Oct 7, 2011

AKHLAK SISWA DI SEKOLAH

AKHLAK SISWA DI SEKOLAH

Oleh: Jajang Sulaeman, S.Pd.



1.    Pengertian Akhlak
Menurut pendekatan etimologi, perkataan "akhlak" berasal dari bahasa  Arab jama' dari bentuk mufradnya "Khuluqun" ( خُلُقٌ ) yang menurut logat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuain dengan perkataan "khalkun" ( خَلْقٌ ) yang berarti kejadian, serta erat hubungan " Khaliq" ( خَالِقٌ ) yang berarti Pencipta dan "Makhluk" ( مَخْلُوْقٌ ) yang berarti yang diciptakan. (Zahruddin AR, 2004:1).
Baik  kata  “akhlaq”  atau  “khuluq”  kedua-duanya  dapat  dijumpai  di  dalam  al-Qur'an, sebagai berikut: “Dan  sesungguhnya engkau  (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Q.S. Al-Qalam, 68:4).

Sedangkan menurut pendekatan secara terminologi, berikut ini beberapa pakar mengemukakan pengertian akhlak sebagai berikut:
a.    Ibn Miskawaih :
“Akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran lebih dahulu.” (Zahruddin AR, 2004:4)
b.    Imam Al-Ghazali :
Akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada  pikiran dan pertimbanagan. Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik  dari  segi  akal  dan  syara', maka  ia disebut akhlak  yang baik. Dan jika lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak yang buruk. (Moh. Ardani, 2005:29)
 
c.    Prof. Dr. Ahmad Amin :
Sementara orang mengetahui bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak  yang dibiasakan. Artinya, kehendak itu bila membiasakan sesuatu,  kebiasaan itu dinamakan akhlak. Menurutnya kehendak ialah ketentuan  dari  beberapa  keinginan manusia setelah imbang, sedang kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah melakukannya, Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan ini mempunyai kekuatan, dan gabungan dari kekuatan itu menimbulkan kekuatan yang lebih besar. Kekuatan besar inilah yang bernama akhlak. (Zahruddin AR, 2004:4-5)

Jika diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa seluruh definisi  akhlak sebagaimana tersebut diatas tidak ada yang saling bertentangan,  melainkan saling melengkapi, yaitu sifat yang tertanam kuat dalam jiwa yang nampak dalam perbuatan lahiriah yang dilakukan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran  lagi dan sudah menjadi kebiasaan.
Selanjutnya Abuddin Nata (2005 : 274) mengatakan bahwa ada lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak yaitu :
Pertama perbuatan akhlak tersebut sudah menjadi kepribadian yang tertanam kuat dalam jiwa seseorang.
Kedua perbuatan akhlak merupakan perbuatan yang dilakukan dengan acceptable dan tanpa pemikiran (unthouhgt).
Ketiga, perbuatan akhlak merupakan perbuatan tanpa paksaan.
Keempat, perbuatan dilakukan dengan sebenarnya tanpa ada unsur sandiwara. Kelima, perbuatan dilakukan untuk menegakkan kalimat Allah.

