Nov 19, 2015

Materi PKn Kelas VIII Bab II-A

MATERI PKN KELAS VIII
BAB II KONSTITUSI DI INDONESIA




A. Konstitusi yang Pernah Digunakan di Indonesia

Seorang pemikir Romawi kuno yang bernama Cicero (106 – 43 SM) menyatakan, “Ubi societas ibi ius”, yang berarti dimana ada masyarakat di situ ada hukum. Ungkapan ini menunjukkan bahwa dalam setiap kehidupan kelompok masyarakat dimanapun senantiasa terdapat aturan yang mengikat warganya guna menjamin keamanan dan ketertiban dalam pergaulan hidup bermasyarakat.
Lebih-lebih dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang merupakan kehidupan kelompok manusia yang sedemikian banyak dan sedemikian kompleks permasalahannya, maka sangat diperlukan adanya aturan-aturan yang menjamin keamanan dan ketertiban, yang harus ditaati oleh seluruh warga negaranya. Aturan tertinggi dalam suatu Negara adalah Konstitusi atau Undang-Undang Dasar (UUD).
Secara umum, Negara bisa dibagi dua yaitu Negara konstitusional dan Negara absolut. Negara konstitusional adalah Negara yang berdasarkan pada konstitusi atau UUD yang biasanya memuat hal-hal pokok tentang berdirinya negara, bagaimana cara pengaturan Negara, serta apa hak dan kewajiban pemerintah dan warga negara. Sedangkan Negara Absolut adalah negara yang tidak berdasarkan konstitusi tetapi berdasarkan pada kekuasaan mutlak dari penguasa, sehingga dalam prakteknya mengarah pada system pemerintahan yang dictator (sewenang-wenang) dan membuat rakyatnya tertindas. Namun demikian dewasa ini negara absolut sudah hamper tidak ada, setiap negara telah memiliki konstitusi atau UUD.

   1. Istilah Konstitusi

Konstitusi berasal dari bahasa PerancisConstituere” artinya menetapkan atau membentuk. Sedangkan dalam bahasa Inggris disebut “Constitution” dan dalam bahasa Belanda digunakan istilah “Constitutie” disamping kata “Grondwet”.
Dalam istilah sehari-hari istilah “Konstitusi” sering disamakan dengan “Undang-Undang Dasar” yang merupakan terjemahan dari bahasa BelandaGrondwet”, “Grond” artinya Dasar dan “Wet” artinya “Undang-Undang”. Namun dalam praktiknya pengertian Konstitusi lebih luas dari UUD, karena Konstitusi mencakup keseluruhan peraturan, baik yang tertulis (UUD) maupun yang tidak tertulis (Convention, Konvensi). Jadi UUD hanya bagian dari Konstitusi, dan menurut beberapa ahli bahwa istilah Konstitusi lebih tepat diartikan sebagai hukum dasar.
Salah satu penguat bahwa UUD merupakan bagian dari konstitusi disampaikan oleh Herman Heller dalam buku Verfassunglehre (Ajaran Konstitusi). Heller membagi konstitusi itu dalam tiga tingkat yaitu:
  1. Konstitusi sebagai pengertian sosial politik. Pada tingkat ini konstitusi baru mencerminkan keadaan sosial politik. Keadaan yang ada dalam masyarakat belum merupakan pengertian hukum.
  2. Konstitusi sebagai pengertian hukum. Pada tingkat ini keputusan-keputusan yang ada dalam masyarakat tersebut dijadikan rumusan normatif yang harus ditaati. Pada tingkat ini konstitusi tidak selalu tertulis, tetapi ada juga yang tertulis dalam arti terkodifikasi.
  3. Konstitusi sebagai suatu peraturan hukum, yakni peraturan hukum yang tertulis.
Dengan demikian dari pengertian Heller itu akan tampak bahwa UUD merupakan salah satu bagian dari konstitusi.
Pendapat senada juga dikemukakan oleh Ferdinand Lasalle yang membagi konstitusi dalam dua golongan, yaitu :
  1. Konstitusi dalam pengertian sosiologis dan politis, yaitu berupa faktor-faktor kekuatan yang nyata ada dalam masyarakat. Konstitusi menggambarkan hubungan antara kekuasaan-kekuasaan yang nyata dalam negara, seperti : raja, parlemen, cabinet, pressure group, partai politik.
  2. Konstitusi dalam pengertian yuridis, yaitu yang ditulis dalam suatu naskah yang memuat semua bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan.
   2. Pengertian Konstitusi
Sejumlah ahli menyampaikan beragam pengertian tentang konstitusi antara lain :
  1. KC Wheare (1975) mengartikan Konstitusi sebagai keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu negara, berupa kumpulan peraturan-peraturan yang membentuk dan mengatur atau memerintah dalam pemerintahan suatu negara.
  2. ECS Wade & G Philips mengemukakan, Konstitusi adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu Negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut.
  3. James Bryce mengartikan, Konstitusi adalah sebagai kerangka negara yang diorganisasikan melalui hukum. Dalam hal ini hukum menetapkan:
    1) Pengaturan mengenai pendirian lembaga-lembaga yang permanen
    2) Fungsi dari lembaga-lembaga tersebut
    3) Hak-hak yang ditetapkan
  4. CF Strong mengartikan konstitusi sebagai sekumpulan asas-asas yang mengatur:
    1) Kekuasaan pemerintahan
    2) Hak-hak dari yang diperintah
    3) Hubungan antara pemerintah dengan yang diperintah
   3. Pembagian Kostitusi

Dalam ketatanegaraan dikenal ada dua macam konstitusi (hukum dasar) yaitu :
  1. Hukum dasar tertulis yang disebut dengan Undang-Undang Dasar (UUD).
  2. Hukum dasar tidak tertulis yang disebut dengan konvensi (convention).
Hukum dasar tertulis (UUD) adalah piagam-piagam tertulis yang sengaja diadakan dan memuat segala apa yang dianggap fundamental (mendasar) bagi negara pada masa itu. Karena dibuat dengan sengaja, maka UUD ini lebih terang dan tegas dari hukum dasar yang tidak tertulis. Selain itu, UUD lebih menjamin kepastian hukum dari pada konvensi. Oleh karena cara pembuatannya melalui suatu badan tertentu yang mnempunyai tingkat tertinggi dalam suatu negara, menyebabkan UUD relatif sulit untuk diadakan perubahan, sehingga UUD bersifat lebih kaku (rigid) dari pada konvensi. Negara-negara yang mempunyai UUD misalnya : Amerika Serikat (1787), Perancis (1791), Belanda (1814), Uni Soviet (1918), Indonesia (1945), dan lain-lain. Dewasa ini hampir semua negara mempunyai UUD. Bahkan India adalah salah satu negara yang memiliki UUD yang amat panjang, yakni mencapai 395 pasal.
Adapun konvensi adalah kebiasaan-kebiasaan yang timbul dan terpelihara dalam praktek ketatanegaraan. Meskipun tidak tertulis, konvensi mempunyai kekuatan hukum yang kuat dalam ketatanegaraan. Bahkan konvensi ini lebih bersifat fleksibel/soepel (tidak rigid/kaku), luwes dan mudah diubah, sehingga mudah menyesuaikan dengan keadaan. Konvensi ini berkedudukan sebagai pelengkap dari UUD, sehingga tidak boleh bertentangan dengan UUD. Bahkan di Indonesia, konvensi bisa dikukuhkan menjadi Ketatapan MPR.
Ada suatu pengecualian, yakni Inggris yang tidak mempunyai UUD, tapi pemerintahannya didasarkan pada konvensi, antara lain :
  1. Piagam Magna Charta, tahun 1215.
  2. Petition of Rights, tahun 1628.
  3. The Habeas Corpus Act, tahun 1679.
  4. Bill of Rights, tahun 1689.
  5. Piagam Westminter, tahun 1931.
Negara Indoneisa, selain memiliki UUD juga memiliki dan menerapkan konvensi dalam praktek ketatanegaraannya. Adapun contoh-contoh konvensi di Indonesia antara lain :
  1. Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. (lihat pasal 2 ayat (3) UUD 1945).
  2. Pidato Kenegaraan Presiden di depan Sidang DPR setiap tanggal 16 Agustus.
  3. Pertanggung-jawaban Presiden di akhir masa jabatannya di depan Sidang MPR serta penilaiannya dari MPR atas pertanggung-jawaban tersebut.
  4. Prakarsa Presiden menyusun program pembangunan.
  5. Ratifikasi perjanjian-perjanjian oleh DPR.
   4. Sifat dan Kedudukan Konstitusi

Sebagai aturan/hukum dasar dalam negara, maka konstitusi (UUD) mempunyai kedudukan tertinggi dalam peraturan perundang-undangan suatu negara.
Hukum dasar tertinggi di Indonesia adalah UUD 1945. Dengan demikian semua jenis peraturan perundang-undangan di Indonesia kedudukannya di bawah UUD 1945. UUD 1945 merupakan sumber hukum tertinggi yang resmi, artinya segala peraturan yang lebih rendah tingkatannya harus bersumber pada UUD 1945. Dan karena itu pula, UUD 1945 berfungsi sebagai alat control bagi peraturan perundang-undangan di bawahnya, apakah sesuai atau tidak dengan hakikat isi UUD 1945.
Sebagai hukum dasar, UUD 1945 bersifat mengikat, mengikat pemerintah, mengikat setiap lembaga negara dan lembaga masyarakat, serta mengikat setiap warga negara Indonesia.

