Kajian Teoritis Tentang Sertifikasi Guru dan Kinerja Guru
A.
Tinjauan tentang Sertifikasi Guru
1.
Pengertian Guru
Secara
umum dapat dikatakan bahwa guru adalah sosok orang yang memiliki kelebihan,
baik dalam hal ilmu pengetahuan maupun kepribadiannya, yang berusaha secara
sadar dan sengaja untuk mentransfer kelebihan tersebut kepada satu atau
beberapa orang yang menjadi muridnya. Pengertian ini lebih mengarah pada
pengertian secara sosiologis, dimana guru menjadi salah satu status sosial
dalam diferensiasi sosial. Selain itu pengertian itu lebih bersifat informal,
dimana setiap orang bisa meraih kedudukan sebagai guru, dengan syarat memiliki
kelebihan tertentu dan berkehendak mentransfer kelebihan itu kepada orang lain
yang menjadi muridnya.
Dalam
pengertian yang formal, guru merupakan tenaga professional dalam bidang
pendidikan dan pembelajaran. Dalam Undang-Undang RI Nomor : 20 Tahun 2002 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pasal 39 ayat (2) dikemukakan bahwa guru adalah “tenaga
profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat”.
Sedangkan
dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen yang terdapat
dalam Bab I Pasal 1 bahwa :
Guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar membimbing,
mengarahkan, melatih, memberikan, menilai, mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Dan dalam
Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1994 dikemukakan bahwa :
Jabatan guru
adalah jabatan fungsional, yaitu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung
jawab, wewenang, dan hak seorang PNS dalam suatu organisasi yang dalam
pelaksanaan tugasnya didasarkan keahlian atau keterampilan tertentu serta
bersifat mandiri.
Menurut
Sardiman A.M., (2006 : 123), bahwa, “Guru ialah komponen manusiawi dalam proses
belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya
manusia yang potensial di bidang pembangunan”.
Dari
pengertian di atas tersirat bahwa “guru” merupakan suatu jabatan profesional
yang memerlukan keahlian dan figur kepribadian yang khusus, dengan tugas utama
mendidik, mengajar dan melatih peserta didik sesuai tujuan pendidikan. Oleh
karena itu tidak semua orang dapat dengan mudah menjadi guru.
Istilah profesionalisme berasal
dari profession. Dalam
Kamus Inggris Indonesia (1996:
449) disebutkan “profession berarti
pekerjaan”. Arifin (1995: 105) mengemukakan bahwa “Profession
mengandung arti yang sama dengan kata
occupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui
pendidikan atau latihan khusus.”
Dalam
buku yang ditulis oleh Kunandar yang berjudul Guru Profesional Implementasi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan disebutkan
pula bahwa :
Profesionalisme
berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh
seseorang. Profesi juga diartikan
sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan
keterampilan khusus yang diperoleh dari
pendidikan akademis yang intensif. Jadi, profesi adalahsuatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian
tertentu.
Menurut
Martinis Yamin (2007: 3) bahwa, “Profesi mempunyai pengertian seseorang yang
menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik, dan prosedur
berlandaskan intelektualitas.” Jasin
Muhammad yang dikutip oleh
Yunus Namsa (2006: 29), menjelaskan
bahwa :
Profesi adalah
suatu lapangan pekerjaan yang dalam melakukan
tugasnya memerlukan teknik dan prosedur ilmiah, memiliki dedikasi serta cara menyikapi lapangan pekerjaan yang
berorientasi pada pelayanan yang ahli. Pengertian profesi ini tersirat makna
bahwa di dalam suatu pekerjaan profesional diperlukan teknik serta
prosedur yang bertumpu pada landasan
intelektual yang mengacu pada pelayanan yang ahli.
Berdasarkan
definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa profesi adalah
suatu pekerjaan atau
keahlian yang mensyaratkan kompetensi intelektualitas,
sikap dan keterampilan tertentu yang diperolah melalui proses pendidikan secara
akademis.
Guru
merupakan profesi yang sama tuanya dengan peradaban manusia. Profesi Guru
mengalami perkembangan dan perubahan seiring dengan perkembangan peradaban
manusia dari satu era ke era selanjutnya. Dalam http://id.shvoong.com (diakses
26 April 2011) dikemukakan bahwa suatu pekerjaan dapat disebut profesi jika:
a.
Memiliki fungsi
dan signifikansi dengan kebutuhan masyarakat;
b.
Memerlukan
keahlian dan ketrampilan khusus;
c.
Didukung oleh
ilmu pengetahuan dan teknologi;
d.
Diperkuat
dengan kode etik dan organisasi profesi; dan
e.
Ada
penghargaan, gaji, insentif yang memadai sebagai kompensasi.
Guru
mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang
sangat strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan. Hal ini
sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 39 ayat (2) UU Sisdiknas yang disebutkan
dalam pasal tersebut bahwa Pendidik merupakan tenaga profesional. Kedudukan guru
sebagai tenaga profesional mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan
pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak
yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu.
Dalam
Penjelasan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dijelaskan
bahwa :
Pengakuan
kedudukan Guru sebagai tenaga profesional mempunyai misi untuk melaksanakan
tujuan Guru dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
(UUGD) yang diundangkan pada tanggal 30 Desember 2005 sebagai berikut:
a.
Mengangkat
martabat guru;
b.
Menjamin hak
dan kewajiban guru;
c.
Meningkatkan
kompetensi guru;
d.
Memajukan
profesi serta karier guru;
e.
Meningkatkan
mutu pembelajaran;
f.
Meningkatkan
mutu pendidikan nasional;
g.
Mengurangi
kesenjangan ketersediaan guru antar daerah dari segi jumlah, mutu, kualifikasi
akademik, dan kompetensi;
h.
Mengurangi
kesenjangan mutu pendidikan antar daerah; dan
i.
Meningkatkan
pelayanan pendidikan yang bermutu.
Berdasarkan
visi dan misi tersebut, kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi
untuk meningkatkan martabat guru serta perannya sebagai agen pembelajaran untuk
meningkatkan mutu pendidikan nasional. Sejalan dengan fungsi guru tersebut, kedudukan guru sebagai tenaga profesional bertujuan untuk
melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan
nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis
dan bertanggung jawab.
Dalam
Penjelasan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dijelaskan
bahwa :
Guru dalam
melaksanakan tugasnya harus memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup
minimum sehingga memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan
profesionalnya. Selain itu, perlu juga diperhatikan upaya-upaya memaksimalkan
fungsi dan peran strategis Guru yang meliputi penegakan hak dan kewajiban guru
sebagai tenaga profesional, pembinaan dan pengembangan profesi guru,
perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja.
Mengkaji
Guru sebagai profesi, perlu diperhatikan ciri-ciri profesi secara sederhana (http://kus1978.wordpress.com)
adalah:
a.
Profesi itu
memiliki fungsi dan signifikansi sosial bagi masyarakat. Sebagai contoh, dokter
disebut profesi karena memiliki fungsi dan signifikasi sosial untuk memberikan
layanan kesehatan bagi masyarakat. Demikian juga Guru, memberikan layanan
pendidikan bagi peserta didik (anak-anak generasi muda bangsa melalui
pendidikan formal);
b.
Profesi
menuntut keterampilan tertentu yang diperoleh melalui proses pendidikan dan
pelatihan yang cukup yang dilakukan oleh lembaga pendidikan yang akuntabel atau
dapat dipertanggung-jawabkan;
c.
Profesi
didukung oleh suatu disiplin ilmu tertentu (a systematic body of knowledge).
d.
Ada kode etik
yang dijadikan sebagai satu pedoman perilaku anggota beserta sanksi yang jelas
dan tegas terhadap pelanggar kode etik tersebut. Pengawasan terhadap penegakan
kode etik dilakukan oleh organisasi profesi yang bersangkutan.
e.
Sebagai
konsekuensi dari layanan dan prestasi yang diberikan kepada masyarakat, maka
anggota profesi secara perorangan atau kelompok memperoleh imbalan finansial
atau material.
Masing-masing
kriteria profesi saling berkaitan.
Artinya jika salah satu kriteria tidak dapat terpenuhi, hilang, atau salah,
maka suatu pekerjaan itu tidak dapat dikategorikan sebagai profesi. Berikut
dikemukakan beberapa ciri-ciri profesi menurut
para ahli yang harus dipenuhi oleh
seseorang profesional. Kriteria tersebut sebagaimana dikemukakan oleh
Dadi Permadi (2004: 16-17) sebagai berikut :
a.
Menurut Glenn
Langford, kriteria profesi meliputi:
1)
Upah;
2)
Memiliki
pengetahuan dan keterampilan;
3)
Memiliki
tanggung jawab dan tujuan;
4)
Mengutamakan
layanan;
5)
Memiliki
kesatuan;
6)
Mendapat
pengakuan dari orang lain atas pekerjaan yang digelutinya.
b.