Dengan demikian disimpulkan bahwa akhlak adalah suatu kondisi dalam jiwa yang dapat melahirkan sikap perilaku yang bersifat reflektif, tanpa perlu pemikiran ataupun paksaan. Secara umum kondisi jiwa tersebut merupakan suatu tabi’at (watak), yang dapat melahirkan sikap perilaku yang baik ataupun yang buruk.
Jika dikaitkan dengan kata Islami, maka akan berbentuk akhlak Islami, secara sederhana akhlak Islami diartikan sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran Islam atau akhlak yang bersifat Islami. Kata  Islam yang berada  di belakang kata akhlak dalam menempati  posisi  sifat. Dengan demikian akhlak  Islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah daging dan sebernya berdasarkan pada ajaran Islam. Dilihat dari  segi  sifatnya  yang universal, maka  akhlak Islami  juga bersifat universal. (Abuddin Nata, 2003:147).
Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam menjabarkan akhlak universal diperlukan bantuan pemikiran akal manusia dan kesempatan  sosial yang terkandung dalam ajaran etika dan moral. Menghormati kedua  orang tua misalnya adalah akhlak yang bersifat mutlak dan universal. Sedangkan bagaimana bentuk dan cara menghormati oarng tua itu dapat  dimanifestasikan oleh hasil pemikiran manusia. 
Jadi, akhlak Islam bersifat mengarahkan, membimbing, mendorong, membangun peradaban manusia dan mengobati bagi penyakit sosial dari jiwa dan mental, serta tujuan berakhlak yang baik untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Dengan demikian akhlak Islami itu jauh lebih sempurna dibandingkan dengan akhlak lainnya. Jika aklhak lainnya hanya berbicara tentang hubungan dengan manusia, maka akhlak Islami berbicara pula tentang cara berhubungan dengan binatang, tumbuh-tumbuhan, air, udara dan lain sebagainya. Dengan cara demikian, masing-masing makhluk merasakan fungsi dan eksistensinya di dunia ini.

2.    Landasan Akhlak
Akhlak merupakan sistem moral atau akhlak yang berdasarkan  Islam, yakni bertititk tolak dari aqidah yang diwahyukan Allah kepada Nabi  atau Rasul-Nya yang kemudian agar disampaikan kepada umatnya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Mustofa (1997:149) bahwa :
Akhlak Islam, karena merupakan sistem akhlak yang berdasarkan  kepada kepercayaan kepada Tuhan, maka tentunya sesuai pula dengan dasar dari pada agama itu sendiri. Dengan demikian, dasar atau  sumber pokok daripada akhlak adalah al-Qur'an dan al-Hadits yang merupakan sumber utama dari agama itu sendiri.

Dengan demikian, maka yang menjadi landasan pokok akhlak adalah al-Qur’an dan as-Hadits.
Pribadi Nabi Muhammad adalah contoh yang paling tepat untuk  dijadikan teladan dalam membentuk kepribadian. Begitu juga sahabat-sahabat  Beliau yang selalu berpedoman kepada al-Qur'an dan as-Sunah dalam kesehariannya. Nabi SAW bersabda :
عَنْ أَنَسِ ابْنِ مَالِكٍ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَهُمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ.
Artinya:
Dari Anas bin Malik r.a. berkata, bahwa Nabi saw bersabda : "Telah ku tinggalkan atas kamu sekalian dua perkara, yang apabila kamu  berpegang kepada keduanya, maka tidak akan tersesat, yaitu Kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya”. (Mustofa (1997:149)

Dengan demikian tidak diragukan lagi bahwa segala perbuatan atau  tindakan manusia apapun bentuknya pada hakekatnya adalah bermaksud  mencapai kebahagiaan, sedangkan untuk mencapai kebahagiaan menurut  sistem moral atau akhlak yang agamis (Islam) dapat dicapai dengan jalan menuruti perintah Allah yakni dengan menjauhi segala larangan-Nya dan  mengerjakan segala perintah-Nya, sebagaimana yang tertera dalam pedoman dasar hidup bagi setiap muslim yakni al-Qur'an dan al-Hadits.
 