5. Fungsi Konstitusi

Konstitusi yang memuat seperangkat ketentuan atau aturan dasar suatu negara tersebut mempunyai fungsi yang sangat penting dalam suatu negara. Mengapa ? Sebab, konstitusi menjadi pegangan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Dengan kata lain, penyelenggaraan negara harus didasarkan pada konstitusi dan tidak boleh bertentangan dengan konstitusi. Dengan adanya pembatasan kekuasaan yang diatur dalam konstitusi, maka pemerintah tidak dapat dan tidak boleh menggunakan kekuasaannya secara sewenang-wenang.
Menurut Karl Loewenstein, Konstitusi adalah suatu sarana dasar untuk mengawasi proses-proses kekuasaan. Oleh karena itu setiap konstitusi senantiasa memiliki dua tujuan, yaitu :
  1. Untuk pembatasan dan pengawasan terhadap kekuasaan politik.
  2. Untuk membebaskan kekuasaan dari kontrol mutlak para penguasa serta menetapkan batas-batas kekuasaannya.
C.J. Frederich menyebutkan, konstitusi sebagai proses (tata cara) yang membatasi perilaku pemerintahan secara efektif. Dengan jalan membagi kekuasaan, konstitusionalisme menyelenggarakan sistem pemerintahan yang efektif atas tindakan-tindakan pemerintah. Jadi konstitusi mempunyai fungsi yang khusus dan merupakan perwujudan atau manifestasi dari hukum yang tertinggi yang harus ditaati, bukan hanya oleh rakyat tetapi juga oleh pemerintah.
Menurut Joeniarto, secara umum konstitusi atau UUD mempunyai fungsi sebagai berikut :
  1. Ditinjau dari tujuannya, yakni untuk menjamin hak-hak anggota warga masyarakatnya, terutama warga negara dari tindakan sewenang-wenang penguasanya.
  2. Ditinjau dari penyelenggaraan pemerintahannya, yakni untuk dijadikan landasan struktural penyelenggaraan pemerintahan menurut suatu sistem ketatanegaraan yang pasti, yang pokok-pokoknya telah digambarkan dalam aturan-aturan konstitusi/UUD.
6. Isi Muatan Konstitusi

Konstitusi atau UUD berisi ketentuan yang mengatur hal-hal yang mendasar dalam bernegara, seperti tentang batas-batas kekuasaan penyelenggara pemerintahan negara, hak-hak dan kewajiban warga negara dan lain-lain. Berikut adalah isi muatan konstitusi atau UUD menurut para ahli :
  1. A.A.H. Struycken, UUD (grondwet) sebagai konstitusi tertulis merupakan dokumen formal yang berisi :
  2. 1) Tingkat perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau.
    2) Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa.
    3) Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik waktu sekarang maupun untuk masa yang akan datang.
    4) Suatu keinginan dengan mana perkembangan ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin.
  3. Sri Soemantri, Konstitusi berisi tiga hal pokok yaitu :
  4. 1) Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (HAM) dan warga negara.
    2) Susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental.
    3) Pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang bersifat fundamental.
  5. Miriam Budiardjo, Setiap UUD memuat ketentuan-ketentuan mengenai :
  6. 1) Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif dan yudikatif.
    2) Hak-hak asasi manusia.
    3) Prosedur mengubah UUD.
    4) Ada kalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD.
   7. Sejarah perkembangan Undang-Undang Dasar di Indonesia

Sejak tanggal 18 Agustus 1945 hingga sekarang (tahun 2008/2009) negara Indonesia pernah mempergunakan tiga macam konstitusi/UUD dengan periodesasinya sebagai berikut :

NO
PERIODE
KONSTITUSI/UUD
1
18 – 08 – 1945 s/d 27 – 12 - 1949
UUD 1945
2
27 – 12 – 1949 s/d 17 – 08 - 1950
Konstitusi RIS 1949
3
17 – 08 – 1950 s/d 05 – 07 - 1959
UUDS 1950
4
05 – 07 – 1959 s/d 19 – 10 - 1999
UUD 1945
5
19 – 10 – 1999 s/d Sekarang
UUD 1945 (Hasil Amandemen)

  1. Periode Pertama (18 Agustus 1945 s/d 27 Desember 1949) berlaku UUD 1945

  2. Pada saat Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, negara RI belum memiliki konstitusi/UUD. Namun sehari kemudian, tepatnya tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan siding pertama yang salah satu keputusannya adalah mengesahkan UUD yang kemudian disebut UUD 1945. Pada saat itu UUD 1945 belum ditetapkan oleh MPR sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UUD 1945, sebab pada saat itu MPR belum terbentuk dan PPKI dianggap sebagai badan resmi yang mewakili seluruh bangsa Indonesia.
    Naskah UUD yang disahkan oleh PPKI tersebut disertai penjelasannya yang dimuat dalam Berita Negara RI No. 7 tahun II 1946. UUD 1945 tersebut terdiri atas tiga bagian yaitu Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan. Batang Tubuh terdiri dari 16 bab yang terbagi dalam 37 pasal, serta 4 pasal Aturan Peralihan dan 2 ayat Aturan Tambahan.
    Bagaimana sistem ketatanegaraan menurut UUD 1945 pada saat itu ? Terutama mengenai bentuk negara, kedaulatan dan sistem pemerintahan dapat dikemukakan sebagai berikut :
    Bentuk negara diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan, “Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik". Sebagai negara kesatuan, maka di negara RI hanya ada satu kekuasaan pemerintahan negara, yakni di tangan Pemerintah Pusat. Di sini tidak ada pemerintah negara bagian sebagaimana yang berlaku di negara yang berbentuk negara serikat (federasi). Sebagai negara yang berbentuk republik, maka kepala negara dijabat oleh Presiden yang diangkat melalui suatu pemilihan, bukan berdasarkan keturunan seperti di kerajaan.
    Kedaulatan negara diatur dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan, “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”. Atas dasar itu, maka kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, sedangkan kedudukan lembaga-lembaga tinggi negara yang lain berada di bawah MPR.
    Sistem pemerintahan negara diatur dalam pasal 4 ayat (1) yang berbunyi, “Presiden RI memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD”. Pasal ini menunjukkan bahwa sistem pemerintahan menganut sistem presidensial. Dalam sistem ini, Presiden selain sebagai kepala negara juga sebagai kepala pemerintahan. Menteri-menteri sebagai pelaksana tugas pemerintahan adalah pembantu Presiden yang bertanggung-jawab kepada presiden, bukan kepada DPR.
    Perlu diketahui lembaga tertinggi dan lembaga-lembaga tinggi negara menurut UUD 1945 (sebelum amandemen) adalah :
    1) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
    2) Presiden
    3) Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
    4) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
    5) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
    6) Mahkamah Agung (MA)