Menurut Moore,
profesi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1)
Seseorang
profesional menggunakan waktu sepenuhnya untuk melakukan pekerjaannya;
2)
Terikat oleh
panggilan hidup. Artinya pekerjaannya sebagai seperangkat norma kepatuhan dan
perilaku;
3)
Merupakan
anggota organisasi profesional yang formal;
4)
Menguasai
pengetahuan yang berguna dan keterampilan atas dasar latihan spesialisasi atau
pendidikan yang sangat khusus;
5)
Terikat dengan
syarat-syarat kompetensi, kesadaran prestasi, dan
6)
pengabdian;
7)
Memperoleh
otonomi berdasarkan spesialisasi teknis yang tinggi.
c.
Greenwood,
menyarankan bahwa profesi dibedakan dari non profesi karena memiliki
unsur-unsur yang esensial yaitu:
1)
Suatu dasar
teori sistematis;
2)
Kewenangan
(authority) yang diakui oleh masyarakat;
3)
Kode Etik yang
mengatur hubungan dari orang-orang profesional
4)
dengan klien
dan teman sejawat;
5)
Kebudayaan
profesi yang terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma.
d.
Komisi
Kebijaksanaan Amerika Serikat menyebutkan kriteria profesi di bidang pendidikan
meliputi:
1)
Profesi
didasarkan atas sejumlah pengetahuan yang dikhususkan;
2)
Profesi
mengejar kemajuan dan kemampuan para anggotanya;
3)
Profesi
melayani kebutuhan para anggotanya akan kesejahteraan dan pertumbuhan
profesional;
4)
Profesi
memiliki norma etis;
5)
Profesi
mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah di bidangnya (mengenai perubahan
kurikulum, struktur organisasi pendidikan, persiapan profesional dan
sebagainya);
6)
Profesi memiliki
solidaritas kelompok profesi.
Berdasarkan
ciri-ciri profesi di atas, guru atau pendidik mengemban tugas mulia dapat
dikatakan sebagai tenaga profesional yang memiliki kaidah-kaidah sebagaimana
profesi lainnya seperti dokter, akuntan, advokat dan lain-lain. Tampak jelas
bahwa guru memiliki karakteristik tersebut di atas, meskipun ada beberapa
karakteristik yang belum sepenuhnya terpenuhi. Menjadi guru yang profesional, guru
juga harus memiliki kompetensi yang tinggi. Untuk dapat memiliki kompetensi
seperti itu maka guru harus memiliki disiplin ilmu yang diperoleh dari lembaga
pendidikan. Disiplin ilmu itu antara lain adalah pedagogi (membimbing anak).
Kode
etik profesi Guru yang dibuat oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
tetapi penegakannya belum berjalan. PGRI di masa lalu terlalu dekat dengan
politik sehingga kurang bergerak sebagai organisasi profesi. Pernah ada
kegiatan Konvensi National Council for Social Studies (NCSS) di Amerika
Serikat. Organisasi ini memang organisasi profesi murni yang bidang kegiatannya menyangkut urusan
profesi. Organisasi ini punya peranan penting dalam memberikan masukan
penyempurnaan kurikulum social studies
(IPS), inovasi tentang strategi dan
metode pembelajaran IPS, media dan alat peraga, dan hal-hal yang terkait dengan
profesi Guru IPS. Apabila PGRI dalam menjadi induk bagi organisasi-organisasi
Guru mata pelajaran di Indonesia, alangkah idealnya. (NCCS,
http://www.socialstudies.org/standards, diakses tanggal 27 April 2011).
Secara
tegas ditentukan dalam Pasal 1 angka 1 UUGD bahwa yang dimaksud dengan Guru
adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Kedudukan Guru sebagai
tenaga profesional dapat dirujuk kepada Pasal 2 UUGD yang dinyatakan sebagai
berikut :
1)
Guru mempunyai
kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang
diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2)
Pengakuan
kedudukan Guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Fungsi
dari kedudukan Guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (1) di atas ditentukan dalam Pasal 4 UUGD yang berfungsi untuk meningkatkan
martabat dan peran Guru sebagai agen pembelajaran dalam meningkatkan mutu
pendidikan nasional. Tujuannya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 UUGD untuk
melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan
nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung
jawab.
Dalam
Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UUGD dijelaskan bahwa :
Guru sebagai
tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan
oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat
pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan
tertentu.
Kemudian
dalam Penjelasan Pasal 4 UUGD dijelaskan bahwa, “Guru sebagai agen pembelajaran
(learning agent) adalah peran guru antara lain sebagai fasilitator, motivator,
pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta
didik.”
Profesi
Guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan
prinsip-prinsip profesionalitas sebagaimana prinsip-prinsip yang ditentukan
dalam Pasal 7 ayat (1) UUGD sebagai berikut:
1)
Memiliki bakat,
minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
2)
Memiliki
komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak
mulia;
3)
Memiliki
kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
4)
Memiliki
kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
5)
Memiliki
tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
6)
Memperoleh
penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
7)
Memiliki
kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan
belajar sepanjang hayat;
8)
Memiliki
jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
9)
Memiliki
organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan tugas keprofesionalan guru.
Guru
sebagai tenaga professional, harus menjujung tinggi prinsip-prinsip
profesionalitas di atas. Sebab guru memiliki keahlian dalam bidang akademis
yang ditandai dengan memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga
pendidikan yang berwenang dan terakreditasi oleh pemerintah. Guru yang telah
memiliki sertifikat mengajar, dinyatakan sebagai ahli dalam bidang akademis
tertentu, memiliki hak untuk mengajar dalam lembaga atau satuan pendidikan.
Secara akademis, guru professional memiliki keahlian atau kecakapan akademis
atau dalam bidang ilmu tertentu; cakap mempersiapkan penyajian materi (pembuatan silabus; program tahunan,
program semester) yang akan menjadi acuan penyajian; melaksanakan penyajian
materi; melaksanakan evaluasi atas pelaksanaan yang dilakukan; serta mampu
memperlakukan siswa secara adil dan secara manusiawi.
Salah
satu ciri sebagai profesi, Guru harus memiliki kompetensi yang dituntut oleh
disiplin ilmu pendidikan dan harus dikuasainya. Kompetensi merupakan kebulatan
penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang ditampilkan melalui unjuk
kerja.
Dalam
buku yang ditulis oleh E. Mulyasa (2008: 75) dijelaskan kompetensi yang
harus dimiliki seorang
guru itu mencakup empat aspek sebagai berikut:
a.
Kompetensi
Pedagogik
Dalam Standar
Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir a dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah
kemapuan mengelola pembelajaran peserta
didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta
didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
b.
Kompetensi
Kepribadian
Dalam Standar
Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan
kompetensi kepribadian adalah kemampuan
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak
mulia.
c.
Kompetensi
Profesioanal
Dalam Standar
Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c dikemukakan bahwa yang
dimaksud kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran
secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing pesrta didik memenuhi
standar kompetensi yang ditetapkan dalam
Standar Nasional Pendidikan.
d.
Kompetensi
Sosial
Dalam Standar
Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir d dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan
kompetensi sosial adalah kemampuan guru
sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif
dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua/wali
peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Alisuf
Sabri (1992) dalam jurnal Mimbar Agama dan Budaya mengutip pernyataan Mitzel
yang mengemukakan bahwa :
Seorang guru
dikatakan efektif dalam mengajar apabila ia memiliki potensi atau kemampuan untuk mendatangkan
hasil belajar pada murid-muridnya. Untuk mengatur efektif tidaknya seorang
guru. Mitzel menganjurkan cara penilaian dengan 3 kriteria, yaitu: presage,
process dan product. Dengan demikian seorang guru dapat dikatakan
sebagai guru yang effektif apabila ia
dari segi presage, ia memiliki ‘personality attributes’ dan ‘teacher knowledge’ yang
diperlukan bagi pelaksanaan kegiatan
mengajar yang mampu mendatangkan hasil belajar kepada murid. Dari segi process,
ia mampu menjalankan (mengelola dan melaksanakan) kegiatan belajar-mengajar yang dapat mendatangkan
hasil belajar kepada murid. Dari segi product ia dapat mendatangkan
hasil belajar yang dikehendaki oleh masing-masing muridnya.
Dengan
penjelasan di atas berarti latar belakang pendidikan atau ijazah sekolah guru
yang dijadikan standar unsur presage, sedangkan ijazah selain pendidikan guru
berarti nilainya di bawah standar.
Berdasarkan
pemahaman dari uraian-uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa mutu guru
dapat diramalkan dengan tiga kriteria yaitu: presage, process dan
product yang unsur-unsurnya dijelaskan oleh Alisuf Sabri (1992) sebagai
berikut:
a.
Kriteria presage
(tanda-tanda kemampuan profesi keguruan) yang terdiri dari unsur sebagai
berikut:
1)
Latar belakang
pre-service dan in-service guru.
2)
Pengalaman
mengajar guru.
3)
Penguasaan
pengetahuan keguruan.
4)
Pengabdian guru
dalam mengajar.
b.
Kriteria process
(kemampuan guru dalam mengelola dan melaksanakan proses belajar mengajar)
terdiri dari:
1)
Kemampuan guru
dalam merumuskan Rancangan Proses Pembelajaran (RPP).
2)
Kemampuan guru
dalam melaksanakan (praktik) mengajar di dalam kelas.
