimaknai sebagai cara mencapai tujuan dengan sukses (a way of winning the game atau a way of achieving of objectif). Metode adalah cara menangani sesuatu (a way of dealing). Sedangkan teknik dimaknai sebagai cara memperlakukan sesuatu (a way creating something). Dilain pihak model
adalah kerangka yang berisikan langkah-langkah/urut-urutan
kegiatan/sintakmatik yang secara operasional perlu dilakukan oleh guru
dan siswa.
Pendekatan dalam pembelajaran PKn pada prinsipnya lebih mengarah
kepada pengembangan kurikulum atau pengorganisasian isi materi
pelajaran. Ada delapan pendekatan, yang menurut Douglas Suparka (dalam
Martorella, 1996) dapat digunakan dalam pembelajaran PKn, yaitu:
Setelah menganalisis rumusan pendekatan
pembelajaran maka Anda memberikan pengertian bahwa pembelajaran dalam
mata pelajaran Kewarganegaraan merupakan proses dan upaya dengan
menggunakan pendekatan belajar kontekstual untuk mengembangkan dan
meningkatkan kecerdasan, keterampilan, dan karaliter warga negara
Indonesia.
Sedangkan jenis pendekatan yang direkomendasikan
adalah Pendekatan Belajar Kontekstual, yaitu sebuah pendekatan yang
menekankan keterkaitan antara suasana pembelajaran dengan kondisi
lingkungan masyarakat baik dalam materi maupun proses pembelajaran serta
kebutuhan dan kemampuan peserta didik untuk memiliki kompetensi.
Selanjutnya dijelaskan daiam pedoman Standar Kompetensi (Depdiknas
2003) bahwa metode-metode pembelajaran tersebut dapat dilaksanakan
secara bervariasi di dalam atau di luar kelas dengan memperhatikan
ketersediaan sumber-sumber belajar. Guru dengan persetujuan Kepala
Sekolah selain dapat membawa siswa menemui tokoh masyarakat dan pejabat
setempat ke sekolah untuk memberikan informasi yang relevan dengan
materi yang dibahas dalam kegiatan pembelajaran.
Indikator Esensial
2.2.2. Menerapkan pendekatan saintifik dalam pembelajaran PPKn.
Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran PPKn
Pembelajaran
saintifik merupakan pembelajaran yang mengadopsi
langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode
ilmiah. Model pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan
terbudayakannya kecakapan berpikir sains, terkembangkannya “sense of
inquiry” dan kemampuan berpikir kreatif siswa (Alfred De Vito, 1989).
Model pembelajaran yang dibutuhkan adalah yang mampu menghasilkan
kemampuan untuk belajar (Joice & Weil: 1996), bukan saja
diperolehnya sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap, tetapi yang
lebih penting adalah bagaimana pengetahuan, keterampilan, dan sikap itu
diperoleh peserta didik (Zamroni, 2000; & Semiawan, 1998).
Pembelajaran saintifik tidak hanya memandang hasil belajar sebagai muara
akhir, namum proses pembelajaran dipandang sangat penting. Oleh karena
itu pembelajaran saintifik menekankan pada keterampilan proses. Model
pembelajaran berbasis peningkatan keterampilan proses sains adalah model
pembelajaran yang mengintegrasikan keterampilan proses sains ke dalam
sistem penyajian materi secara terpadu (Beyer, 1991).
Model ini
menekankan pada proses pencarian pengetahuan dari pada transfer
pengetahuan, peserta didik dipandang sebagai subjek belajar yang perlu
dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran, guru hanyalah seorang
fasilitator yang membimbing dan mengkoordinasikan kegiatan belajar.
Dalam model ini peserta didik diajak untuk melakukan proses pencarian
pengetahuan berkenaan dengan materi pelajaran melalui berbagai aktivitas
proses sains sebagaimana dilakukan oleh para ilmuwan (scientist) dalam
melakukan penyelidikan ilmiah (Nur: 1998), dengan demikian peserta didik
diarahkan untuk menemukan sendiri berbagai fakta, membangun konsep, dan
nilai-nilai baru yang diperlukan untuk kehidupannya. Fokus proses
pembelajaran diarahkan pada pengembangan keterampilan siswa dalam
memproseskan pengetahuan, menemukan dan mengembangkan sendiri fakta,
konsep, dan nilai-nilai yang diperlukan (Semiawan: 1992).