3.    Ruang Lingkup Akhlak Siswa di Sekolah
Pada dasarnya ruang lingkup akhlak Islami adalah sama dengan ruang ajaran  Islam  itu  sendiri,  khususnya  yang  berkaitan  dengan  pola  hubungan. Akhlak Islami mencakup berbagai aspek, dimulai dari akhlak terhadap Allah, hingga  sesama makhluk  (manusia,  binatang,  tumbuh-tumbuhan,  dan  benda-benda yang tak bernyawa) (M. Quraish Shihab, 1996 :261)
Berbagai bentuk dan  ruang  lingkup akhlak  Islami yang demikian  itu dapat dipaparkan sebagai berikut:
a.    Akhlak  terhadap  Allah,  seperti:  bertaqwa  kepada-Nya,  sabar  dalam menghadapi  musibah,  bersyukur  terhadap  segala  ni’mat-Nya dan sebagainya.
b.    Akhlak terhadap sesama manusia, yaitu:
1)   Akhlak  terhadap  diri  sendiri,  seperti:  jujur,  optimis,  hemat  dan sebagainya.
2)   Akhlak  terhadap  Bapak/Ibu  (Guru),  seperti:  berbakti  kepada bapak/Ibu (Guru), Menghormati Bapak/ibu (Guru), dan sebagainya.
3)   Akhlak  terhadap  orang  lain  (teman,  masyarakat),  seperti:  berkata jujur, memaafkan kesalahan orang lain dan sebagainya.
c.    Akhlak  terhadap  lingkungan,  seperti:  menjaga  kebersihan  kelas, memelihara lingkungan dan sebagainya.
Ruang lingkup materi pendidikan akhlak secara terperinci dikemuakakan oleh Mohammad Daud Ali (1997:458) yang dapat disajikan sebagai berikut :
1)   Akhlak terhadap Alloh (Kholiq) antara lain adalah :
a)    Al-Hubb, yaitu mencintai Alloh melebihi cinta kepada apa dan siapapun juga dengan mempergunakan firman-Nya dalam       al-Qur’an sebagai pedoman hidup dan kehidupan. Kecintaan itu diwujudkan dengan cara melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya.
b)   Ar-Roja’ yaitu mengharapkan karunia dan berusaha untuk memperoleh keridhoan Alloh SWT.
c)    Asy-Syukr, yaitu mencyukuri segala karunia dan nikmat dari Alloh dengan cara menggunakannya sebagai sarana untuk berbakti kepada-Nya.
d)   Qona’ah yaitu menerima dengan ikhlas semua ketentuan dan keputusan Alloh SWT setelah berikhtiar secara maksimal.
e)    Memohon ampunan hanya kepada Alloh SWT.
f)    At-Taubat, bertaubat hanya kepada Allah SWT. Taubat yang paling murni dan tinggi adalah taubat nashuha yaitu taubat dengan sebanar-benarnya taubat, dengan menunjukkan adanya penyesalan atas kesalahan yang telah dilakukan serta adanya perubahan ke arah kebaikan.
g)   At-Tawakkal, yaitu berserah diri atau menyandarkan keputusan atas segala urusan hanya kepada Alloh SWT.

2)   Akhlak terhadap makhluk dapat dikategorikan lagi menjadi dua yaitu :
a)    Akhlak terhadap manusia, antara lain :
(1)      Akhlak terhadap Rasulullah SAW, yaitu :
(a)      Mencintai Rasulullah SAW secara tulus dengan mengikuti semua sunnahnya.
(b)     Menjadikan Rasulullah SAW sebagai idola, suri teladan dalam hidup dan kehidupan.
(c)      Menjalankan apa yang diperintah-Nya dan tidak melakukan apa yang dilarang-Nya.

(2)      Akhlak terhadap orangtua (birrul walidain), misalnya :
(a)      Mencintai mereka melebihi cinta kepada kerabat lain.
(b)     Merendahkan diri kepada keduanya diiringi rasa hormat dan kasih sayang.
(c)      Berkomunikasi dengan orangtua secara khidmat, mempergunakan kata-kata lemah lembut.
(d)     Berbuat baik kepada ibu-bapak dengan sebaik-baiknya, dengan mengikuti nasehat baiknya, tidak menyinggung perasaannya, dan membuatnya ridha.
(e)      Mendo’akan keselamatan dan ampunan bagi mereka kendatipun seorang atau kedua-duanya telah meninggal dunia.