3)
Kemampuan guru
dalam mengelola kelas.
c.
Kriteria product
(hasil belajar yang dicapai murid-murid) yang
terdiri dari hasil-hasil belajar murid dari bidang studi yang diajarkan oleh guru tersebut.
Dalam
prakteknya meramalkan mutu seorang guru di sekolah atau di madrasah tentunya
harus didasarkan kepada efektivitas mengajar guru tersebut sesuai dengan
tuntutan kurikulum sekarang yang
berlaku, dimana guru dituntut kemampuannya untuk merumuskan dan mengintegrasikan tujuan, bahan, metode,
media dan evaluasi pengajaran secara tepat dalam mendisain dan mengelola proses
belajar mengajar, disamping itu guru juga harus mampu melaksanakan atau
membimbing terjadinya kualitas proses belajar yang akan dialami oleh
murid-muridnya.
Ahmad Sabri
dalam buku yang
ditulis oleh Yunus
Namsa (2006: 37-38) mengemukakan pula bahwa untuk mampu
melaksanakan tugas mengajar dengan baik,
guru harus memiliki
kemampuan profesional, yaitu terpenuhinya 10 kompetensi guru, yang
meliputi:
a.
Menguasai bahan
meliputi:
1)
Menguasai bahan
bidang studi dalam kurikulum sekolah;
2)
Menguasai bahn
pengayaan/penunjang bidang studi;
b.
Mengelola
program belajar mengajar, meliputi :
1)
Merumuskan
tujuan intsruksional;
2)
Mengenal dan
dapat menggunakan prosedur instruksional yang tepat;
3)
Melaksanakan
program belajar mengajar;
4)
Mengenal
kemampuan anak didik;
c.
Mengelola
kelas, meliputi:
1)
Mengatur tata
ruang kelas untuk pelajaran;
2)
Menciptakan
iklim belajar mengajar yang serasi;
d.
Menggunakan
media atau sumber, meliputi:
1)
Mengenal,
memilih dan menggunakan media;
2)
Membuat alat
bantu pelajaran yang sederhana;
3)
Menggunakan
perpustakaan dalam proses belajar mengajar;
4)
Menggunakan
micro teaching untuk unit program pengenalan lapangan;
e.
Menguasai
landasan-landasan pendidikan.
f.
Mengelola
interaksi-interaksi belajar mengajar.
g.
Menilai prestasi
siswa untuk kepentingan pelajaran.
h.
Mengenal fungsi
layanan dan program bimbingan dan penyuluhan:
1)
Mengenal fungsi
dan layanan program bimbingan dan penyuluhan;
2)
Menyelenggarakan
layanan bimbingan dan penyuluhan;
i.
Mengenal dan
menyelengarakan administrasi sekolah;
j.
Memahami
prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan
pengajaran
Kemudian
dalam Pasal 28 PP No. 19 Tahun 2005 ditegaskan mengenai Standar Pendidik dan
Tenaga Kependidikan sebagai berikut:
a.
Pendidik harus
memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat
jasmani dan rohani, serta memilki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
b.
Kualifikasi
akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal
yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah
dan/sertifikat keahlian yang relevan
sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
c.
Kompetensi
sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta
pendidikan anak usia dini meliputi:
1)
Kompetensi
pedagogik;
2)
Kompetensi
kepribadian;
3)
Kompetensi
profesional; dan
4)
Kompetensi
sosial.
d.
Seseorang yang
tidak memiliki ijazah dan/sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat dianggap
menjadi pendidik setelah melewati uji
kelayakan dan kesetaraan.
e.
Kualifikasi
akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sampai dengan (4) dikembangkan oleh BNSP dan ditetapkan dengan
Peraturan Menteri.
Dengan
demikian cukup jelas dan tegas, bahwa kualifikasi akademik seorang guru adalah
tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi dan dibuktikan dengan ijazah
dan/sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
3.
Pengertian Sertifikasi Guru
Sertifikasi
adalah proses pemberian sertifikat kompetensi atau surat keterangan sebagai
pengakuan terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan setelah
lulus uji kompetensi. Sertifikasi berasal dari kata ‘certification’ yang
berarti diploma atau pengakuan secara resmi kompetensi seseorang untuk memangku
sesuatu jabatan profesional. Menurut Depdiknas (2003: 4) bahwa, “Sertifikasi
guru dapat diartikan sebagai surat bukti kemampuan mengajar dalam mata
pelajaran, jenjang dan bentuk pendidikan tertentu seperti yang diterangkan
dalam sertifikat kompetensi tersebut.”
Pasal
1 angka 11 UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa ”Sertifikasi
adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen”. Sertifikat
pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan
dosen sebagai tenaga profesional. Sertifikat pendidik wajib dimiliki oleh Guru
diatur dalam Pasal 8 UUGD terlebih dahulu harus melalui pendidikan tinggi
program sarjana atau program diploma empat (Pasal 9).
Dalam
Pasal 2 UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa,
“Pengakuan guru sebagai tenaga yang profesional dibuktikan dengan sertifikat
pendidik.” Selanjutnya pasal 11 menjelaskan bahwa, “Sertifikat pendidik
diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.” Sertifikat pendidik
diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga
kependidikan yang terakreditasi.
Menurut
Samani (2006: 8) bahwa, “Sertifikat pendidik adalah bukti formal dari pemenuhan
dua syarat, yaitu kualifikasi akademik minimum dan penguasaan kompetensi
minimal sebagai guru.” Sedangkan menurut Trianto dan Tutik (2007: 9) bahwa :
Sertifikat
pendidik adalah surat keterangan yang diberikan suatu lembaga pengadaan tenaga
kependidikan yang terakreditasi sebagai bukti formal kelayakan profesi guru,
yaitu memenuhi kualifikasi pendidikan minimum dan menguasai kompetensi minimal
sebagai agen pembelajaran.
Sedankan
menurut Mulyasa (2009: 34) bahwa :
Sertifikasi
guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang
telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan
pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh
lembaga sertifikasi.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa sertifikasi guru adalah proses uji kelayakan
profesionalisme guru yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi, yang dibuktikan
dengan diberikannya sertifikat pendidik pada mata pelajaran, jenjang dan bentuk
pendidikan tertentu.
4.
Latar Belakang Sertifikasi Guru
Pendidik
(guru) adalah tenaga profesional sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 39 ayat 2,
UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 2 ayat 1, UU
RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Pasal 28 ayat (1) PP RI No. 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Mengacu pada landasan yuridis
dan kebijakan tersebut, secara tegas menunjukkan adanya keseriusan dan komitmen yang tinggi
pihak pemerintah dalam upaya meningkatkan profesionalisme dan penghargaan
kepada guru yang muara akhirnya pada peningkatan kualitas pendidikan nasional.
Sesuai
dengan arah kebijakan di atas, Pasal 42 UU RI No. 20 Tahun 2003 mempersyaratkan
bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan
kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Hal ini ditegaskan kembali dalam Pasal
28 ayat (1) PP RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan; dan
Pasal 8 UU RI No 14, 2005 yang mengamanatkan bahwa guru harus memiliki kualifikasi
akademik minimal D4/S1 dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, yang meliputi
kompetensi kepribadian, pedagogik, profesional, dan sosial. Kompetensi guru
sebagai agen pembelajaran secara formal dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Kualifikasi akademik minimum diperoleh melalui pendidikan tinggi, dan
sertifikat kompetensi pendidik diperoleh setelah lulus ujian sertifikasi.
Pengertian
sertifikasi secara umum mengacu pada
National Commision on Educatinal Services (NCES) disebutkan “Certification
is a procedure whereby the state evaluates and reviews a teacher candidate’s
credentials and provides him or her a license to teach”. Dalam kaitan ini,
di tingkat negara bagian (Amerika Serikat) terdapat badan independen yang
disebut The American Association of Colleges for Teacher Education (AACTE).
Badan independen ini yang berwenang menilai dan menentukan apakah ijazah yang
dimiliki oleh calon pendidik layak atau tidak
layak untuk diberikan lisensi pendidik. Persyaratan kualifikasi akademik minimal dan sertifikasi bagi
pendidik juga telah diterapkan oleh beberapa negara di Asia. Di Jepang, telah
memiliki undang-undang tentang guru sejak tahun 1974, dan undang-undang
sertifikasi sejak tahun 1949. Di China telah memiliki undang-undang guru tahun
1993, dan peraturan pemerintah yang mengatur kualifikasi guru diberlakukan
sejak tahun 2001. Begitu juga di Philipina dan Malaysia belakangan ini telah
mempersyaratkan kualifikasi akademik minimun dan standar kompetensi bagi guru.
Di
Indonesia, menurut UU RI No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, sertifikat
pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan kualifikasi
akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran. Sertifikat pendidik
diberikan kepada seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan profesi pendidik dan lulus uji sertifikasi
pendidik. Dalam hal ini, ujian
sertifikasi pendidik dimaksudkan sebagai kontrol mutu hasil pendidikan,
sehingga seseorang yang dinyatakan lulus dalam ujian sertifikasi pendidik
diyakini mampu melaksanakan tugas mendidik, mengajar, melatih, membimbing, dan
menilai hasil belajar peserta didik. Namun saat ini, mengacu pada Permendiknas
Nomor 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan disebutkan
bahwa sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi
dalam bentuk penilaian portofolio alias penilaian kumpulan dokumen yang
mencerminkan kompetensi guru.