  3. Periode Kedua (27 Desember 1949 s/d 17 Agustus 1950) berlaku Konstitusi RIS 1949

  4. Perjalanan negara baru Republik Indonesia tidak luput dari rongrongan pihak Belanda yang menginginkan menjajah kembali Indonesia. Belanda berusaha memecah belah bangsa Indonesia dengan cara membentuk negara-negara “boneka” seperti Negara Sumatera Timur, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, dan Negara Jawa Timur di dalam Negara RI.
    Bahkan kemudian Belanda melancarkan agresi atau pendudukan terhadap ibu kota Jakarta, yang dikenal dengan Agresi Militer I pada tanggal 21 Juli 1947 dan Agresi Militer II atas kota Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1948, sehingga mengakibatkan timbulnya Perang Kemerdekaan pertama dan kedua.
    Untuk menyelesaikan pertikaian Belanda dengan RI, lalu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turun tangan dengan menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda pada tanggal 23 Agustus – 2 November 1949. Konferensi ini dihadiri oleh wakil-wakil dari RI, BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg, yaitu gabungan negara-negara boneka bentukan Belanda), dan Belanda serta sebuah Komisi PBB untuk Indonesia.
    KMB tersebut menghasilkan tiga buah persetujuan pokok yaitu :
    1) Didirikannya Negara Republik Indonesia Serikat.
    2) Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat.
    3) Didirikan Uni antara RIS dengan Kerajaan Belanda.
    Perubahan bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat mengharuskan adanya penggantian UUD. Oleh karena itu, disusunlah naskah UUD/Konstitusi RIS, yang rancangannya dibuat oleh delegasi RI dan delegasi BFO pada KMB.
    Setelah kedua belah pihak menyetujui rancangan tersebut, maka mulai tanggal 27 Desember 1949 diberlakukan suatu UUD yang diberi nama Konstitusi RIS. Konstitusi ini terdiri dari Mukadimah yang berisi 4 alinea, Batang Tubuh yang berisi 6 bab dan 197 pasal, serta sebuah lampiran.
    Mengenai bentuk negara dinyatakan dalam pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS yang berbunyi, “RIS yang merdeka dan berdaulat adalah negara hukum yang demokratis dan berbentuk federasi”. Dengan berubah menjadi negara serikat/federasi, maka di dalam RIS terdapat beberapa negara bagian, yang masing-masing memiliki kekuasaan pemerintahan di wilayah negara bagiannya. Negara-negara bagian itu adalah : negara RI, Indonesia Timur, Pasundan, Jawa Timur, Madura, Sumatera Timur, dan Sumatera Selatan. Selain itu terdapat pula satuan-satuan kenegaraan yang berdiri sendiri, yaitu : Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara, dan Kalimantan Timur.
    Selama berlakunya Konstitusi RIS 1949, UUD 1945 tetap berlaku tetapi hanya untuk negara bagian RI yang wilayahnya meliputi Jawa dan Sumatera dengan ibu kota di Yogyakarta.
    Sistem pemerintahan yang digunakan pada masa itu adalah sistem parlementer, sebagaimana diatur dalam pasal 118 ayat (1) dan (2) Konstitusi RIS. Pada ayat (1) ditegaskan bahwa, “Presiden tidak dapat diganggu gugat”. Artinya, Presiden tidak dapat dimintai pertanggung-jawaban atas tugas-tugas pemerintahan. Sebab, Presiden adalah kepala negara, tetapi bukan kepala pemerintahan.
    Kalau demikian, siapakah yang menjalankan dan yang bertanggung-jawab atas tugas pemerintahan ?
    Pada ayat (2) ditegaskan bahwa, “Menteri-menteri bertanggung-jawab atas seluruh kebijakan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”. Dengan demikian, yang melaksanakan dan mempertanggung-jawabkan tugas-tugas pemerintahan adalah menteri-menteri. Dalam hal ini, kepala pemerintahan dijabat oleh Perdana Menteri.
    Lalu, kepada siapakah pemerintah bertanggung-jawab ? Dalam sistem pemerintahan parlementer, pemerintah bertanggung-jawab kepada parlemen (DPR).
    Perlu diketahui bahwa lembaga-lembaga negara menurut Konstitusi RIS adalah sebagai berikut :
    1) Presiden
    2) Menteri-menteri
    3) Senat
    4) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR/Parlemen)
    5) Mahkamah Agung (MA)
    6) Dewan Pengawas Keuangan (DPK)


  5. Periode Ketiga (17 Agustus 1950 s/d 5 Juli 1959) berlaku UUDS 1950

  6. Pada awal Mei 1950 terjadi penggabungan negara-negara bagian dalam negara RIS, sehingga hanya tinggal tiga negara bagian yaitu Negara RI, Negara Indonesia Timur (NIT) dan Negara Sumatera Timur (NST).
    Perkembangan berikutnya adalah munculnya kesepakatan antara RIS yang mewakili NIT dan NST dengan RI untuk kembali ke bentuk negara kesatuan. Kesepakatan tersebut kemudian dituangkan dalam Piagam Persetujuan tanggal 19 Mei 1950. Untuk mengubah negara serikat menjadi negara kesatuan diperlukan UUD negara kesatuan, yakni dengan cara memasukkan isi UUD 1945 ditambah bagian-bagian yang baik dari Konstitusi RIS.
    Pada tanggal 15 Agustus 1950 ditetapkanlah Undang-Undang Federal No. 7 tahun 1950 tentang Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950, yang berlaku sejak tanggal 17 Agustus 1950. Dengan demikian sejak tanggal tersebut Konstitusi RIS 1949 diganti dengan UUDS 1950, dan terbentuklah kembali NKRI. UUDS 1950 terdiri dari Mukadimah dan Batang Tubuh yang meliputi 6 bab dan 146 pasal.
    Mengenai bentuk negara kesatuan tersebut terdapat dalam pasal 1 ayat (1) UUDS 1950 yang berbunyi, “RI yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan”.
    Sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem pemerintahan parlementer, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 83 ayat (1) UUDS 1950 bahwa, “Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat”. Kemudian pada ayat (2) disebutkan, “Menteri-menteri bertanggung-jawab atas seluruh kebijakan pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”. Hal ini berarti yang bertanggung jawab atas seluruh kebijakan pemerintahan adalah menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada parlemen atau DPR.
    Adapun lembaga-lembaga menurut UUDS 1950 adalah :
    1) Presiden dan Wakil Presiden
    2) Menteri-menteri
    3) DPR
    4) MA
    5) DPK
    Sesuai dengan namanya, UUDS 1950 bersifat sementara yang nampakm pada rumusan pasal 134 bahwa, “Konstituante (Lembaga Pembuat UUD) bersama-sama dengan pemerintah selekas-lekasnya menetapkan UUD RI yang akan menggantikan UUDS ini”. Anggota Konstituante dipilih melalui pemilu bulan Desember 1955 dan diresmikan tanggal 10 November 1956 di Bandung.
    Sekalipun Konstituante telah bekerja kurang lebih selama dua setengah tahun, namun belum juga berhasil menyelesaikan sebuah UUD. Faktor penyebabnya adalah adanya pertentangan pendapat di antara partai-partai politik yang ada di Konstituante dan di DPR serta di badan-badan pemerintahan.
    Pada tanggal 22 April 1959 Presiden Soekarno menyampaikan amanat yang berisi anjuran untuk kembali ke UUD 1945, yang pada dasarnya saran tersebut dapat diterima oleh para anggota Konstituante, tetapi dengan pandangan yang berbeda-beda. Karena tidak ada kata sepakat, akhirnya diadakanlah pemungutan suara. Namun setelah tiga kali pemungutan suara, ternyata jumlah suara yang mendukung anjuran Presiden tersebut belum memenuhi persyaratan yaitu 2/3 suara dari jumlah anggota yang hadir.
    Atas dasar hal tersebut, demi untuk menyelamatkan bangsa dan negara, pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah Dekrit Presiden yang isinya adalah :
    1) Menetapkan pembubaran Konstituante.
    2) Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950.
    3) Pembentukan MPRS dan DPAS.
    Dengan DP 5 Juli 1959, maka UUD 1945 berlaku kembali sebagai landasan konstitusional dalam menyelenggarakan pemerintahan negara RI.