(3)      Akhlak terhadap diri sendiri, antara lain :
(a)      Memelihara kesucian diri.
(b)     Menutup aurat (bagian tubuh yang tidak boleh kelihatan menurut hukum dan akhlak Islam).
(c)      Jujur dalam perkataan, berbuat ikhlas dan rendah hati (tawadhu).
(d)     Malu melakukan perbuatan jahat, jelek atau tercela.
(e)      Menjauhi berbagai penyakit hati, seperti dengki, dendam dan sebagainya.
(f)      Berlaku adil terhadap diri sendiri dan orang lain.
(g)     Menjauhi segala perkataan dan perbuatan yang sia-sia, tidak ada manfaatnya.

(4)      Akhlak terhadap keluarga/karib kerabat, antara lain :
(a)      Saling membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga.
(b)     Saling menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak.
(c)      Berbakti kepada ibu bapak.
(d)     Mendidik anak-anak dengan penuh kasih sayang.
(e)      Memelihara hubungan silaturrahim dan melanjutkan silaturrahmi yang dibina orangtua yang telah meninggal dunia.

(5)      Akhlak terhadap tetangga, antara lain :
(a)      Saling mengunjungi.
(b)     Saling membantu dalam segala kondisi dan dalam hal kebaikan.
(c)      Saling memberi dan menghormati.
(d)     Saling menghindari kejelekan, permusuhan atau pertengkaran.

(6)      Akhlak terhadap masyarakat, antara lain :
(a)      Memuliakan tamu.
(b)     Menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.
(c)      Saling menolong dalam kebajikan dan taqwa.
(d)     Menganjurkan anggota masyarakat termasuk diri sendiri untuk berbuat baik dan mencegah dari perbuatan jahat.
(e)      Memberi makan fakir miskin dan berusaha melapangkan hidup da kehidupannya.
(f)      Bermusyawarah dalam segala urusan mengenai kepentingan bersama.
(g)     Mentaati putusan yang telah diambil.
(h)     Menunaikan amanah dengan jalan melaksanakan kepercayaan yang diberikan seseorang atau masyarakat.
(i)       Menepati janji.

3)   Akhlak terhadap bukan manusia (lingkungan hidup), antara   lain :
(1)      Sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup.
(2)      Menjaga dan memanfaatkan alam terutama hewani dan nabati, fauna dan flora yang senggaja diciptakan Tuhan untuk kepentingan manusia dan makhluk lain.
(3)      Sayang kepada sesama makhluk.

4.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akhlak
Pada dasarnya setiap manusia memiliki keinginan untuk memiliki kepribadian yang baik. Nipa Abdul Halim (2000:12) mengemukakan  bahwa :
Setiap orang ingin agar menjadi orang yang baik, mempunyai kepribadian yang kuat, dan sikap mental yang kuat dan akhlak yang terpuji. Semua itu dapat diusahakan dengan melalui pendidikan, untuk itu perlu dicari jalan yang dapat membawa kepada terjaminnya akhlak perilaku ihsan. Dengan demikian pendidikan agama harus diberikan secara terus-menerus baik faktor kepribadian, faktor keluarga, pendidikan formal, pendidikan nonformal atau lingkungan masyarakat.