5.
Dasar Hukum Sertifikasi Guru
Dalam
Buku Petunjuk Teknis Pelaksanaan Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Tahun 2011
(Dirjen Dikti Kemendiknas, 2011: 2) dikemukakan dasar hukum yang digunakan
sebagai acuan pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan adalah sebagai berikut
:
a.
Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
b.
Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
c.
Peraturan
Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
d.
Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru.
e.
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan
Kompetensi Guru.
f.
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11
Tahun 2011 tentang Sertifikasi
bagi Guru dalam Jabatan.
g.
Keputusan
Mendiknas Nomor 076/P/2011 tentang Pembentukan Konsorsium
Sertifikasi Guru (KSG).
h.
Keputusan
Mendiknas Nomor 075/P/2011 tentang
Penetapan Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Guru dalam Jabatan.
6.
Tujuan dan Manfaat Sertifikasi Guru
Menurut
Wibowo (2004: 19) mengungkapkan bahwa tujuan sertifikasi guru adalah sebagai
berikut :
a.
Melindungi
profesi pendidik dan tenaga kependidikan;
b.
Melindungi
masyarakat dari praktik-praktik yang tidak kompeten, sehingga merusak citra
pendidik dan tenaga kependidikan;
c.
Membantu dan
melindungi lembaga penyelenggara pendidikan dengan menyediakan rambu-rambu dan
instrumen untuk melaksanakan seleksi terhadap pelamar yang kompeten;
d.
Membangun citra
masyarakat terhadap profesi pendidik dan tenaga kependidikan;
e.
Memberikan
solusi dalam rangka meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan.
Sedangkan
manfaat sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan menurut Mulyasa (2009: 35)
adalah sebagai berikut :
a.
Pengawasan Mutu
1)
Lembaga
sertifikasi yang telah mengidentifikasi dan menentukan seperangkat kompetensi
yang bersifat unik.
2)
Untuk setiap
jenis profesi dapat mengarahkan pada praktisi untuk mengembangkan tingkat
kompetensinya secara berkelanjutan.
3)
Peningkatan
profesionalisme melalui mekanisme seleksi, baik pada waktu awal masuk organisasi
profesi maupun pengembangan karir selanjutnya.
4)
Proses seleksi
yang lebih baik, program pelatihan yang lebih bermutu maupun usaha belajar
secara mandiri untuk mencapai peningkatan profesionalisme.
b.
Penjaminan Mutu
1)
Adanya proses
pengembangan profesionalisme dan evaluasi terhadap kinerja praktisi akan
menimbulkan persepsi masyarakat dan pemerintah menjadi lebih baik terhadap
organisasi profesi beserta anggotanya. Dengan demikian pihak berkepentingan,
khususnya para pelanggan/pengguna akan lebih menghargai organisasi profesi dan
sebaliknya organisasi profesi dapat memberikan jaminan atau melindungi para
pelanggan/pengguna.
2)
Menyediakan
informasi yang berharga bagi para pelanggan/ pengguna yang ingin memperkerjakan
orang di bidang keahlian dan
keterampilan tertentu.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa program sertifikasi bertujuan untuk menentukan
kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan
mewujudkan tujuan pendidikan nasional, peningkatan kualitas proses dan hasil
pendidikan, serta peningkatan profesionalisme guru. Sedangkan manfaat
sertifikasi guru adalah dapat melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang
tidak kompeten, yang dapat merusak citra profesi guru, melindungi masyarakat
dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak profesional.
7.
Sasaran Sertifikasi Guru Tahun 2011
Dalam
Buku 1 Pedoman Penetapan Peserta Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Tahun 2011
(Dirjen PMPTK Kemendiknas, 2010: 13) disebutkan bahwa sasaran peserta
sertifikasi guru dalam jabatan adalah guru dan guru yang diangkat dalam jabatan
pengawas yang memenui persyaratan yang diwujudkan dalam bentuk kuota tahun
2011. Kuota peserta sertifikasi guru dalam jabatan tahun 2011 secara nasional
ditetapkan oleh pemerintah sebanyak 300.000 guru, terdiri dari guru PNS dan
guru bukan PNS pada jenjang pendidikan TK, SD, SMP, SMA, SMK dan SLB baik
negeri maupun swasta di bawah pembinaan Kementerian Pendidikan Nasional.
Sasaran
tersebut dibagi dalam 2 (dua) kelompok kuota sebagai berikut :
a.
Kuota
untuk pola PF sejumlah 2.940 orang.
b.
Kuota
untuk pola PLPG sejumlah 297.060 orang.
Sasaran
tersebut termasuk guru yang bertugas di sekolah Indonesia diluar negeri (SILN).
8.
Persyaratan Peserta Sertifikasi Guru Tahun 2011
Persyaratan
peserta sertifikasi guru dalam jabatan tahun 2011 dibedakan dalam tiga
kategori, yaitu : persyaratan umum, persyaratan khusus untuk guru yang mengikuti
penilaian Portofolio dan PLPG, dan persyaratan khusus untuk guru yang mengikuti
Pemberian Sertifikat secara Langsung (PSPL).
Dalam
Buku 1 Pedoman Penetapan Peserta Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Tahun 2011
(Dirjen PMPTK Kemendiknas, 2010: 16-17) disebutkan bahwa persyaratan umum
peserta sertifikasi guru dalam jabatan tahun 2011 sebagai berikut :
a.
Guru
yang masih aktif mengajar di sekolah di bawah binaan Kementerian Pendidikan
Nasional kecuali guru pendidika agama. Sertifikasi guru bagi guru pendidikan
agama dan semua guru yang mengajar di madrasah diselenggarakan oleh Kementerian
Agama dengan kuota dan aturan penetapan peserta dari Kementerian Agama (Surat
Edaran Bersama Direktur Jenderal PMPTK dan Sekretaris Jenderal Departemen Agama
Nomor SJ/Dj.I/Kp.02/1569/ 2007, Nomor 4823/F/SE/2007 Tahun 2007).
b.
Guru
yang diangkat dalam jabatan pengawas dengan ketentuan:
1)
bagi
pengawas satuan pendidikan selain dari guru yang diangkat sebelum berlakunya
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (1 Desember 2008), atau
2)
bagi
pengawas selain dari guru yang diangkat setelah berlakunya Peraturan Pemerintah
Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru harus pernah memiliki pengalaman formal sebagai
guru.
c.
Guru
bukan PNS pada sekolah swasta yang memiliki SK sebagai guru tetap dari
penyelenggara pendidikan (guru tetap yayasan), sedangkan guru bukan PNS pada
sekolah negeri harus memiliki SK dari Bupati/Walikota atau dinas pendidikan
provinsi/kabupaten/kota.
d.
Pada
tanggal 1 Januari 2012 belum memasuki usia 60 tahun.
e.
Memiliki
nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK)
Dalam
Buku 1 Pedoman Penetapan Peserta Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Tahun 2011 (Dirjen
PMPTK Kemendiknas, 2010: 17-18) disebutkan bahwa persyaratan khusus untuk guru yang mengikuti penilaian Portofolio
dan PLPG sebagai berikut :
a.
Memiliki
kualifikasi akademik sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV) dari program studi
yang terakreditasi atau minimal memiliki izin penyelenggaraan.
b.
Memiliki
masa kerja sebagai guru (PNS atau bukan PNS) minimal 6 tahun pada suatu satuan
pendidikan dan pada saat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen terbit yang bersangkutan sudah menjadi guru.
c.
Guru
dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan yang BELUM
memiliki kualifikasi akademik S-1/D-IV apabila:
1)
pada
1 Januari 2011 sudah mencapai usia 50 tahun dan mempunyai pengalaman kerja 20
tahun sebagai guru, atau
2)
mempunyai
golongan IV/a atau memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/a
(dibuktikan dengan SK kenaikan pangkat).
Dalam
Buku 1 Pedoman Penetapan Peserta Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Tahun 2011
(Dirjen PMPTK Kemendiknas, 2010: 18) disebutkan bahwa persyaratan khusus untuk guru yang mengikuti Pemberian Sertifikat
secara Langsung (PSPL) sebagai berikut :
a.
Guru
dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan yang memiliki
kualifikasi akademik magister (S-2) atau doktor (S-3) dari perguruan tinggi
terakreditasi dalam bidang kependidikan atau bidang studi yang relevan dengan mata
pelajaran atau rumpun mata pelajaran yang diampunya, atau guru kelas dan guru
bimbingan dan konseling atau konselor, dengan golongan sekurang-kurangnya IV/b
atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/b.
b.
Guru
dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan yang memiliki
golongan serendah-rendahnya IV/c atau yang memenuhi angka kredit kumulatif
setara dengan golongan IV/c.
9.