  7. Periode Keempat (5 Juli 1959 s/d 19 Oktober 1999) berlaku UUD 1945

  8. Praktik penyelenggaraan negara pada masa berlakunya UUD 1945 sejak 5 Juli 1959 s/d 19 Oktober 1999 ternyata mengalami berbagai pergeseran, bahkan terjadinya beberapa penyimpangan. Oleh karena itu pelaksanaan UUD 1945 selama kurun waktu tersebut dapat dipilah menjadi dua periode yaitu Orde Lama (1959 – 1966) dan periode Orde Baru (1966 – 1999).
    Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintahan sering terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang justru bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Artinya, UUD 1945 belum dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang Presiden (Soekarno) dan lemahnya control yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan Preiden.
    Selain itu muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanan dan kehidupan ekonomi semakin memburuk. Puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G-30-S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan negara.
    Mengingat keadaan semakin membahayakan, Ir. Soekarno selaku Presiden RI memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya keamanan, ketertiban dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan. Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde Baru (Soeharto). Semboyan Orde Baru pada masa itu adalah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Apakah terwujud tekad tersebut ? Ternyata tidak. Dilihat dari prinsip demokrasi, prinsip negara hukum dan keadilan social ternyata masih terdapat banyak hal yang jauh dari harapan. Hampir sama dengan pada masa Orde Lama, sangat dominannya kekuasaan Presiden dan lemahnya control DPR.
    Selain itu, kelemahan tersebut terletak pula pada UUD 1945 itu sendiri, yang sifatnya singkat dan luwes (fleksibel), sehingga memungkinkan munculnya berbagai penyimpangan. Tuntutan untuk merubah atau menyempurnakan UUD 1945 tidak memperoleh tanggapan, bahkan pemerintah Orde Baru bertekad untuk mempertahankan dan tidak merubah UUD 1945.


  9. Periode Kelima (19 Oktober 1999 s/d Sekarang) berlaku UUD 1945 (Hasil Amandemen/Perubahan)

  10. Pada tanggal 21 Mei 1998 merupakan momentum penting dalam ketatanegaraan RI, dimana Presiden Soeharto turun dan diganti oleh Wakil Presiden, Prof. Dr. Ing. BJ. Habibie. Pergantian ini didasarkan pada pasal 8 UUD 1945 tentang keadaan presiden dan wakil presiden RI berhalangan.
    Peristiwa tanggal 21 Mei 1998 menyiratkan adanya tiga hal penting yang berkaitan dengan ketatanegaraan RI, yaitu :
    1) Terjadinya penggantian presiden. 2) Runtuhnya kekuasaan Orde Baru dan munculnye Orde Reformasi 3) Perlunya mengevaluasi mekanisme penyerahan kekuasaan dari presiden dan wakil presiden yang diatur oleh Tap. MPR No. VII/MPR/1973.
    Runtuhnya Orde Baru dan lengsernya Presiden Soeharto merupakan keberhasilan gerakan reformasi yang dilakukan oleh mahasiswa yang didukung oleh tokoh-tokoh reformasi. Oleh karena itu pada tanggal 21 Mei 1998 disebut sebagai awal reformasi.
    Seiring dengan tuntutan reformasi dan setelah lengsernya Presiden Soeharto sebagai penguasa Orde Baru, maka sejak tahun 1999 dilakukan perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Sampai saat ini UUD 1945 sudah mengalami empat tahap perubahan, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001 dan 2002.
    UUD 1945 telah mengalami perubahan yang cukup mendasar, yang menyangkut kelembagaan negara, pemilihan umum, pembatasan kekuasaan presiden dan wakil presiden, memperkuat kedudukan DPR, pemerintah daerah, dan ketentuan-ketentuan yang rinci tentang HAM. UUD 1945 hasil amandemen memang belum dapat dilaksanakan sepenuhnya, karena memang masa berlakunya belum lama dan masih dalam masa transisi. Namun setidaknya, setelah perubahan ada beberapa praktek kenegaraan yang melibatkan rakyat secara langsung, seperti dalam pemilihan Presiden, Wapres, Gubernur, Bupati dan Walikota. Hal ini tentu lebih mempertegas prinsip kedaulatan rakyat yang dianut negara kita.
    Perlu diketahui bahwa setelah perubahan UUD 1945 terdapat lembaga-lembaga negara baru yang dibentuk serta ada pula yang dihapus seperti DPA. Adapun lembaga-lembaga negara menurut UUD 1945 setelah amandemen adalah :
    1) Presiden dan Wakil Presiden
    2) MPR
    3) DPR
    4) Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
    5) BPK
    6) MA
    7) Mahkamah Konstitusi (MK)
    8) Komisi Yudisial (KY)

   8. Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Sebagaimana telah dijelaskan dimuka, bahwa negara Indonesia pernah menggunakan tiga jenis konstitusi/UUD, yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS dan UUDS 1950. Untuk itu kita dapat membandingkan sistem ketatanegaraan Indonesia menurut ketiga jenis konstitusi/UUD tersebut.

No
Aspek/Bidang
UUD 1945
Konstitusi RIS
UUDS 1950
1
Bentuk Negara
Republik
Republik
Republik
2
Susunan Negara
Kesatuan
Serikat
Kesatuan
3
Sistem Pemerintahan
Presidensil
Parlementer
Parlementer

Penjelasan :
  1. Bentuk Negara Republik artinya negara itu dikepalai oleh Presiden, bukan raja atau nama lainnya.
  2. Susunan Negara :
    • Kesatuan, yaitu dimana dalam negara hanya ada satu pemegang kekuasaan pemerintahan yakni Pemerintah Pusat yang berdaulat penuh ke dalam dan ke luar, memiliki satu UUD, tidak mengenal adanya negara bagian, tetapi dikenal adanya pembagian daerah atas beberapa provinsi.
    • Serikat/Federasi, yaitu negara yang memiliki negara-negara bagian yang berdaulat ke dalam, sedangkan kedaulatan ke luar ada pada pemerintah federal. Menurut C.F. Strong, cirri-ciri negara federal ialah : 1) Adanya supremasi konstitusi dimana federal itu terwujud. 2) Adanya pembagian kekuasaan antara negara federal dengan negara bagian. 3) Adanya satu lembaga yang diberi wewenang untuk menyelesaikan perselisihan antara pemerintah federal dengan pemerintah negara bagian.
  3. Sistem Pemerintahan :
    • Presidensil, yakni sistem pemerintahan yang dipegang dan dikendalikan langsung oleh Presiden. Kabinet dibentuk oleh Presiden, menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
    • Parlementer, yaitu sistem pemerintahan yang dipegang dan dikendalikan oleh Parlemen. Kabinet bertanggung-jawab kepada Parlemen (DPR), kedudukan cabinet ditentukan oleh Parlemen, dan cabinet (menteri-menteri) dipimpin oleh seorang Perdana Menteri yang bertanggung jawab kepada Parlemen.




Tiga Komponen Guru (UKG, PKG-PKTK, PKB)

TIGA KOMPONEN KEGIATAN
GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
(UKG - PKG/PKTK - PKB)



Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) merupakan tenaga profesional yang di dalam menjaga keprofesiannya paling tidak ada 3 (tiga) komponen kegiatan GTK yang harus terus menerus dilaksanakan, yaitu :
1. Uji Kompetensi Guru (UKG)
UKG dimaksudkan untuk memastikan bahwa guru telah memiliki standar minimal kompetensi profesional dan pedagogik. Hasil UKG digunakan juga sebagai penentu jenjang pelatihan yang harus diikuti oleh guru dalam rangka melaksanakan PKB.

2. Penilaian Kinerja Guru (PKG) dan Penilaian Kinerja Tenaga Kependidikan (PKTK)
GTK dipersyaratkan mengikuti penilaian kinerja setiap tahun untuk memastikan tingkat kompetensi yang dimiliki, apakah sudah sesuai dengan standar kompetensi yang dipersyaratkan untuk mengikuti kegiatan PKB.

3. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB)
Kegiatan PKB adalah kegiatan keprofesian yang wajib dilakukan secara terus-menerus oleh GTK agar kompetensinya terjaga dan terus ditingkatkan.
Kegiatan PKB sesuai yang diamanatkan dalam Permen PAN-RB Nomor: 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya terdiri dari 3 (tiga) kegiatan yaitu :
a. Kegiatan Pengembangan Diri
b. Karya Ilmiah (Karil)
c. Karya Inovatif
Kegiatan pengembangan diri meliputi kegiatan diklat dan kegiatan kolektif guru. Kegiatan pengembangan diri melalui diklat dibagi dalam 4 (empat) jenjang diklat, baik yang dilakukan melalui diklat oleh lembaga pelatihan tertentu maupun melalui kegiatan kolektif guru.
Keempat jenjang diklat dimaksud adalah :
1. Diklat Jenjang Dasar
2. Diklat Jenjang Lanjut
3. Diklat Jenjang Menengah
4. Diklat Jenjang Tinggi
Diklat jenjang dasar terdiri atas 5 (lima) grade, yaitu grade 1 s.d 5, diklat jenjang lanjut terdiri atas 2 (dua) grade yaitu grade 6 dan 7, diklat jenjang menengah terdiri atas 2 (dua) grade yaitu grade 8 dan 9, dan diklat jenjang tinggi adalah grade 10, seperti ditunjukkan pada tabel berikut:


Demikian 3 (tiga) komponen kegiatan GTK yang harus terus-menerus dilaksanakan pasca UKG.