Para siswa merupakan generasi muda yang merupakan sumber insani bagi pembangunan nasional, untuk itu pula pembinaan bagi mereka dengan mengadakan upaya-upaya pencegahan pelanggaran norma-norma agama dan masyarakat.
Secara umum pengaruh pendidikan akhlak seseorang tergantung pada dua faktor yaitu:
a.    Faktor Internal
Faktor Internal / kepribadian dari orang itu sendiri. Perkembangan agama pada seseorang sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa–masa pertumbuhan yang pertama (masa anak) dari umur 0-12 tahun. Kemampuan seseorang dalam memahami masalah-masalah agama atau ajaran-ajaran agama, hal ini sangat dipengaruhi oleh intelejensi pada orang itu sendiri dalam memahami ajaran–ajaran Islam. (Zakiah Darajdat, 1970:58)
a.    Faktor Eksternal
Ada beberapa faktor eksternal yang bisa mempengaruhi akhlak (moral) seseorang  yaitu:
1)   Lingkungan Keluarga
Pada dasarnya, lingkungan lain menerima anak-anak setelah mereka dibesarkan dalam lingkungan keluarga, dalam asuhan orang tuanya. Dengan  demikian, rumah keluarga muslim adalah benteng utama tempat anak-anak  dibesarkan melalui pendidikan Islam. Yang dimaksud dengan keluarga muslim adalah keluarga yang mendasarkan aktivitasnya  pada  pembentukan  keluarga yang sesuai dengan syariat Islam.
Berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah, kita dapat mengatakan bahwa tujuan terpenting dari pembentukan keluarga sebagaimana dikemukakan oleh Abdurrahman An-Nahlawi (1995:144) adalah hal-hal berikut:
1)   Mendirikan syariat Allah dalam segala permasalahan rumah  tangga. 
2)   Mewujudkan  ketentraman  dan  ketenangan psikologis. 
3)   Mewujudkan sunnah Rasulallah  saw. 
4)   Memenuhi kebutuhan cinta-kasih anak-anak. Naluri menyayangi anak merupakan potensi yang diciptakan bersamaan dengan  penciptaaan manusia dan binatang. Allah menjadikan naluri itu sebagai salah satu landasan  kehidupan alamiah, psikologis, dan sosial mayoritas makhluk hidup.  Keluarga, terutama orang tua, bertanggung jawab untuk memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya. 
5)   Menjaga fitrah anak agar anak tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan.

Keluarga merupakan masyarakat alamiyah, disitulah pendidikan  berlangsung dengan sendirinya sesuai dengan tatanan pergaulan yang berlaku didalamnya. Keluarga merupakan persekutuan terkecil  yang  terdiri  dari ayah, ibu dan anak dimana keduanya (ayah dan ibu) mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan anak-anaknya. 
Dalam pembinaan akhlak anak, faktor orangtua sangat menentukan, karena akan masuk ke dalam pribadi anak bersamaan dengan unsur-unsur pribadi yang didapatnya melalui pengalaman sejak kecil. Pendidikan keluarga sebagai orangtua mempunyai tanggungjawab dalam mendidik anak-anaknya karena dalam keluarga mempunyai waktu banyak untuk membimbing, mengarahkan anak-anaknya agar mempunyai akhlak Islami. (Nipa Abdul Halim, 2000:12)
Ada beberapa hal yang perlu direalisasikan oleh orangtua yakni aspek pendidikan akhlakul karimah. Pendidikan akhlak sangat penting dalam keluarga, karena dengan jalan membiasakan dan melatih pada hal-hal yang baik, menghormati kepada orang tua, bertingkah laku sopan, baik dalam berperilaku keseharian maupun dalam bertutur kata. Pendidikan akhlak tidak hanya secara teoritik namun disertai contohnya untuk dihayati maknanya, seperti kesusahan ibu yang mengandungnya, kemudian dihayati apa yang ada dibalik yang nampak tersebut, kemudian direfleksikan dalam kehidupan kejiwaannya. Oleh karena itu orangtua berperan penting sebagai  pendidik, yakni memikul pertanggungjawaban terhadap pendidikan  anak. Karena pendidikan itulah yang akan membentuk manusia di masa depan. (Chabib Thoha, 1996:108)
Keluarga merupakan wadah pertama dan utama, peletak dasar perkembangan anak. Dari keluarga pertama kali anak mengenal agama dari kedua orang tua, bahkan pendidikan anak sesungguhnya telah dimulai sejak persiapan pembentukan keluarga. Setelah mendapatkan pendidikan akhlak dalam keluarga secara tidak langsung nantinya akan berkembang di lingkungan masyarakat. Oleh karena itu maka kebiasaan-kebiasaan dalam keluarga harus dalam pengawasan, karena akan sangat berpengaruh pada diri anak, kebiasaan yang buruk dari keluarga terutama dari kedua orang tua akan cepat ditiru oleh anak-anaknya, menjadi kebiasaan anak yang buruk. Dengan demikian juga kebiasaan yang baik akan menjadi kebiasaan anak yang baik. Peran orang tua dan anggota keluarga sangat sangat menentukan masa depan anaknya. (Zakiah Darajdat, 1970:58)
Sejak seorang  anak lahir, ibunyalah yang selalu ada disampingnya,  oleh karema itu ia meniru perangai ibunya, karena ibunyalah yang pertama  dikenal oleh anaknya dan sekaligus menjadi temannya yang pertama yang dipercayai. Begitu juga ayah mempunyai pengaruh yang besar terhadap akhlak anaknya, sebagaimana dijelaskan Risnayanti (2004:29-30) bahwa :
Disamping ibunya, ayah juga mempunyai pengaruh yang  mana besar terhadap perkembangan akhlak anak, dimata anak, ayah merupakan  seseorang yang tertinggi dan terpandai diantara orang- orang  yang  di  kenal dalam lingkungan keluarga, oleh karena ayah melakukan pekerjaan sehari-hari berpengaruh gara pekerjaan anaknya. Dengan demikian, maka sikap dan perilaku ayah dan ibu mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan akhlak anak-anaknya.