Alur Sertifikasi Guru Tahun 2011
Dalam
Buku Petunjuk Teknis Pelaksanaan Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Tahun 2011
(Dirjen Dikti Kemendiknas, 2011: 5-10) dijelaskan alur sertifikasi guru dalam
jabatan tahun 2011 sebagai berikut :
Sesuai dengan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 tahun 2011, guru dalam jabatan
yang telah memenuhi persyaratan dapat mengikuti sertifikasi melalui: (1) Pemberian Sertifikat Pendidik secara Langsung
(PSPL), (2) Portofolio (PF), (3) Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG),
atau (4) Pendidikan Profesi Guru (PPG).
Sertifikasi
guru pola PSPL didahului dengan verifikasi dokumen. Peserta sertifikasi guru
pola PSPL sebagai berikut.
a.
Guru
yang sudah memiliki kualifikasi akademik S-2 atau S-3 dari perguruan tinggi
terakreditasi dalam bidang kependidikan atau bidang studi yang relevan dengan
mata pelajaran atau rumpun mata pelajaran yang diampunya dengan golongan paling
rendah IV/b atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan
IV/b.
b.
Guru
kelas yang sudah memiliki kualifikasi akademik S-2 atau S-3 dari perguruan
tinggi terakreditasi dalam bidang kependidikan atau bidang studi yang relevan
dengan tugas yang diampunya dengan golongan paling rendah IV/b atau yang
memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/b.
c.
Guru
bimbingan dan konseling/konselor yang sudah memiliki kualifikasi akademik S-2
atau S-3 dari perguruan tinggi terakreditasi dalam bidang kependidikan atau
bidang studi yang relevan dengan tugas bimbingan dan konseling dengan golongan
paling rendah IV/b atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan
golongan IV/b.
d.
Guru
yang diangkat dalam jabatan pengawas pada satuan pendidikan yang sudah memiliki
kualifikasi akademik S-2 atau S-3 dari
perguruan tinggi terakreditasi dalam bidang kependidikan atau bidang
studi yang relevan dengan tugas kepengawasan dengan golongan paling rendah IV/b
atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/b; atau
e.
Guru
yang sudah mempunyai golongan paling rendah IV/c, atau yang memenuhi angka
kredit kumulatif setara dengan golongan IV/c.
Sertifikasi
guru pola PF dilakukan melalui penilaian terhadap kumpulan berkas yang
mencerminkan kompetensi guru. Komponen penilaian portofolio mencakup: (1)
kualifikasi akademik, (2) pendidikan dan pelatihan, (3) pengalaman mengajar,
(4) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, (5) penilaian dari atasan dan
pengawas, (6) prestasi akademik, (7) karya pengembangan profesi, (8)
keikutsertaan dalam forum ilmiah, (9) pengalaman organisasi di bidang
kependidikan dan sosial, dan (10) penghargaan yang relevan dengan bidang
pendidikan.
Peserta
Sertifikasi pola PF adalah guru dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas
satuan pendidikan yang telah memenuhi persyaratan akademik dan administrasi
serta memiliki prestasi dan kesiapan diri. Sementara itu, bagi guru yang telah
memenuhi persyaratan akademik dan administrasi namun tidak memiliki kesiapan
diri untuk mengikuti sertifikasi melalui pola PF, dibolehkan mengikuti
sertifikasi pola PLPG.
Pendidikan
dan Latihan Profesi Guru (PLPG) merupakan pola sertifikasi dalam bentuk
pelatihan yang diselenggarakan oleh Rayon LTPK untuk memfasilitasi terpenuhinya
standar kompetensi guru peserta sertifikasi. Beban belajar PLPG sebanyak 90 jam
pembelajarandan dilaksanakan dalam bentuk perkuliahan dan workshop menggunakan
pendekatan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan (PAIKEM). Workshop dilaksanakan untuk mengembangkan
dan mengemas perangkat pembelajaran. PLPG diakhiri dengan uji kompetensi.
Peserta
srtifikasi pola PLPG adalah guru
yang bertugas sebagai guru kelas, guru mata pelajaran, guru
bimbingan dan konseling/konselor, serta guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan yang
memilih: (1) sertifikasi pola PLPG, (2) pola PF yang berstatus tidak lulus tes
awal atau tidak mencapai passing grade penilaian portofolio atau tidak lulus
verifikasi portofolio (TLVP), dan (3) PSPL tetapi berstatus tidak memenuhi
persyaratan (TMP).
Sertifikasi
guru Pola PSPL, PF dan PLPG dilakukan
oleh Rayon LPTK Penyelenggara Sertifikasi Guru yang ditunjuk oleh Menteri
Pendidikan Nasional. Rayon LPTK Penyelengara terdiri atas LPTK Induk dan LPTK
Mitra dan didukung oleh perguruan
tinggi yang memiliki program studi
relevan dengan bidang studi/mata pelajaran
yang diserifikasi. Penyelenggaraan sertifikasi guru dikoordinasikan oleh
Konsorsium Sertifikasi Guru (KSG).
Alur
sertifikasi guru dalam jabatan yang dijelaskan pada sebagai berikut :
a.
Guru
berkualifikasi akademik S-2/S-3 dan sekurang-kurangnya golongan IV/b atau guru
yang memiliki golongan serendah-rendahnya IV/c, mengumpulkan dokumen untuk
diverifikasi asesor Rayon LPTK sebagai persyaratan untuk menerima sertifikat
pendidik secara langsung. Penyusunan dokumen mengacu pada Pedoman Penyusunan
Portofolio (Buku 3). LPTK penyelenggara sertifikasi guru melakukan verifikasi
dokumen. Apabila hasil verifikasi dokumen, peserta dinyatakan memenuhi
persyaratan (MP), maka yang bersangkutan memperoleh sertifikat pendidik.
Sebaliknya, apabila tidak memenuhi persyaratan
(TMP), maka secara otomatis guru menjadi peserta sertifikasi pola PLPG.
b.
Guru
berkualifikasi S-1/D-IV; atau belum
S-1/D-IV tetapi sudah berusia 50 tahun
dan memiliki masa kerja 20 tahun, atau sudah
mencapai golongan IV/a; dapat memilih pola PF atau PLPG sesuai dengan
kesiapannya melalui mekanisme pada SIM NUPTK.
c.
Bagi
guru yang memilih pola PF, mengikuti prosedur sebagai berikut.
1)
Peserta
wajib mengikuti tes awal secara online. Tes awal online dikoordinasikan oleh
KSG melalui website http://ksg.dikti.go.id yang hanya dapat dibuka di ICT
Center Rayon LPTK penyelenggara sertifikasi guru.
2)
Peserta
dinyatakan lulus tes awal apabila
mencapai skor sama dengan atau lebih tinggi dari batas kelulusan yang
ditetapkan oleh KSG.
3)
Peserta
yang lulus tes awal mendapatkan printout bukti kelulusan dari ICT Center dan
diwajibkan menyusun portofolio. Fotokopi bukti kelulusan tes awal dilampirkan
dalam bendel portofolio. Peserta yang tidak lulus dalam tes awal secara
otomatis menjadi peserta sertifikasi pola PLPG.
4)
Portofolio
yang telah disusun diserahkan kepada Rayon LPTK melalui dinas pendidikan
provinsi/kabupaten/kota untuk dinilai oleh asesor.
a)
Apabila
hasil penilaian portofolio peserta sertifikasi guru dapat mencapai passsing
grade, dilakukan verifikasi terhadap portofolio yang disusun. Sebaliknya, jika
hasil penilaian portofolio peserta sertifikasi guru tidak mencapai passsing
grade, guru yang bersangkutan secara otomatis menjadi peserta pola PLPG.
b)
Apabila
skor hasil penilaian portofolio
mencapai passing grade, namun
secara administrasi masih ada kekurangan maka peserta harus melengkapi
kekurangan tersebut (melengkapi administrasi atau MA) untuk selanjutnya
dilakukan verifikasi terhadap portofolio yang disusun.
c)
Apabila
hasil verifikasi mencapai batas kelulusan dan dinyatakan lulus, guru yang
bersangkutan memperoleh sertifikat pendidik. Sebaliknya, apabila hasil
verifikasi portofolio tidak mencapai passing grade, guru secara otomatis
menjadi peserta sertifikasi pola PLPG.
5)
Peserta
PLPG terdiri atas guru yang memilih (1) sertifikasi pola PLPG, (2) pola PF
tetapi tidak lulus tes awal atau tidak mencapai
passing grade penilaian portofolio atau tidak lulus verifikasi
portofolio (TLVP), dan (3) PSPL tetapi
berstatus tidak memenuhi
persyaratan (TMP). Waktu pelaksanaan
PLPG ditentukan oleh Rayon LPTK sesuai ketentuan yang tertuang dalam
Rambu-Rambu Penyelenggaraan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru.
B.
Tinjauan tentang Kinerja Guru
1.
Pengertian Kinerja Guru
Kinerja
merupakan salah satu yang patut diperhatikan dalam rangka peningkatan
produktivitas kerja suatu organisasi atau perusahaan dalam upaya peningkatan
produknya agar mampu bertahan maupun dapat meningkatkan keunggulan ditengah
pasar persaingan yang sangat kuat.