Model
ini juga tercakup penemuan makna (meanings), organisasi, dan struktur
dari ide atau gagasan, sehingga secara bertahap siswa belajar bagaimana
mengorganisasikan dan melakukan penelitian. Pembelajaran berbasis
keterampilan proses sains menekankan pada kemampuan peserta didik dalam
menemukan sendiri (discover) pengetahuan yang didasarkan atas pengalaman
belajar, hukum-hukum, prinsip-prinsip dan generalisasi, sehingga lebih
memberikan kesempatan bagi berkembangnya keterampilan berpikir tingkat
tinggi (Houston, 1988). Dengan demikian peserta didik lebih diberdayakan
sebagai subjek belajar yang harus berperan aktif dalam memburu
informasi dari berbagai sumber belajar, dan guru lebih berperan sebagai
organisator dan fasilitator pembelajaran.
Model pembelajaran
berbasis keterampilan proses sains berpotensi membangun kompetensi dasar
hidup siswa melalui pengembangan keterampilan proses sains, sikap
ilmiah, dan proses konstruksi pengetahuan secara bertahap. Keterampilan
proses sains pada hakikatnya adalah kemampuan dasar untuk belajar (basic
learning tools) yaitu kemampuan yang berfungsi untuk membentuk landasan
pada setiap individu dalam mengembangkan diri (Chain and Evans: 1990).
Pendekatan pembelajaran dalam Kurkulum 2013 menggunakan pendekatan
ilmiah. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu
(tematik antarmata pelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran)
perlu diterapkan pembelajaran berbasis menyingkapan/ penelitian
(discovery/inquiry learning). Untuk mendorong kemampuan peserta didik
untuk menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok
maka sangat disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang
menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning).
(Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013)
Proses pembelajaran dalam pendekatan ilmiah terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu:
1. Mengamati;
2. Menanya;
3. Mengumpulkan informasi;
4. Mengasosiasi; dan
5. Mengomunikasikan.
(Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013)
Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Ilmu-ilmu sosial
Suatu pengetahuan ilmiah hanya dapat diperoleh dari metode ilmiah.
Metode ilmiah pada dasarnya memandang fenomena khusus (unik) dengan
kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan pada simpulan.
Dengan demikian diperlukan adanya penalaran dalam rangka pencarian
(penemuan). Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of
inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat
diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang
spesifik.
Metode ilmiah umumnya memuat rangkaian kegiatan koleksi
data atau fakta melalui observasi dan eksperimen, kemudian memformulasi
dan menguji hipotesis. Sebenarnya apa yang kita bicarakan dengan metode
ilmiah merujuk pada:
(1) adanya fakta,
(2) sifat bebas prasangka,
(3) sifat objektif, dan
(4) adanya analisa.
Selanjutnya secara sederhana pendekatan ilmiah merupakan suatu cara
atau mekanisme untuk mendapatkan pengetahuan dengan prosedur yang
didasarkan pada suatu metode ilmiah. Ada juga yang mengartikan
pendekatan ilmiah sebagai mekanisme untuk memperoleh pengetahuan yang
didasarkan pada struktur logis.
Pendekatan ilmiah ini memerlukan langkah-langkah pokok:
a) Mengamati
b) Menanya
c) Menalar
d) Mencoba
e) Membentuk jejaring
Langkah-langkah di atas boleh dikatakan sebagai pembelajaran terhadap
pengetahuan ilmiah yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis
dalam ilmu-ilmu sosial. Karena yang dikehendaki adalah jawaban mengenai
fakta-fakta sosial, maka pendekatan dengan langkah-langkah tersebut
dikatakan sangat erat dengan metode ilmiah.
Proses pembelajaran
pada Kurikulum 2013 dilaksanakan menggunakan pendekatan ilmiah. Proses
pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah,
ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar
peserta didik “tahu mengapa.” Ranah keterampilan menggamit transformasi
substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu bagaimana”. Ranah
pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar
peserta didik “tahu apa.” Hasil akhirnya adalah peningkatan dan
keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft
skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup
secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek
kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
1) Mengamati
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran
(meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu,
seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan
tertantang, dan mudah pelaksanaannya.