Sumber: www.infoptk.net

Pembahasan Kisi-Kisi UKG 2015 PPKn SMP/MTs (Profesional 2.1.48)

PEMBAHASAN KISI-KISI
UKG ONLINE 2015 PKN SMP/MTS


KOMPETENSI UTAMA : PROFESIONAL


Kompetensi Inti Guru
2. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Kompetensi Guru Mata Pelajaran
2.1. Memahami kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Indokator Esensial
2.1.48. Menjelaskan konsep wilayah NKRI.
Salah satu persyaratan mutlak harus dimiliki oleh sebuah negara adalah wilayah kedaulatan, di samping rakyat dan pemerintahan yang diakui. Konsep dasar wilayah kepulauan telah diletakkan melalui Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957. Deklarasi tersebut memiliki nilai sangat strategis bagi bangsa Indonesia, karena telah melahirkan konsep Wawasan Nusantara yang menyatukan wilayah Indonesia.






Download

Pembahasan Kisi-Kisi UKG 2015 PPKn SMP/MTs (Profesional 2.1.47)

PEMBAHASAN KISI-KISI
UKG ONLINE 2015 PKN SMP/MTS


KOMPETENSI UTAMA : PROFESIONAL


Kompetensi Inti Guru
2. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Kompetensi Guru Mata Pelajaran
2.1. Memahami kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Indokator Esensial
2.1.47. Menunjukkan fungsi negara.

Negara menurut beberapa ahli tata negara memiliki beberapa fungsi yang harus dilaksanakan. Fungsi negara merupakan gambaran apa yang dilakukan negara untuk mencapai tujuannya. Fungsi negara dapat dikatakan sebagai tugas daripada negara. Negara sebagai organisasi kekuasaan dibentuk untuk menjalankan tugas-tugas tertentu.
Menurut pendapat Charles E. Merriam adalah :
a) Keamanan ekstern
b) Ketertiban intern
c) Keadilan
d) Kesejahteraan umum
e) Kebebasan
 
Pada zaman modern ini secara umum negara mempunyai beberapa fungsi seperti yang dikemukakan oleh Miriam Budiarjo dalam bukunya Dasar-Dasar ilmu Politik sebagai berikut :
1. Keamanan dan ketertiban (Law and Order)
2. Kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
3. Pertahanan
4. Keadilan 





Download

Pembahasan Kisi-Kisi UKG 2015 PPKn SMP/MTs (Profesional 2.1.45)

PEMBAHASAN KISI-KISI
UKG ONLINE 2015 PKN SMP/MTS


KOMPETENSI UTAMA : PROFESIONAL


Kompetensi Inti Guru
2. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Kompetensi Guru Mata Pelajaran
2.1. Memahami kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Indokator Esensial
2.1.45. Menganalisis semangat kebangsaan dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan NKRI.








Pembahasan Kisi-Kisi UKG 2015 PPKn SMP/MTs (Profesional 2.1.44)

PEMBAHASAN KISI-KISI
UKG ONLINE 2015 PKN SMP/MTS


KOMPETENSI UTAMA : PROFESIONAL


Kompetensi Inti Guru
2. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Kompetensi Guru Mata Pelajaran
2.1. Memahami kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Indokator Esensial
2.1.44. Menganalisis ancaman terhadap NKRI.













Pembahasan Kisi-Kisi UKG 2015 PPKn SMP/MTs (Profesional 2.1.43)

PEMBAHASAN KISI-KISI
UKG ONLINE 2015 PKN SMP/MTS


KOMPETENSI UTAMA : PROFESIONAL


Kompetensi Inti Guru
2. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Kompetensi Guru Mata Pelajaran
2.1. Memahami kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Indokator Esensial
2.1.43. Menganalisis perjuangan mempertahankan NKRI.











Pembahasan Kisi-Kisi UKG 2015 PPKn SMP/MTs (Profesional 2.1.42)

PEMBAHASAN KISI-KISI
UKG ONLINE 2015 PKN SMP/MTS


KOMPETENSI UTAMA : PROFESIONAL


Kompetensi Inti Guru
2. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Kompetensi Guru Mata Pelajaran
2.1. Memahami kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Indokator Esensial
2.1.42. Menganalisis kasus konflik sosial masalah keberagaman di Indonesia.









Pembahasan Kisi-Kisi UKG 2015 PPKn SMP/MTs (Profesional 2.1.41)

PEMBAHASAN KISI-KISI
UKG ONLINE 2015 PKN SMP/MTS


KOMPETENSI UTAMA : PROFESIONAL


Kompetensi Inti Guru
2. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Kompetensi Guru Mata Pelajaran
2.1. Memahami kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Indokator Esensial
2.1.41. Menjelaskan cara mengatasi konflik masalah masalah-masalah keberagaman di Indonesia.























Pembahasan Kisi-Kisi UKG 2015 PPKn SMP/MTs (Profesional 2.1.40)

PEMBAHASAN KISI-KISI
UKG ONLINE 2015 PKN SMP/MTS


KOMPETENSI UTAMA : PROFESIONAL


Kompetensi Inti Guru
2. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Kompetensi Guru Mata Pelajaran
2.1. Memahami kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Indokator Esensial
2.1.40. Mengidentifikasi masalah-masalah dalam keberagaman masyarakat di Indonesia.













Pembahasan Kisi-Kisi UKG 2015 PPKn SMP/MTs (Profesional 2.1.39)

PEMBAHASAN KISI-KISI
UKG ONLINE 2015 PKN SMP/MTS


KOMPETENSI UTAMA : PROFESIONAL


Kompetensi Inti Guru
2. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Kompetensi Guru Mata Pelajaran
2.1. Memahami kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Indokator Esensial
2.1.39. Menunjukkan sikap bertutur kata, berperilaku baik dan buruk sesuai dengan nilai- nilai Pancasila.










Pembahasan Kisi-Kisi UKG 2015 PPKn SMP/MTs (Profesional 2.1.38)

PEMBAHASAN KISI-KISI
UKG ONLINE 2015 PKN SMP/MTS


KOMPETENSI UTAMA : PROFESIONAL


Kompetensi Inti Guru
2. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Kompetensi Guru Mata Pelajaran
2.1. Memahami kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Indokator Esensial
2.1.38. Menerapkan sikap perilaku dalam bertutur kata menurut nilai-nilai Pancasila.
















Pembahasan Kisi-Kisi UKG 2015 PPKn SMP/MTs (Profesional 2.1.37)

PEMBAHASAN KISI-KISI
UKG ONLINE 2015 PKN SMP/MTS


KOMPETENSI UTAMA : PROFESIONAL

Kompetensi Inti Guru
2. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Kompetensi Guru Mata Pelajaran
2.1. Memahami kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Indokator Esensial
2.1.37. Menerapkan aturan hukum yang berlaku dalam berkehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.















Pembahasan Kisi-Kisi UKG 2015 PPKn SMP/MTs (Profesional 2.1.32)

PEMBAHASAN KISI-KISI
UKG ONLINE 2015 PKN SMP/MTS


KOMPETENSI UTAMA : PROFESIONAL


Kompetensi Inti Guru
2. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Kompetensi Guru Mata Pelajaran
2.1. Memahami kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Indokator Esensial
2.1.32. Menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam berbagai kehidupan.

Penerapan Nilai-nilai Pancasila dalam Berbagai Kehidupan










Pembahasan Kisi-Kisi UKG 2015 PPKn SMP/MTs (Profesional 2.1.31)


KOMPETENSI UTAMA : PROFESIONAL


Kompetensi Inti Guru
2. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Kompetensi Guru Mata Pelajaran
2.1. Memahami kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Indokator Esensial
2.1.31. Menganalisis perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara.

Perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara

Pancasila sebagai dasar negara sering disebut juga falsafah negara. Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia berarti bahwa Pancasila digunakan sebagai dasar dalam mengatur pemerintahan negara dan penyelenggaraan negara.
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara, merupakan sumber tertib hukum tertinggi yang mengatur kehidupan Negara dan masyarakat. Hal ini berarti bahwa Pancasila sebagai kaidah dasar negara bersifat mengikat dan memaksa, artinya, Pancasila mengikat dan memaksa segala sesuatu yang berada dalam wilayah kekuasaan hukum negara RI agar setia melaksanakan, mewariskan, mengembangan dan melestarikan nilai-nilai Pancasila. Sehingga semua warga Negara, penyelenggara negara tanpa kecuali dan segala macam peraturan perundang-undangan yang ada harus bersumber dan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Pancasila sebagai dasar negara berarti bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan ketatanegaraan negara RI harus berdasarkan Pancasila. Dan juga semua peraturan yang berlaku di Indonesia harus bersumber pada Pancasila, dalam arti Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.
Pancasila sebagai dasar negara, mempunyai kekuatan mengikat secara hukum, sehingga semua peraturan hukum/ketatanegaraan harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Perwujudan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara, dalam bentuk peraturan perundang-undangan bersifat impératif (mengikat) bagi : penyelenggara negara, lembaga kenegaraan,
lembaga kemasyarakatan, warga negara Indonesia dimanapun berada, dan penduduk di seluruh wilayah NKRI.










Pembahasan Kisi-Kisi UKG 2015 PPKn SMP/MTs (Profesional 2.1.29)

PEMBAHASAN KISI-KISI
UKG ONLINE 2015 PKN SMP/MTS


KOMPETENSI UTAMA : PROFESIONAL


Kompetensi Inti Guru
2. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Kompetensi Guru Mata Pelajaran
2.1. Memahami kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Indokator Esensial
2.1.29. Menunjukkan sikap perilaku menghargai keberagaman dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.














Nov 18, 2015

Pembahasan Kisi-Kisi UKG 2015 PPKn SMP/MTs (Profesional 2.1.28)

PEMBAHASAN KISI-KISI
UKG ONLINE 2015 PKN SMP/MTS


KOMPETENSI UTAMA : PROFESIONAL


Kompetensi Inti Guru
2. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Kompetensi Guru Mata Pelajaran
2.1. Memahami kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Indokator Esensial
2.1.28. Menganalisis makna keberagaman dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.

Makna Keberagaman dalam Bingkai Bhinneka Tunggal Ika











Download

Pembahasan Kisi-Kisi UKG 2015 PPKn SMP/MTs (Profesional 2.1.27)

PEMBAHASAN KISI-KISI
UKG ONLINE 2015 PKN SMP/MTS



Kompetensi Inti Guru
2. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Kompetensi Guru Mata Pelajaran
2.1. Memahami kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Indokator Esensial
2.1.27. Mengklasifikasi jenis pelanggaran HAM di masyarakat.

Jenis Pelanggaran HAM di Masyarakat








Download

Pembahasan Kisi-Kisi UKG 2015 PPKn SMP/MTs (Profesional 2.1.23)

PEMBAHASAN KISI-KISI
UKG ONLINE 2015 PKN SMP/MTS


KOMPETENSI UTAMA : PROFESIONAL


Kompetensi Inti Guru
2. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Kompetensi Guru Mata Pelajaran
2.1. Memahami kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Indokator Esensial
2.1.23. Menerapkan norma dan kebiasaan antar derah di Indonesia.

Norma dan Kebiasaan Antar Daerah di Indonesia


A. Norma dan Kebiasaan Antar Daerah di Indonesia

Keberagaman norma dan adat (kebiasaan) di nusantara merupakan anugerah yang tak terhingga sebagai kekayaan bangsa Indonesia. Norma dan kebiasaan dalam suatu masyarakat tumbuh didasarkan oleh jiwa masyarakat itu sendiri. Dalam pelaksaannya kita akan menemukan berbagai perbedaan adat dan kebiasaan antar daerah. Adat Istiadat adalah sebuah ungkapan yang artinya segala aturan, ketentuan, tindakan, yang menjadi kebiasaan suatu masyarakat secara turun- temurun.

Tiap daerah memiliki corak dan budaya masing-masing yang menjadi ciri khas masyarakat tersebut. Hal ini bisa kita lihat dari berbagai bentuk kegiatan sehari-hari, misalnya upacara ritual, pakaian adat, bentuk rumah, kesenian, bahasa, dan tradisi lainnya. Contohnya adalah pemakaman daerah Toraja, mayat tidak dikubur dalam tanah tetapi diletakkan dalam goa. Di daerah Bali, mayat dibakar (ngaben).

Kebudayaan daerah adalah kebudayaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat suatu daerah. Pada umumnya, kebudayaan daerah merupakan budaya asli dan telah lama ada serta diwariskan turun-temurun kepada generasi berikutnya. Kebudayaan kita sekarang ini sebenarnya merupakan hasil pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan masa lampau.

Contoh Adat Istiadat :
Berikut disajikan bebeapa contoh adat istiadat yang masih dilaksanakan dan dilestarikan di beberapa daerah di Indonesia.

1. Suku Toraja

Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Nama Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis Sidenreng dan dari Luwu. Orang Sidenreng menamakan penduduk daerah ini dengan sebutan To Riaja, artinya “Orang yang berdiam di negeri atas atau pegunungan”, sedangkan orang Luwu menyebutnya To Riajang, artinya orang yang berdiam di sebelah barat. Ada juga versi lain kata Toraya. To = Tau (orang), Raya = Maraya (besar), artinya orang orang besar, bangsawan. Lama-kelamaan penyebutan tersebut menjadi Toraja, dan kata Tana berarti negeri, sehingga tempat pemukiman suku Toraja dikenal kemudian dengan Tana Toraja.

 
Di wilayah Tana Toraja juga digelar “Tondok Lili’na Lapongan Bulan Tana Matari’ollo”, arti harfiahnya, “Negeri yang bulat seperti bulan dan matahari”. Wilayah ini dihuni oleh satu etnis (Etnis Toraja).

Tana Toraja memiliki kekhasan dan keunikan dalam tradisi upacara pemakaman yang biasa disebut “Rambu Tuka”. Di Tana Toraja mayat tidak di kubur melainkan diletakan di “Tongkonan“ untuk beberapa waktu. Jangka waktu peletakan ini bisa lebih dari 10 tahun sampai keluarganya memiliki cukup uang untuk melaksanakan upacara yang pantas bagi si mayat. Setelah upacara, mayatnya dibawa ke peristirahatan terakhir di dalam Goa atau dinding gunung.

Tengkorak-tengkorak itu menunjukkan pada kita bahwa, mayat itu tidak dikuburkan tapi hanya diletakkan di batuan, atau dibawahnya, atau di dalam lubang. Biasanya, musim festival pemakaman dimulai ketika padi terakhir telah dipanen, sekitar akhir Juni atau Juli, paling lambat September.

Peti mati yang digunakan dalam pemakaman dipahat menyerupai hewan (Erong). Adat masyarakat Toraja antara lain, menyimpan jenazah pada tebing/liang gua, atau dibuatkan sebuah rumah (Pa’tane). Rante adalah tempat upacara pemakaman secara adat yang dilengkapi dengan 100 buah “batu”, dalam Bahasa Toraja disebut Simbuang Batu. Sebanyak 102 bilah batu yang berdiri dengan megah terdiri dari 24 buah ukuran besar, 24 buah sedang, dan 54 buah kecil. Ukuran batu ini mempunyai nilai adat yang sama, perbedaan tersebut hanyalah faktor perbedaan situasi dan kondisi pada saat pembuatan/pengambilan batu. Simbuang Batu hanya diadakan bila pemuka masyarakat yang meninggal dunia dan upacaranya diadakan dalam tingkat “Rapasan Sapurandanan” (kerbau yang dipotong sekurang- kurangnya 24 ekor).

2. Ngaben - Pembakaran Jenazah di Bali

Ngaben adalah upacara pembakaran mayat, khususnya oleh mereka yang beragama Hindu. Agama Hindu merupakan agama mayoritas di Pulau Bali. Di dalam “Panca Yadnya”, upacara ini termasuk dalam “Pitra Yadnya”, yaitu upacara yang ditujukan untuk roh lelulur.

 
Makna upacara Ngaben pada intinya adalah, untuk mengembalikan roh leluhur (orang yang sudah meninggal) ke tempat asalnya. Seorang Pedanda mengatakan manusia memiliki Bayu, Sabda, dan Idep. Setelah meninggal Bayu, Sabda, dan Idep itu dikembalikan ke Brahma, Wisnu, dan Siwa.

Upacara Ngaben biasanya dilaksanakan oleh keluarga sanak saudara dari orang yang meninggal, sebagai wujud rasa hormat seorang anak terhadap orang tuanya. Upacara ini biasanya dilakukan dengan semarak, tidak ada isak tangis, karena di Bali ada suatu keyakinan bahwa, kita tidak boleh menangisi orang yang telah meninggal karena itu dapat menghambat perjalanan sang arwah menuju tempatnya.