Berkaitan
dengan masalah pendidikan, maka kinerja guru merupakan salah satu faktor yang
akan sangat menentukan terhadap kualitas proses dan hasil pendidikan. Guru
merupakan profesi profesional di mana ia dituntut untuk berupaya semaksimal
mungkin menjalankan profesinya sebaik mungkin. Sebagai seorang profesional maka
tugas guru sebagai pendidik, pengajar
dan pelatih hendaknya dapat berimbas kepada siswanya. Dalam hal ini guru
hendaknya dapat meningkatkan terus kinerjanya yang merupakan modal bagi
keberhasilan pendidikan.
Istilah
kinerja berasal dari bahasa Inggris ”job performance” atau ”Actual
performance” yang berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang
dicapai oleh seseorang. Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangunegara, 1999 :67).
Pengertian
kinerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “prestasi yang
diperlihatkan kemampuan kerja, sesuatu yang diharapkan.” Menurut Depdiknas (2008:
20) bahwa, “Kinerja adalah performance atau unjuk kerja.” Sedangkan Bernandin
dan Russel dalam Gomes (1997:135) memberikan batasan bahwa, “Kinerja adalah
sebagai hasil catatan hasil kerja yang dihasilkan dari fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama periode tertentu”.
Simamora
(2002:423) memberi batasan kinerja sebagai berikut :
Kinerja
merupakan terjemahan dari bahasa Inggris,
performance atau job
performance tetapi dalam bahasa Inggrisnya sering disingkat menjadi performance saja. Kinerja dalam bahasa
Indonesia disebut juga prestasi
kerja. Kinerja atau prestasi
kerja (performance) diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari
oleh pengetahuan, sikap, keterampilan
dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu.
Prestasi kerja (performance) diartikan sebagai suatu pencapaian
persyaratan pekerjaan tertentu yang akhirnya secara langsung dapat tercermin
dari output yang dihasilkan baik kuantitas maupun mutunya. Pengertian di atas
menyoroti kinerja berdasarkan hasil yang dicapai seseorang setelah melakukan
pekerjaan.
Menurut
Lembaga Administrasi Negara (1992) dalam Depdiknas (2008: 20) bahwa, “Kinerja
dapat pula diartikan prestasi kerja atau pelaksanaan kerja atau hasil unjuk
kerja.” Sementara menurut August W. Smith dalam Depdiknas (2008: 20) bahwa, “Kinerja
adalah performance is output derives from processes, human otherwise, artinya
kinerja adalah hasil dari suatu proses yang dilakukan manusia.”
Dari
beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan suatu wujud
perilaku seseorang atau organisasi dengan orientasi prestasi.
Byars
dan Rue (dalam Akhmad Radhani, 2002:10) mengatakan bahwa, “Kinerja menunjuk
kepada tingkat penyelesaian tugas-tugas yang membentuk pekerjaan seorang
individu. Kinerja merefleksikan seberapa baiknya seorang individu memenuhi
prasyarat-prasyarat dari sebuah pekerjaan itu.” Dalam hal ini kinerja yang
mengacu pada tugas-tugas yang harus
diselesaikan oleh seorang guru. Kinerja yang berkaitan dengan tugas-tugas guru itu menuju kepada kompetensi
guru yang harus dilaksanakan oleh guru tersebut dalam rangka untuk mencapai
tujuan belajar yang dikehendaki. Tujuan belajar mengubah tingkah laku siswanya,
dari tidak berpengetahuan menjadi berpengetahuan, dari tidak mempunyai
keterampilan menjadi terampil(dalam hal memecahkan masalah).
Kinerja
menurut Milkovich dan Boudreu dalam Diah Zuhrianah, (2001:17) mengatakan bahwa
“Kinerja pegawai adalah tingkatan dimana prestasi kerja pegawai disyaratkan”.
Performance
menurut Atkinson (1983:452) adalah “perilaku yang tampak, seperti yang
dibedakan dari pengetahuan atau informasi yang tidak diterjemahkan kedalam
tindakan”. Murphy (dalam Sukasdjo 2000:20) “kinerja berarti kualitas perilaku
yang berorientasi pada tugas atau pekerjaan”.
Dari
uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah merupakan hasil
kerja tersebut memiliki ukuran atau prasyarat tertentu dan mencakup dimensi
yang cukup luas dalam arti bahwa penilaian tetap mempertimbangkan berbagai
situasi dan kondisi yang mempengaruhi hasil kerja tersebut. Kinerja guru adalah
unjuk kerja. Unjuk kerja yang terkait dengan tugas yang diemban dan merupakan
tanggung jawab profesionalnya.
2.
Indikator Kinerja Guru
Berkenaan
dengan kepentingan penilaian terhadap kinerja guru. Georgia Departemen of
Education telah mengembangkan teacher performance assessment instrument
yang kemudian dimodifikasi oleh Depdiknas menjadi Alat Penilaian Kemampuan Guru
(APKG). Alat penilaian kemampuan guru, meliputi: (1) rencana pembelajaran
(teaching plans and materials) atau disebut dengann RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran),
(2) prosedur pembelajaran (classroom procedure), dan (3) hubungan antar
pribadi (interpersonal skill).
Indikator
penilaian terhadap kinerja guru dilakukan terhadap tiga kegiatan pembelajaran
di kelas yaitu:
a.
Perencanaan
Program Kegiatan Pembelajaran
Tahap
perencanaan dalam kegiatan pembelajaran adalah tahap yang berhubungan dengan
kemampuan guru menguasai bahan ajar. Kemampuan guru dapat dilihat dari cara
atau proses penyusunan program kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru,
yaitu mengembangkan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran(RPP).
Unsur/komponen yang ada dalam silabus terdiri dari: identitas silabus, stándar kompetensi (SK), kompetensi
dasar (KD), materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, alokasi
waktu, penilaian dan sumber pembelajaran.
Program
pembelajaran jangka waktu singkat sering dikenal dengan sitilah RPP, yang
merupakan penjabaran lebih rinci dan specifik dari silabus, ditandai oleh adnya
komponen-komponen : identitas RPP, stándar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD),
indikator, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran,
langkah-langkah kegiatan, sumber pembelajaran, dan penilaian.
b.
Pelaksanaan
Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan
pembelajaran di kelas adalah inti penyelenggaraan pendidikan yang ditandai oleh
adanya kegiatan pengelolaan kelas, penggunaan media dan sumber belajar, dan
penggunaan metode serta strategi pembejaran. Semua tugas tersebut merupakan
tugas dan tanggung jawab guru yang secara optimal dalam pelaksanaanya menuntut
kemampuan guru.
c.
Evaluasi/Penilaian
Pembelajaran
Penilaian
hasil belajar adalah kegiatan atau cara yang ditujukan untuk mengetahui
tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dan juga proses pembelajaran yang
telah dilakukan. Pada tahap ini seorang guru dituntut memiliki kemampuan dalam
menentukan pendekatan dan cara-cara evaluasi,
penyusunan alat-alat evaluasi, pengolahan, dan penggunaan hasil
evaluasi.
Sedangkan
menurut Nana Sudjana (2004:19) bahwa :
Kinerja guru
sebagai pengajar dapat dilihat dari kemampuan atau kompetensinya melaksanakan
tugas tersebut. Kemampuan yang berhubungan dengan tugas guru sebagai pengajar
dapat diguguskan kedalam empat kemampuan yakni 1) Merencanakan proses belajar
mengajar, 2) Melaksanakan dan mengelolah proses belajar mengajar, 3) Menilai
kemajuan proses belajar mengajar, dan 4) Menguasai bahan pelajaran.
Sejalan
dengan Sudjana, P2TK Ditjend Dikti dalam Mulyasa (2008: 20) menguraikan tugas
guru sebagai pengajar kedalam tiga kegiatan yang mengandung kemampuan mengajar
yaitu : “1) Merencanakan pembelajaran, 2) Melaksankan pembelajaran yang mendidik, 3) Menilai proses dan hasil
pembelajaran.”
Djaman
Satari dalam Ida Bagus Alit Ana (1994:35) mengemukakan indikator prestasi kerja
guru/kinerja guru berupa mutu proses pembelajaran yang sangat dipengaruhi oleh
guru dalam:
a.
Menyusun desain
instruksional
b.
Menguasai
metode-metode mengajar dan menggunakannya sesuai dengan sifat kegiatan belajar
murid
c.
Melakukan
interaksi dengan murid yang menimbulkan motivasi yang tinggi sehingga murid-murid
merasakan kegiatan belajar-mengajar yang
menyenangkan
d.
Menguasai bahan
dan menggunakan sumber belajar untuk membangkitkan proses belajar aktif melalui
pengembangan keterampilan proses
e.
Mengenal
perbedaan individual murid sehingga ia mampu memberikan bimbingan belajar
f.
Menilai proses
dan hasil belajar, memberikan umpan balik kepada murid dan merancang program
belajar remedial.