Dalam pembelajaran
ilmu-ilmu sosial, pengamatan dapat dilakukan terhadap hal- hal sebagai
berikut, contoh: proses terbentuknya negara, interaksi sosial, situs
sejarah. Sedangkan dalam pembelajaran di kelas, mengamati dapat
dilakukan melalui berbagai media yang dapat diamati siswa, misalnya:
video, gambar, grafik, bagan, dsb.
Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah seperti berikut ini.
a. Menentukan objek apa yang akan diobservasi
b. Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi
c. Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder
d. Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi
e. Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar
f. Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi ,
seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam,
dan alat-alat tulis lainnya.
Secara lebih luas, alat atau
instrumen yang digunakan dalam melakukan observasi, dapat berupa daftar
cek (checklist), skala rentang (rating scale), catatan anekdot
(anecdotal record), catatan berkala, dan alat mekanikal (mechanical
device). Daftar cek dapat berupa suatu daftar yang berisikan nama-nama
subjek, objek, atau faktor- faktor yang akan diobservasi. Skala rentang ,
berupa alat untuk mencatat gejala atau fenomena menurut tingkatannya.
Catatan anekdot dapat berupa catatan yang dibuat oleh peserta didik dan
guru mengenai kelakuan-kelakuan luar biasa yang ditampilkan oleh subjek
atau objek yang diobservasi. Alat mekanik dapat berupa berupa alat
mekanik yang dapat dipakai untuk memotret atau merekam
peristiwa-peristiwa tertentu yang ditampilkan oleh subjek atau objek
yang diobservasi.
2) Menanya
Guru yang efektif mampu
menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah
sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada
saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar
dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika
itu pula dia mendorong siswa untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang
baik. Artinya guru dapat menumbuhkan sikap ingin tahu siswa, yang
diekspresikan dalam bentuk pertanyaan. Misalnya: Mengapa terjadi kasus
pelanggaran HAM? Apakah seni bangun candi itu asli Indonesia atau ada
pengaruh dari luar? Dalam hukum permintaan dinyatakan ketika harga naik
maka jumlah barang yang diminta akan turun, namun kenyataannya setiap
menjelang hari raya walaupun harga cenderung naik tetapi permintaan juga
ikut naik. Mengapa demikian?, dsb.
Diusahakan setelah ada
pengamatan, yang bertanya bukan guru, tetapi yang bertanya peserta
didik. Berikut manfaat / fungsi bertanya:
a. Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu tema atau topik pembelajaran.
b. Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta
mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.
c. Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya.
d. Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas
substansi pembelajaran yang diberikan.
e. Membangkitkan keterampilan
peserta didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi
jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan
benar.
f. Mendorong partisipasi peserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan.
g. Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima
pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan
toleransi sosial dalam hidup berkelompok.
h. Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon persoalan yang tiba-tiba muncul.
i. Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain.
3) Menalar
Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan
ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru
dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam
banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru.
Penalaran adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas
fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan
berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah,
meski penalaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat.
3.1. Cara menalar
Seperti telah dijelaskan di muka, terdapat dua cara menalar, yaitu
penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan
cara menalar dengan menarik simpulan dari fenomena atau atribut-atribut
khusus untuk hal-hal yang bersifat umum. Kegiatan menalar secara
induktif lebih banyak berpijak pada observasi inderawi atau pengalaman
empirik.
Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan
menarik simpulan dari pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat
umum menuju pada hal yang bersifat khusus. Pola penalaran deduktif
dikenal dengan pola silogisme. Cara kerja menalar secara deduktif adalah
menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk kemudian dihubungkan
ke dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Ada tiga jenis silogisme,
yaitu silogisme kategorial, silogisme hipotesis, silogisme alternatif.
Pada penalaran deduktif tedapat premis, sebagai proposisi menarik
simpulan. Penarikan simpulan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu
langsung dan tidak langsung. Simpulan secara langsung ditarik dari satu
premis, sedangkan simpulan tidak langsung ditarik dari dua premis.
Contoh:
• Akuntan publik adalah akuntan yang kegiatannya memberikan jasa untuk
kepentingan perusahaan dengan sejumlah pembayaran tertentu, atau disebut
juga akuntan ekstern.