Hari pelaksanaan Ngaben ditentukan dengan mencari hari baik yang biasanya ditentukan oleh Pedanda. Beberapa hari sebelum upacara Ngaben dilaksanakan keluarga dibantu oleh masyarakat akan membuat “Bade dan Lembu” yang sangat megah terbuat dari kayu, kertas warna warni dan bahan lainnya. “Bade dan Lembu” ini adalah, tempat meletakkan mayat.

Kemudian “Bade” diusung beramai-ramai ke tempat upacara Ngaben, diiringi dengan “gamelan”, dan diikuti seluruh keluarga dan masyarakat. Di depan “Bade” terdapat kain putih panjang yang bermakna sebagai pembuka jalan sang arwah menuju tempat asalnya. Di setiap pertigaan atau perempatan, dan “Bade” akan diputar sebanyak 3 kali. Upacara Ngaben diawali dengan upacara-upacara dan doa mantra dari Ida Pedanda, kemudian “Lembu” dibakar sampai menjadi abu yang kemudian dibuang ke laut atau sungai yang dianggap suci.

3. Suku Dayak

Sejak abad ke 17, Suku Dayak di Kalimantan mengenal tradisi penandaan tubuh melalui tindik di daun telinga. Tak sembarangan orang bisa menindik diri hanya pemimpin suku atau panglima perang yang mengenakan tindik di kuping, sedangkan kaum wanita Dayak menggunakan anting-anting pemberat untuk memperbesar kuping/daun telinga, menurut kepercayaan mereka, semakin besar pelebaran lubang daun telinga semakin cantik, dan semakin tinggi status sosialnya di masyarakat. 

 
Kegiatan-kegiatan adat budaya ini selalu dikaitkan dengan kejadian penting dalam kehidupan seseorang atau masyarakat. Berbagai kegiatan adat budaya ini juga mengambil bentuk kegiatan-kegiatan seni yang berkaitan dengan proses inisiasi perorangan seperti kelahiran, perkawinan dan kematian ataupun acara-acara ritus serupa selalu ada unsur musik, tari, sastra, dan seni rupa. Kegiatan-kegiatan adat budaya ini disebut Pesta Budaya. Manifestasi dari aktivitas kehidupan budaya masyarakat merupakan miniatur yang mencerminkan kehidupan sosial yang luhur, gambaran wajah apresiasi keseniannya, gambaran identitas budaya setempat.

Kegiatan adat budaya ini dilakukan secara turun temurun dari zaman nenek moyang dan masih terus berlangsung sampai saat ini, sehingga seni menjadi perekam dan penyambung sejarah. Jadi, dapat disimpulkan yang disebut dengan kebudayaan adalah pikiran, karya, teknologi dan rangkaian tindakan suatu kelompok masyarakat.

4. Kampung Adat Naga – Jawa Barat

Dalam kehidupan masyarakat di desa Adat Naga, agama Islam merupakan satu-satunya agama yang dianut dan dijadikan sebagai pedoman hidup oleh mereka. Oleh karena itu, tak mengherankan kalau nuansa Islami begitu kental mewarnai berbagai aspek kehidupan masyarakat di desa tersebut. Keselarasan dan keharmonisan hubungan antarwarga masyarakat terjalin dengan baik, sehingga mereka terjaga dari hal-hal yang dapat mengganggu kedamaian hidup mereka.


Untuk menjaga kelangsungan hidup, masyarakat Kampung Naga memiliki sumber mata pencaharian yang cukup beragam. Namun demikian, sebagian besar dari mereka lebih banyak yang menggantungkan hidupnya pada bidang pertanian tanah sawah dan perladangan tanah kering, baik yang statusnya sebagai petani pemilik, petani penggarap, maupun buruh tani.

Kampung Naga merupakan sebuah potret kehidupan yang khas dalam menjalankan roda kehidupan sehari-hari. Masyarakat Kampung Naga yang begitu kukuh memegang falsafah hidup yang diwariskan oleh nenek moyang mereka dari generasi yang satu ke generasi berikutnya.

Masyarakat Kampung Naga mewujudkan nilai budaya melalui berbagai aspek kehidupan seperti dalam sistem religi, sistem pengetahuan, sistem ekonomi, sistem teknologi, dan sistem kemasyarakatan yang semuanya terangkum ke dalam sistem budaya masyarakat Kampung Naga.

Masyarakat Kampung Naga juga mempercayai bahwa benda-benda pusaka peninggalan mempunyai kekuatan magis. Benda-benda pusaka itu disimpan di tempat suci atau Bumi Ageung yang merupakan bangunan pertama yang didirikan di Kampung adat Naga. Selanjutnya, dari masa ke masa bangunan tersebut dirawat serta diurus oleh seorang wanita tua yang masih dekat garis keturunannya.

Kehidupan di kampung naga, memang terlihat agak eksklusif dibanding dengan masyarakat sekelilingnya. Mereka masih melakukan tradisi kehidupan yang sederhana sesuai dengan pedoman hidupnya. Seperti rumah tidak menggunakan listrik dan jumlah rumah tidak boleh lebih dari 118 rumah dan rumah tidak boleh ditembok dan sebagainya.

5. Suku Bugis – Sulawesi Selatan

Suku Bugis atau to Ugi adalah salah satu suku di antara sekian banyak suku di Indonesia. Mereka bermukim di Pulau Sulawesi bagian selatan. Namun dalam perkembangannya, saat ini komunitas Bugis telah menyebar luas ke seluruh Nusantara. Penyebaran Suku Bugis di seluruh Tanah Air disebabkan mata pencaharian orang-orang Bugis umumnya adalah nelayan dan pedagang.


Sebagian orang Bugis lebih suka merantau adalah pedagang dan berusaha (massompe) di negeri orang lain. Orang Bugis zaman dulu menganggap nenek moyang mereka adalah pribumi yang telah didatangi titisan langsung dari “dunia atas” yang “turun” (manurung) atau dari “dunia bawah” yang “naik” (tompo) untuk membawa norma dan aturan sosial ke bumi (Pelras, The Bugis, 2006).

Umumnya orang-orang Bugis sangat meyakini akan hal to manurung, tidak terjadi banyak perbedaan pendapat tentang sejarah ini. Sehingga setiap orang yang merupakan etnis Bugis, tentu mengetahui asal-usul keberadaan komunitasnya.

Penamaan “ugi” merujuk pada raja pertama kerajaan Cina (bukan negara Cina, tapi yang terdapat di jazirah Sulawesi Selatan tepatnya Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo saat ini) yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang/pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We‘ Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu‘, ayahanda dari Sawerigading.

Sawerigading sendiri adalah suami dari We‘ Cudai dan melahirkan beberapa anak, termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar. Sawerigading Opunna Ware (Yang Dipertuan Di Ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra La Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwuk Banggai, Kaili, Gorontalo, dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti Buton (Sumber : id.wikipedia.org/wiki/Suku_Bugis).

Peradaban awal orang–orang Bugis banyak dipengaruhi juga oleh kehidupan tokoh-tokohnya yang hidup di masa itu, dan diceritakan dalam karya sastra terbesar di dunia yang termuat di dalam La Galigo atau sure‘ galigo dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio dan juga tulisan yang berkaitan dengan silsilah keluarga bangsawan, daerah kerajaan, catatan harian, dan catatan lain baik yang berhubungan adat (ade‘) dan kebudayaan–kebudayaan di masa itu yang tertuang dalam Lontara‘.

Tokoh-tokoh yang diceritakan dalam La Galigo, di antaranya ialah Sawerigading, We‘ Opu Sengngeng (Ibu Sawerigading), We‘ Tenriabeng (Ibu We‘ Cudai), We‘ Cudai (Istri Sawerigading), dan La Galigo (Anak Sawerigading dan We‘ Cudai). Tokoh-tokoh inilah yang diceritakan dalam Sure Galigo sebagai pembentukan awal peradaban Bugis pada umumnya. Sedangkan di dalam Lontara itu berisi silsilah keluarga bangsawan dan keturunan-keturunannya, serta nasihat-nasihat bijaksebagai penuntun orang-orang bugis dalam mengarungi kehidupan ini. Isinya lebih cenderung pada pesan yang mengatur norma sosial, bagaimana berhubungan dengan sesama baik yang berlaku pada masyarakat setempat maupun bila orang Bugis pergi merantau di negeri orang.