Depdikbud
(1997:89) mengemukakan tujuh unsur yang merupakan indikator prestasi kerja guru
atau kinerja guru yaitu:
a. Penguasaan Landasan Kependidikan
b. Penguasaan bahan pengajaran
c. Pengelolaan Program Belajar Mengajar
d. Penggunaan Alat Pelajaran
e. Pemahaman Metode Penelitian
f. Pemahaman Administrasi Sekolah
Berdasarkan
beberapa pendapat di atas, maka penulis menentukan indikator kinerja guru dalam
penelitian ini adalah : disiplin, pembuatan perencanaan dan persiapan
pembelajaran, pengembangan materi pembelajaran, penggunaan metode, media dan
sumber, pemberian tugas kepada siswa, pengelolaan kelas, dan melaksanakan
penilaian.
3.
Penilaian Kinerja Guru
Dalam
penilaian kinerja tidak hanya semata-mata menilai hasil fisik, tetapi
pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan yang menyangkut berbagai bidang
seperti kemampuan, kerajinan, disiplin, hubungan kerja atau hal-hal khusus
sesuai bidang tugasnya semuanya layak untuk dinilai. Simamora (1999:415) mendefinisikan penilaian kinerja adalah “alat
yang berfaedah tidak hanya untuk mengevaluasi kerja dari para karyawan, tetapi
juga untuk mengembangkan dan memotivasi kalangan karyawan.”
Ruky
(2001;203) memberikan gambaran tentang faktor-faktor penilaian prestasi kerja
yang berorientasi pada Individu yaitu : “1) pengabdian, 2) kejujuran,
3) kesetiaan, 4) prakarsa, 5) kemauan bekerja, 6) kerajasama, 7) prestasi
kerja, 8) pengembangan, 9) tanggung jawab, dan 10) disiplin kerja.”
Unsur-unsur
yang dinilai oleh manajer terhadap para karyawannya, merujuk Hasibuan (1999:95)
yang meliputi :
1)Kesetiaan.
Penilai mengukur kesetiaan karyawan terhadap pekerjaannya, jabatannya, dan
organisasi. Kesetiaan ini dicerminkan oleh kesediaan karyawan menjaga dan
membela organisasi di dalam maupun di luar pekerjaan dari rongrongan orang yag
tidak bertanggung jawab.
2)Prestasi kerja.
Penilai menilai hasil kerja baik mutu maupun kuantitas yang dapat dihasilkan
karyawan tersebut dari uraian pekerjaannya,
3)Kejujuran.
Penilai menilai kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugasnya memenuhi perjanjian
baik bagi dirinya maupun terhadap orang lain seperti kepada para bawahannya,
4)Kedisiplinan.
Penilai menilai disiplin karyawan dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada
dan melakukan pekerjaannya sesuai dengan
instruksi yang diberikan kepadanya,
5)Kreativitas.
Penilai menilai kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreativitasnya untuk
menyelesaikan pekerjaannya, sehingga bekerja lebih berdaya guna dan berhasil guna,
6)Kerjasama.
Penilai menilai kesediaan karyawan berpartisipasi dan bekerjasama dengan
karyawan lainnya secara vertikal atau horizontal di dalam maupun di luar
pekerjaan sehingga hasil pekerjaan akan semakin baik,
7)Kepemimpinan.
Penilai menilai kemampuan untuk memimpin, berpengaruh, mempunyai pribadi yang
kuat, dihormati, berwibawa, dan dapat memotivasi orang lain atau bawahannya
untuk bekerja secara efektif,
8)Kepribadian.
Penilai menilai karyawan dari sikap perilaku, kesopanan, periang, disukai,
memberi kesan menyenangkan, memperlihatkan sikap yang baik, serta berpenampilan
simpatik dan wajar,
9)Prakarsa.
Penilai menilai kemampuan berpikir yang orisinal dan berdasarkan inisiatif
sendiri sendiri untuk menganalisis,
menilai, menciptakan, memberikan alasan, mendapatkan kesimpulan, dan membuat
keputusan penyelesaian masalah yang
dihadapinya,
10)Kecakapan.
Penilai menilai kecakapan karyawan dalam menyatukan dan menyelaraskan
bermacam-macam elemen yang semuanya terlibat di dalam penyusunan kebijaksanaan
dan di dalam situasi manajemen,
11)Tanggung jawab.
Penilai menilai kesedian karyawan dalam mempertanggungjawabkan
kebijaksanaannya, pekerjan, dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang
dipergunakannya, serta perilaku kerjanya.
Sementara
itu Bernardin dan Rusel dalam Rucky
(2000:340), mengemukakan enam kriteria primer yang dapat digunakan untuk
mengukur prestasi kerja karyawan, yaitu:
(1)
Quality, merupakan
tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan pekerjaan mendekati
kesernpurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan,
(2)
Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya
jumlah
rupiah, jumlah unit atau jumlah siklus
kegiatan yang diselesaikan,
(3)
Timeliness, merupakan lamanya suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dikehendaki,
dengan memperhatikan jumlah output lain serta waktu yang tersedia untuk
kegiatan lain.
(4)
Cost
effectiveness, besarnya penggunaan
sumber daya organisasi guna mencapai hasil yang maksimal atau pengurangan
kerugian pada setiap unit penggunaan sumberdaya,
(5)
Need for
supervision, kemampuan karyawan untuk dapat melaksanakan fungsi pekerjaan tanpa
memerlukan pengawasan seorang supervisor untuk mencegah tindakan yang tidak
diinginkan,
(6)
Interpersonal
impact, kemampuan seorang karyawan untuk memelihara harga diri, nama baik dan
kemampuan bekerjasama diantara rekan kerja dan bawahan.
Unsur
prestasi karyawan yang dinilai oleh setiap organisasi atau perusahan tidaklah
selalu sama, tetapi pada dasarnya unsur-unsur yang dinilai itu mencakup seperti
hal-hal di atas. Unsur tersebut di
atas biasa bagi guru yang menjadi
pegawai negeri sipil digunakan untuk penilaian kepegawaian guru oleh atasan
yang dituangkan dalam DP3 (Daftar penilaian Pelaksanaan Pekerjaan). Di mana
setiap tahun guru dinilai oleh atasan (Kepala Sekolah) sebagai penilaian rutin
kepegawaian. Penilaian ini hanya berhubungan dengan kepegawaian sebagai Pegawai
Negeri Sipil. Sedangkan mengenai kinerja (prestasi kerja) kita mengkaji secara
khusus yang berkaitan dengan profesi guru dengan tugas utamanya sebagai
pengajar, bukan menilainya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Berkaitan
dengan penilaian kinerja guru, terdapat berbagai model instrumen yang dapat
dipakai. Namun demikian, ada dua
model yang paling sesuai dan dapat
digunakan sebagai instrumen utama, yaitu
skala penilaian dan (lembar)
observasi. Skala penilaian mengukur penampilan atau perilaku orang lain
(individu) melalui pernyataan perilaku dalam suatu kontinum atau kategori yang
memiliki makna atau nilai. Kategori dibuat dalam bentuk rentangan mulai dari
yang tertinggi sampai terrendah. Rentangan ini dapat disimbolkan melalui huruf
(A, B, C, D) atau angka (4, 3, 2, 1), atau
berupa kata-kata, mulai dari tinggi, sedang, kurang, rendah, dan sebagainya.
Observasi
merupakan cara mengumpulkan data yang biasa digunakan untuk mengukur tingkah
laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan. Yang dapat diamati baik
dalam situasi yang alami (sebenarnya) maupun situasi buatan. Tingkah laku guru
dalam mengajar, merupakan hal yang
paling cocok dinilai dengan observasi. Tentu saja penilai harus terlebih dahulu
mempersiapkan lembaran-lembaran yang berisi aspek-aspek yang hendak dinilai.
Dalam lembaran tersebut terdapat kolom di sebelah aspek yang hendak dinilai, di
mana penilai dapat memberikan catatan atau penilaian mengenai kuantitas
dan/atau kualitas aspek yang dinilai.
Penilaian dapat diberikan dalam bentuk tanda cek (√).
Lembar
penilaian observasi juga dapat dibuat dalam bentuk yang tidak terstruktur.
Maksudnya penilai (observer) tidak memberikan tanda cek, namun menuliskan
catatan mengenai kondisi aspek yang diamati. Hal ini biasanya dilakukan apabila
hal-hal yang diamati memang belum dapat dipastikan seperti apa dan bagaimana
kemunculannya. Sebagai contoh, penilaian terhadap kemampuan seorang guru baru
dalam mengelola kelas. Meskipun kisi-kisi pengelolaan kelas telah jelas, akan
tetapi bisa saja guru baru yang dinilai tersebut memunculkan perilaku yang tidak
terprediksi dalam menghadapi para siswa di kelas. Hal ini dilakukan terutama
bila penilai menggunakan pendekatan kualitatif.
Teori
dasar yang digunakan sebagai landasan untuk menilai kualitas kinerja guru
menurut T.R. Mithcell (1978) yaitu:
|
Dari formula
tersebut dapat dikatakan bahwa, motivasi dan abilitas adalah unsur-unsur yang
berfungsi membentuk kinerja guru dalam menjalankan tugasnya sebagai guru.
Motivasi
memiliki pengertian yang beragam baik yang berhubungan dengan perilaku individu
maupun perilaku organisasi. Motivasi merupakan unsur penting dalam diri manusia
yang berperan mewujudkan keberhasilan dalam usaha atau pekerjaan individu.