• Akuntan pemerintah adalah akuntan yang bekerja sebagai pemeriksa atau auditor untuk pemerintah atau negara.
• Akuntan pendidik adalah akuntan yang bekerja sebagai pengajar atau dosen di perguruan tinggi.
• Akuntan Intern atau Akuntan Perusahaan adalah akuntan yang bekerja
dalam perusahaan dan bertugas khusus di bidang akuntansi intern untuk
membantu pengelola perusahaan.
• Simpulan Akuntan publik, Akuntan
pemerintah, Akuntan pendidik, Akuntan Intern merupakan jabatan-jabatan
dalam lapangan akuntansi pada berbagai lingkup kegiatan dan bidang
garapannya.
3.2. Analogi dalam Pembelajaran
Selama proses
pembelajaran, guru dan peserta didik sering kali menemukan fenomena yang
bersifat analog atau memiliki persamaan. Dengan demikian, guru dan
peserta didik adakalanya menalar secara analogis. Analogi adalah suatu
proses penalaran dalam pembelajaran dengan cara membandingkan sifat
esensial yang mempunyai kesamaan atau persamaan.
Berpikir analogis
sangat penting dalam pembelajaran ilmu-ilmu sosial, karena hal itu akan
mempertajam daya nalar peserta didik. Seperti halnya penalaran, analogi
terdiri dari dua jenis, yaitu analogi induktif dan analogi deklaratif.
Kedua analogi itu dijelaskan berikut ini.
Analogi induktif disusun
berdasarkan persamaan yang ada pada dua fenomena atau gejala. Atas dasar
persamaan dua gejala atau fenomena itu ditarik simpulan bahwa apa yang
ada pada fenomena atau gejala pertama terjadi juga pada fenomena atau
gejala kedua. Analogi induktif merupakan suatu “metode menalar” yang
sangat bermanfaat untuk membuat suatu simpulan yang dapat diterima
berdasarkan pada persamaan yang terbukti terdapat pada dua fenomena atau
gejala khusus yang diperbandingkan
Contoh:
Hakekat Pergerakan
Nasional bagi peserta didik adalah jiwa nasionalisme dan ketekunan dalam
belajar. Peserta didik adalah generasi muda yang harus memiliki jiwa
nasionalisme dan harus giat belajar.
Analogi deklaratif merupakan
suatu “metode menalar” untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu
fenomena atau gejala yang belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu
yang sudah dikenal. Analogi deklaratif ini sangat bermanfaat karena
ide-ide baru, fenomena, atau gejala menjadi dikenal atau dapat diterima
apabila dihubungkan dengan hal-hal yang sudah diketahui secara nyata dan
dipercayai.
Contoh:
Proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia
dapat dilaksanakan karena adanya sinergitas, saling menghargai, sikap
pantang menyerah antara golongan muda dan golongan tua. Begitu pula
tercapainya suatu prestasi disekolah tidak terlepas dari sinergitas,
saling menghargai, sikap pantang menyerah dari dewan guru, peserta
didik, dan seluruh stake holder sekolah.
3.3. Hubungan Antarfenomena
Seperti halnya penalaran dan analogi, kemampuan menghubungkan
antarfenomena atau gejala sangat penting dalam proses pembelajaran,
karena hal itu akan mempertajam daya nalar peserta didik. Disinilah
esensi bahwa guru dan peserta didik dituntut mampu memaknai hubungan
antarfenomena atau gejala, khususnya hubungan sebab-akibat.
Hubungan
sebab-akibat diambil dengan menghubungkan satu atau beberapa fakta yang
satu dengan satu atau beberapa fakta yang lain. Suatu simpulan yang
menjadi sebab dari satu atau beberapa fakta itu atau dapat juga menjadi
akibat dari satu atau beberapa fakta tersebut.
Penalaran
sebab-akibat ini masuk dalam ranah penalaran induktif, yang disebut
dengan penalaran induktif sebab-akibat. Penalaran induktif sebab akibat
terdiri dari tiga jenis.
Hubungan sebab–akibat. Pada penalaran
hubungan sebab-akibat, hal-hal yang menjadi sebab dikemukakan terlebih
dahulu, kemudian ditarik simpulan yang berupa akibat. Contoh:
•
Sehubungan adanya pembuatan jalan oleh Belanda yang melewati makam
leluhur Diponegoro, maka pecahlah perang Diponegoro melawan Belanda 1825
– 1830 (mapel Sejarah).