Konsep ade‘ (adat) merupakan tema sentral dalam teks–teks hukum dan sejarah orang Bugis. Namun, istilah ade‘ itu hanyalah pengganti istilah–istilah lama yang terdapat di dalam teks-teks zaman pra-Islam, kontrak-kontrak sosial, serta perjanjian yang berasal dari zaman itu. Masyarakat tradisional Bugis mengacu kepada konsep pang‘ade‘reng atau “adat istiadat”, berupa serangkaian norma yang terkait satu sama lain.Selain konsep ade secara umum yang terdapat di dalam konsep pang‘ade‘reng, terdapat pula bicara (norma hukum), rapang (norma keteladanan dalam kehidupan
bermasyarakat),  wari (norma yang mengatur stratií—’kasi masyarakat), dan sara‘ (syariat Islam).

B.  Arti Penting Keberagaman Konteks Norma dan Kebiasaan Antardaerah di Indonesia

1.  Arti Penting bagi Diri Sendiri

Dalam pergaulan dengan manusia lainnya, tiap-tiap manusia mempunyai keinginan atau kepentingan sendiri sendiri, ada manusia yang mempunyai kepentingan yang sama dan ada pula yang mempunyai kepentingan berbeda bahkan ada pula kepentingan yang bertentangan satu sama lainnya. Pertentangan antara kepentingan manusia itu dapat menimbulkan kekacauan di dalam masyarakat apabila dalam masyarakat tidak ada tata tertib atau norma yang mengaturnya. 

Rasa tenang dalam hati akan tercipta apabila kita sebagai pribadi mampu melaksanakan norma dengan baik. Seperti apabila kita selalu jujur dalam kehidupan sehari-hari, maka hati kita akan terasa tenang. 

Pada dasarnya hati manusia akan selalu menyuruh untuk berbuat baik dan menyalahkan perbuatan salah. Pemahaman ini oleh para ahli disebut juga dengan ruang ketuhanan (Godspot) atau DNA Spiritualitas. Godspot ada pada diri manusia, yaitu menjelma menjadi suara hati yang akan menyuruh pada kebenaran dan merasa bersalah apabila melanggar suatu aturan.

2.  Arti Penting bagi Masyarakat
Dalam kehidupan bermasyarakat, norma memiliki arti yang sangat penting. Norma mengatur kehidupan masyarakat agar menjadi tertib dan damai. Keinginan setiap orang dalam masyarakat pasti berbeda. Adanya berbagai keinginan dan lebih jauhnya kepentingan dalam masyarakat ini menyebabkan dalam masyarakat mudah terjadinya pertentangan.

Agar pemenuhan kebutuhan setiap manusia itu berjalan secara teratur, tidak terjadi benturan-benturan antara kepentingan manusia yang satu dengan kepentingan sesama, diperlukan pengaturan  petunjuk hidup, aturan atau patokan yang biasa disebut norma. 

Sebagai kaidah atau  aturan yang berisi perintah dan larangan yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama norma dapat mengatur perilaku manusia di dalam masyarakat guna mencapai ketertiban dan kedamaian. Dengan mentaati norma, maka tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara menjadi tertib, aman, rukun, dan damai. Suasana masyarakat yang taat terhadap norma yang berlaku dapat membentuk suatu kehidupan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.

C.  Menghargai Norma dan Kebiasaan Antar Daerah di Indonesia

1.  Menghargai Keberagaman Norma dan Kebiasaan dalam Lingkungan Sekolah

Perhatikan teman di sekolahmu, apakah ada siswa yang memiliki sifat dan kebiasaan yang sama. Kamu mungkin akan menemukan siswa yang pendiam, ada yang senang bercanda dan berbagai kelakuan lainnya. Disisi yang lain kamu juga mungkin menemukan siswa yang seringkali berkata keras. Itulah salah satu bentuk keberagaman yang ada di sekolah.

Keberagaman kebiasaan yang terdapat di lingkungan sekolah hendaknya dapat disikapi dengan positif sebagai kekayaan kelas. Pada saat ini terutama di perkotaan, masyarakat dan sekolah terbentuk serta hidup dalam perbedaan budaya. Oleh karenanya kita dituntut untuk berpikir, bersikap, dan berperilaku sebagai manusia yang menghargai, menghormati, dan mampu bergaul dengan sesamanya.
Kebiasaan boleh berbeda, namun kita tetap saling menghormati perbedaan tersebut. Pepatah; dimana bumi dipijak disana langit dijunjung tepatlah kiranya menggambarkan sikap perilaku kita dalam pergaulan disekolah. 

Di rumah masing-masing tentunya kalian memiliki kebiasaan dan perilaku yang berbeda. Diantara kalian mungkin saja merupakan anak satu-satunya atau anak tunggal dalam keluarga. Anak tunggal mungkin saja berbeda sikap dan kebiasaannya dalam kehidupan keluarga dibandingkan dengan keluarga yang anaknya lebih dari satu.

Perbedaan sikap dan perilaku dirumah dan dimasyarakat masing-masing ketika berada di sekolah harus disesuaikan dengan tata aturan yang berlaku disekolah. Bagi siswa yang diperlakukan istimewa di rumahnya, ketika berada di sekolah semuanya memiliki kedudukan dan diperlakukan secara sama. Diantara siswa pun harus saling menghargai, bekerjasama dan tolong menolong tanpa membedakan satu diantara yang lainnya.

2. Menghargai Keberagaman Norma dan Kebiasaan dalam Lingkungan Pergaulan

Dalam lingkungan pergaulan, menghargai perbedaan norma dan kebiasaan dapat dilakukan dengan hal-hal berikut :
a.  Keterbukaan, untuk memahami keberagaman maka kita harus bersikap terbuka terhadap perbedaan norma, sikap, perilaku, dan kebiasaan dan yang harus disadari adalah bahwa semua orang itu berbeda.
b.  Memahami lebih jauh hal-hal yang ada dalam lingkungan pergaulan.
c.  Mendukung sikap dan perilaku baik dari teman yang berbeda budaya. Seperti contoh, kepada teman yang suka berkata dengan lemah lembut kita tidak harus mempermainkannya. Lebih baik kita berkata sopan kepadanya.
d.  Sikap positif seperti tidak suka mengeluh akan membuat orang lain nyaman bergaul dengan kita.
e.  Percaya diri dengan tidak menganggap rendah orang lain sangat diperlukan dalam pergaulan.
f.  Kebersamaan dalam pergaulan yaitu melibatkan dan tidak memilah-milah teman karena adanya berbagai perbedaan.
g.  Memahami tatacara pergaulan terutama dalam masyarakat yang budayanya beragam. Seperti contoh dalam pergaulan masyarakat tertentu kita tidak boleh memotong pembicaraan orang karena dianggap tidak sopan.
h.  Tidak memonopoli atau menguasai teman. Tindakan memonopoli teman seperti memaksakan hobinya kepada orang lain akan menyebabkan pecahnya kebersamaan.
i.  Berteman dengan memperlihatkan ekspresi dan penghargaan. Seperti tersenyum dan memuji teman merupakan perbuatan yang akan memelihara kebersamaan.

3. Menghargai Keberagaman Norma dan Kebiasaan dalam Lingkungan Masyarakat

Keberagaman  norma dan kebiasaan akan semakin mudah ditemukan dalam lingkungan masyarakat terutama dalam masyarakat perkotaan. Masyarakat perkotaan seringkali dibentuk oleh masyarakat pendatang. Masyarakat pendatang, membawa norma dan kebiasaan dari daerah asal yang tentunya berbeda.

Dalam pergaulan masyarakat perkotaan berbagai perbedaan yang dimiliki tiap orang  dapat menyebabkan konflik. Konflik dapat terjadi apabila hilangnya tenggangrasa dan saling menghargai antara satu orang dengan orang lain atau antar masyarakat. Semua orang didalam masyarakat memiliki kedudukan dan kewajiban yang sama. Tidak ada orang yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya.

Perbedaan kebiasaan diantara masyarakat sepatutnya disikapi secara bijak oleh masyarakat itu sendiri agar tercipta kehidupan masyarakat yang damai dan tentram. Bentuk perilaku menghargai norma dan kebiasaan yang beragam dimasyarakat dapat dilakukan dengan cara berikut :
a.  Sikap menghormati norma dan kebiasaan yang berbeda
b.  Menjunjung tinggi sikap toleransi dan kebersamaan
c.  Sikap tenggang rasa, dan
d.  Menjaga kerukunan antar masyarakat.





Download