Menurut Stoner (1992: 440) motivasi diartikan sebagai “faktor-faktor
penyebab yang menghubungkan dengan sesuatu dalam perilaku seseorang.” Menurut
Maslow (1970: 35) sesuatu tersebut adalah “dorongan berbagai kebutuhan hidup
individu dari mulai kebutuhan fisik, rasa aman, sosial, penghargaan dan
aktualisasi diri.”
Pendekatan
yang dapat digunakan adalah pendekatan insentif keuangan sebagaimana
dikemukakan Adam Smith (1976), pendekatan standar kerja sebagaimana dijelaskan
oleh Frederick Taylor (1978: 262) dan pendekatan analisis pekerjaan dan
struktur penggajian (job analysis and wage structure approach) yaitu
mengklasifikasikan sikap, skill, dan pengetahuan dalam usaha untuk
mempertemukan kemampuan dan skill individu dengan persyaratan pekerjaan.
Analisis tugas adalah suatu proses pengukuran
sikap pegawai dan penetapan tingkat pentingnya pekerjaan untuk menetapkan
keputusan konpensasi.
Berdasarkan
pendekatan di atas, maka di kalangan para guru, jabatan guru dapat dipandang
secara aplikatif sebagai salah satu cara dalam memotivasi (pemotivasi) para
guru untuk meningkatkan kemampuannya.
Kemudian
abilitas adalah faktor yang penting dalam meningkatkan produktivitas kerja,
abilitas berhubungan dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki
individu. Menurut Bob Davis at. al. (1994: 235) bahwa, “skill dan abilitas adalah dua hal yang saling
berhubungan. Abilitas seseorang dapat dilihat dari skill yang diwujudkan
melalui tindakannya.”
Berkenaan
dengan abilitas dalam arti kecakapan guru A. Samana (1994: 51) menjelaskan
bahwa, ”Kecakapan profesional guru menunjuk pada suatu tindakan kependidikan
yang berdampak positif bagi proses belajar dan perkembangan pribadi siswa”.
Bentuk tindakan dalam pendidikan dapat berwujud keterampilan mengajar (teaching
skills) sebagai akumulasi dari pengetahuan (knowledge) yang diperoleh para guru
pada saat menempuh pendidikan seperti di SPG, PGSD, atau sejenisnya.
Kinerja
atau unjuk kerja dalam konteks profesi guru adalah kegiatan yang meliputi perencanaan pembelajaran, pelaksanaan
pembelajaran/KBM, dan melakukan penilaian hasil belajar. Hubungan alur kinerja,
motivasi, dan abilitas guru dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar
3.1 Alur Kinerja, Motivasi dan Abilitas Guru
4.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru
Banyak
Faktor yang dapat mempengaruhi kinerja guru, baik faktor intrinsik maupun
ekstrinsik. Keith Davis (1964;484) menyebutkan faktor yang mempengaruhi
pencapaian kinerja adalah “faktor kemampuan (ability) dan faktor
motivasi (motivation). Pegawai yang memiliki kemampuan tinggi didukung
oleh motivasi dari dalam diri dan lingkungannya akan mampu mencapai kinerja
yang maksimal.” (Mangkunegara, 1999:67).
Secara
psikologi, kemampuan guru terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan
reality (knowledge + skill). Artinya seorang guru yang memiliki latar belakang pendidikan yang
tinggi dan sesuai dengan bidangnya serta
terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia
akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditetapkan pada pekerjaan yang
sesuai dengan keahliannya. Dengan
penempatan guru yang sesuai dengan bidangnya akan dapat membantu dalam efetivitas suatu pembelajaran.
Motivasi
terbentuk dari sikap seorang guru dalam menghadapi situsi kerja. Motivasi merupakan
kondisi yang menggerakkan
seseorang yang terarah untuk mencapai tujuan pendidikan. C. Meclelland
mengatakan (dalam Anwar Prabu,
2004: 68) bahwa “Ada hubungan yang positif
antara motif berprestasi dengan pencapaian kinerja.”
Guru
sebagai pendidik memiliki tugas dan tanggung jawab yang berat. Guru harus menyadari bahwa ia harus mengerjakan
tugasnya tersebut dengan
sungguh-sungguh, bertanggung jawab,
ikhlas dan tidak asal-asalan, sehingga siswa dapat dengan mudah menerima apa
saja yang disampaikan oleh gurunya. Jika ini tercapainya maka guru akan memiiki
tingkat kinerja yang tinggi.
Membicarakan
kinerja mengajar guru, tidak dapat dipisahkan faktor-faktor pendukung dan pemecah masalah yang
menyebabkan terhambatnya pembelajaran
secara baik dan benar dalam rangka pencapaian tujuan yang diharapkan guru dalam
mengajar.
Adapun
faktor yang mendukung kinerja guru dapat digolongkan ke dalam dua macam yang
penulis rangkum sebagai berikut :
a.
Faktor
dari dalam sendiri (intern)
Di antara
faktor dari dalam diri sendiri (intern) adalah :
1)
Kecerdasan
Kecerdasan
memegang peranan penting dalam keberhasilan pelaksanaan tugas-tugas. Semakin
rumit dan makmur tugas-tugas yang diemban makin tinggi kecerdasan yang
diperlukan. Seseorang yang cerdas jika diberikan tugas yang sederhana dan
monoton mungkin akan terasa jenuh dan akan berakibat pada penurunan kinerjanya.
2)
Keterampilan
dan kecakapan
Keterampilan
dan kecakapan orang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan dari berbagai pengalaman,
pendidikan dan latihan.
3)
Bakat
Penyesuaian
antara bakat dan pilihan pekerjaan dapat menjadikan seseorang bekarja dengan
pilihan dan keahliannya.
4)
Kemampuan
dan minat
Syarat untuk
mendapatkan ketenangan kerja bagi seseorang adalah tugas dan jabatan yang
sesuai dengan kemampuannya. Kemampuan
yang disertai dengan minat yang tinggi dapat menunjang pekerjaan yang
telah ditekuni.
5)
Motif
Motif yang
dimiliki dapat mendorong meningkatkannya kerja seseorang.
6)
Kesehatan
Kesehatan dapat
membantu proses bekerja seseorang sampai selesai. Jika kesehatan terganggu maka
pekerjaan terganggu pula.
7)
Kepribadian
Seseorang yang mempunyai kepribadian
kuat dan integral
tinggi kemungkinan tidak akan banyak mengalami kesulitan dan menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja dan interaksi dengan rekan
kerja yang akan meningkatkan kerjanya.
8)
Cita-cita
dan tujuan dalam bekerja
Jika pekerjaan
yang diemban seseorang sesuai dengan cita-cita, maka tujuan yang hendak dicapai dapat
terlaksanakan, karena ia bekerja secara
sungguh-sungguh, rajin, dan bekerja dengan sepenuh hati.
b.
Faktor
dari luar diri sendiri (ekstern)
Yang termasuk
faktor dari luar diri sendiri (ekstern) diantaranya:
1)
Lingkungan
keluarga
Keadaan
lingkungan keluarga dapat mempengaruhi kinerja seseorang. Ketegangan dalam
kehidupan keluarga dapat menurunkan gairah kerja.
2)
Lingkungan
kerja
Situasi kerja
yang menyenangkan dapat mendorong seseorang bekerja secara optimal. Tidak
jarang kekecewaan dan kegagalan dialami seseorang di tempat ia bekerja.
Lingkungan kerja yang dimaksud di sini adalah situasi kerja, rasa aman, gaji
yang memadai, kesempatan untuk mengembangan karir, dan rekan kerja yang
kologial.
3)
Komunikasi
dengan kepala sekolah
Komunikasi yang
baik di sekolah adalah komunikasi yang efektif. Tidak adanya komunikasi yang
efektif dapat mengakibatkan timbulnya salah pengertian.
4)
Sarana
dan prasarana
Adanya sarana
dan prasarana yang memadai membantu guru dalam meningkatkan kinerjanya terutama
kinerja dalam proses mengajar mengajar.
5)
Kegiatan
guru di kelas
Peningkatan dan
perbaikan pendidikan harus dilakukan secara bertahap. Dinamika guru dalam
pengembangan program pembelajaran tidak akan bermakna bagi perbaikan proses dan
hasil belajar siswa, jika manajemen sekolahnya tidak memberi peluang tumbuh dan
berkembangnya kreativitas guru. Demikian juga penambahan sumber belajar berupa
perpustakaan dan laboratorium tidak akan bermakna jika manajemen sekolahnya
tidak memberikan perhatian serius dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber
belajar tersebut dalam proses belajar
mengajar.
6)
Kegiatan
guru di sekolah
Kegiatan guru
di sekolah antara lain berpartisipasi dalam bidang administrasi, dimana dalam bidang
administrasi ini para guru memiliki kesempatan yang banyak untuk ikut serta
dalam kegiatan-kegiatan sekolah antara lain :
a) Mengembangkan filsafat pendidikan
b) Memperbaiki dan menyesuaikan kurikulum
c) Merencanakan program supervisi
d) Merencanakan kebijakan-kebijakan kepegawaian.
No comments:
Post a Comment