• Nilai suatu barang ditentukan jumlah
biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan barang itu kembali (biaya
reproduksi). Oleh karena untuk menentukan nilai suatu barang tidak
berasal pada biaya produksi yang pertama kali, tetapi pada biaya
produksi yang dikeluarkan sekarang (mapel Ekonomi).
Hubungan
akibat–sebab. Pada penalaran hubungan akibat-sebab, hal-hal yang menjadi
akibat dikemukakan terlebih dahulu, selanjutnya ditarik simpulan yang
merupakan penyebabnya.
Contoh (Mata pelajaran Sejarah):
• Perang
Diponegoro 1825 – 1830 melawan Belanda, sampai-sampai Belanda mengalami
kerugian besar, dan nyaris dikalahkan, disebabkan Belanda membuat jalan
yang melewati makam leluhur Diponegoro.
• Perjuang bangsa Indonesia
melalui Pergerakan Nasional, mengakibatkan diproklasikan kemerdekaan.
Akibat proklamasi kemerdekaan datanglah Sekutu yaitu Inggris dan Belanda
datang ke Indonesia . Kedatangan Sekutu yang berkeinginan menjaga
status quo, tentu tidak diharapkan oleh pemuda Indonesia, terjadilah
perang.
Contoh (Mata pelajaranEkonomi)
• Nilai suatu barang
ditentukan oleh jumlah biaya produksi yang dikeluarkan oleh produsen
untuk membuat barang tersebut. Semakin tinggi nilai pakai suatu barang,
nilai tukarnya akan semakin tinggi.
• Masyarakat yang tinggal di
daerah terpencil, hidupnya terisolasi. Keterisolasian itu menyebabkan
mereka kehilangan akses untuk melakukan aktivitas ekonomi, sehingga
muncullah kemiskinan keluarga yang akut. Kemiskinan keluarga yang akut
menyebabkan anak-anak mereka tidak berkesempatan menempuh pendidikan
yang baik. Dampak lanjutannya, bukan tidak mungkin terjadi kemiskinan
yang terus berlangsung secara siklikal.
Hubungan sebab–akibat 1 –
akibat 2. Pada penalaran hubungan sebab-akibat 1 –akibat 2, suatu
penyebab dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat yang pertama
menjadi penyebab, sehingga menimbulkan akibat kedua. Akibat kedua
menjadi penyebab sehingga menimbulkan akibat ketiga, dan seterusnya.
3.4. Mencoba/mengeksplorasi
Eksplorasi adalah upaya awal membangun pengetahuan melalui peningkatan
pemahaman atas suatu fenomena. Strategi yang digunakan adalah memperluas
dan memperdalam pengetahuan yang menerapkan strategi belajar aktif.
Pendekatan pembelajaran yang berkembang saat ini secara empirik telah
melahirkan disiplin baru pada proses belajar. Tidak hanya berfokus pada
apa yang dapat peserta didik temukan, namun sampai pada bagaimana cara
mengeksplorasi ilmu pengetahuan. Istilah yang populer untuk
menggambarkan kegiatan ini adalah “explorative learning”.
Pendekatan belajar yang eksploratif tidak hanya berfokus pada bagaimana
mentransfer ilmu pengetahuan, pemahaman, dan interpretasi, namun harus
diimbangi dengan peningkatan mutu materi ajar. Informasi tidak hanya
disusun oleh guru. Perlu ada keterlibatan peserta didik untuk
memperluas, memperdalam, atau menyusun informasi atas inisiatifnya.
Dalam hal ini peserta didik menyusun dan memvalidasi informasi sebagai input bagi kegiatan belajar.
Peta Konsep yang dikembangkan menunjukan kompleksitas kegiatan
eksplorasi dalam proses pembelajaran yang mengharuskan adanya proses
dialog yang : (1) interaktif (2) adaptif, interaktif dan reflektif (3)
menggambarkan tingkat-tingkat penguasaan pokok bahasan (4) menggambarkan
level kegiatan yang berkaitan dengan meningkatkan keterampilan
menyelesaikan tugas sehingga memperoleh pengalaman yang bermakna.
