Pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu program pendidikan
atau mata pelajaran yang wajib dimuat dalam kurikulum di setiap jenis, jalur
dan jenjang pendidikan. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh pasal 37 ayat (1)
dan (2) Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Sedangkan mengenai pengertian PKn itu sendiri dapat kita peroleh
dalam Penjelasan Undang-Undang RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 39 ayat (2) dikemukakan bahwa “Pendidikan kewarganegaraan
merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan
dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta
pendidikan pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara yang dapat
diandalkan oleh bangsa dan negara”.
Siswa adalah unsur manusiawi yang penting dalam proses
pembelajaran, karena pada dasarnya siswa-lah yang menjadi subjek pembelajaran. Sardiman
A.M. 1992 : 109, mengemukakan, “Siswa atau anak didik adalah salah satu
komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar
mengajar”.
Yang dimaksud siswa di sini adalah peserta didik yakni “anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran
yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu”. Pasal 1 angka
4 UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas.
Adapun tugas inti dari siswa adalah belajar. Nana Sudjana, 1988 :
17, mengemukakan, “Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya
perubahan pada diri seseorang”. Kemudian H. Mohammad Ali, 1992 : 14,
mengemukakan, “Secara umum belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan
perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungannya.”
Dalam konteks pembelajaran PKn, A. Kosasih Djahiri, 1995 : 3,
memberikan pengertian sebagai berikut :
Belajar adalah
proses dialog antar potensi diri dengan berbagai media pengajaran dan melalui
berbagai reka upaya kegiatan, sehingga mampu menyerap (menginternalisasi dan
mempribadikan) bahan ajar menjadi milik dirinya.
Belajar adalah
proses transaksi/interaksi antar struktur potensi diri dengan guru atau
sesuatu, sehingga terjadi proses internalisasi/ personalisasi sesuatu serta
tercipta perubahan diri.
Berdasarkan pengertian di atas cukup jelas bahwa siswa-lah yang menjadi
komponen sentral dalam proses pembelajaran, dalam mana siswa pula yang harus
melakukan proses belajar secara optimal dan terarah sesuai tujuan. Kondisi ini
hanya akan terwujud apabila siswa itu sendiri memiliki motivasi untuk belajar
secara optimal.
Istilah “guru” memiliki pengertian yang begitu luas, sehingga
begitu banyak para ahli pendidikan yang memberikan batasan secara bervariasi
tergantung cara pandang dan titik tolak yang dipergunakannya. Namun demikian,
semua pengertian tersebut senantiasa memiliki esensi yang sama tentang hakikat
dari pengertian guru.
Secara umum dapat dikatakan bahwa guru adalah sosok orang yang
memiliki kelebihan, baik dalam hal ilmu pengetahuan maupun kepribadiannya, yang
berusaha secara sadar dan sengaja untuk mentransfer kelebihan tersebut kepada
satu atau beberapa orang yang menjadi muridnya. Pengertian ini lebih mengarah
pada pengertian secara sosiologis, dimana guru menjadi salah satu status sosial
dalam diferensiasi sosial. Selain itu pengertian itu lebih bersifat informal,
dimana setiap orang bisa meraih kedudukan sebagai guru, dengan syarat memiliki
kelebihan tertentu dan berkehendak mentransfer kelebihan itu kepada orang lain
yang menjadi muridnya.