Mengintegrasikan pendekatan ini dengan lima faktor yang menyebabkan
kegiatan pembelajaran menjadi lebih bermakna, yaitu belajar aktif,
belajar konstruktif, belajar intens, belajar autentik, dan kolaboratif
yang menegaskan pernyataan bahwa pembelajaran eksploratif lebih
menekankan pada pengalaman belajar dari pada pada materi pelajaran.
Eksplorasi merupakan proses kerja dalam memfasilitasi proses belajar
peserta didik dari tidak tahu menjadi tahu. Peserta didik menghubungkan
pikiran yang terdahulu dengan pengalaman belajarnya. Mereka
menggambarkan pemahaman yang mendalam untuk memberikan respon yang
mendalam juga. Bagaimana membedakan peran masing-masing dalam kegiatan
belajar bersama. Mereka melakukan pembagian tugas seperti dalam tugas
merekam, mencari informasi melalui internet serta memberikan respon
kreatif dalam berdialog. Di samping itu peserta didik menindaklanjuti
penelusuran informasi dengan membandingkan hasil telaah. Secara
kolektif, mereka juga dapat mengembangkan hasil penelusuran informasi
dalam bentuk grafik, tabel, diagram serta mempresentasikan gagasan yang
dimiliki.
Pelaksanaan kegiatan mencoba/eksplorasi pada mata
pelajaran ilmu-ilmu sosial dapat dilakukan melalui kerja sama dalam
kelompok kecil. Bersama teman sekelompoknya peserta didik dalam
menelusuri informasi yang mereka butuhkan, merumuskan masalah dalam
kehidupan nyata, berpikir kritis untuk menerapkan ilmu yang dimiliki
dalam kehidupan yang nyata dan bermakna. Melalui kegiatan
mencoba/eksplorasi peserta didik dapat mengembangkan pengalaman belajar,
meningkatkan penguasaan ilmu-ilmu sosial, serta menerapkannya untuk
menjawab fenomena yang ada. Peserta didik juga dapat mengeksploitasi
informasi untuk memperoleh manfaat tertentu sebagai produk belajar.
3.5. Jejaring Pembelajaran atau Pembelajaran Kolaboratif
Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari
sekadar teknik pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi esensinya
merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan
dan memaknai kerjasama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara
baik dan disengaja untuk memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai
tujuan bersama.
Pada pembelajaran kolaboratif kewenangan guru
lebih bersifat direktif atau manajer belajar, sebaliknya, peserta
didiklah yang harus lebih aktif. Jika pembelajaran kolaboratif
diposisikan sebagai satu falsafah peribadi, maka ia menyentuh tentang
identitas peserta didik terutama jika mereka berhubungan atau
berinteraksi dengan yang lain atau guru. Dalam situasi kolaboratif itu,
peserta didik berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan
menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing. Dengan cara semacam
ini akan tumbuh rasa aman, sehingga memungkin peserta didik menghadapi
aneka perubahan dan tuntutan belajar secara bersama-sama.
Tantangan baru dinamika kehidupan yang makin kompleks menuntut aktivitas
pembelajaran bukan sekedar mengulang fakta dan fenomena keseharian yang
dapat diduga melainkan mampu menjangkau pada situasi baru yang tak
terduga. Dengan dukungan kemajuan teknologi dan seni, pembelajaran
diharapkan mendorong kemampuan berpikir siswa hingga situasi baru yang
tak terduga.
Agar pembelajaran terus menerus membangkitkan
kreativitas dan keingintahuan siswa, kegiatan pembelajaran kompetensi
dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
1. Menyajikan atau
mengajak siswa mengamati fakta atau fenomena baik secara langsung dan/
atau rekonstruksi sehingga siswa mencari informasi, membaca, melihat,
mendengar, atau menyimak fakta/fenomena tersebut
2. Memfasilitasi diskusi dan Tanya jawab dalam menemukan konsep, prinsip, hukum, dan teori
3. Mendorong siswa aktif mencoba melalui kegiatan eksperimen
4. Memaksimalkan pemanfaatan tekonologi dalam mengolah data, mengembangkan penalaran dan memprediksi fenomena
5. Memberi kebebasan dan tantangan kreativitas dalam presentasi dengan aplikasi baru yang terduga sampai tak terduga