Supaya perkembangan akhlak/moral keagamaan anak dapat berkembang dengan baik, sebaiknya keluarga utamanya ayah dan ibu memperhatikan hal-hal sebagai berikut (http://4fif.wordpress.com/ April 2009) :
1)   Konsisten dalam mendidik
Ayah dan ibu harus memiliki sikap dan perlakuan yang sama dalam melarang dan membolehkan tingkah laku tertentu pada anak. Pada kenyataanya masih banyak kita jumpai orangtua yang tidak kompak dalam mendidik anaknya, hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan orangtua dan juga dipengaruhi rasa ego.
Ketidak-kompakan orangtua dalam mendidik anaknya berakibat kurang baik terhadap moral anak, biasanya mereka bingung membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh, patuh pada aturan bapak atau patuh pada aturan ibu, dan lain sebagainya. Maka sebaiknya ayah dan ibu menyamakan persepsi dalam memberikan didikan pada anak-anaknya.
 2)   Sikap orangtua dalam keluarga
Sikap orangtua dalam keluarga secara tidak langsung mempengaruhi perkembangan moral anak. Melalui proses peniruan (imitasi) mereka mereka merekam sikap ayah pada ibu dan sebaliknya, sikap orangtua pada tetangga tetangga sekitarnya akan dengan mudah ditiru oleh anak. Sikap yang otoriter orangtua akan membuahkan sikap yang sama pada anak. Sebaliknya sikap kasih sayang, keterbukaan, musyawarah, dan konsisten, juga akan membuahkan sikap yang sama pada anak.
Menurut penulis, sebaiknya orangtua memberikan contoh (tauladan) moral yang baik pada anak-anaknya, agar dimasa yang akan datang anak-anaknya menjadi orang yang berguna.
3)   Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut
Orangtua berkewajiban menanamkan ajaran-ajaran agama yang dianutnya kepada anak, baik berupa bimbingan-bimbingan maupun contoh implementasinya dalam kehidupan sehari-hari. Keteladanan orangtua dalam menjalankan moral keagamaan merupakan cara yang paling baik dalam menanamkan moral keagamaan anak.
Dengan perkembangan akhlak/moral keagamaan yang baik pada anak sudah barang tentu akan berpengaruh terhadap budi pekerti atau tingkah laku anak pada masa yang akan datang. Di samping faktor pengaruh keluarga, faktor lingkungan masyarakat dan pergaulan anak juga mempengaruhi perkembangan moral keagamaan anak, pada perkembangannya terkadang anak lebih percaya kepada teman dekatnya dari pada orangtuanya, terkadang juga lebih mematuhi orang-orang yang dikaguminya seperti ; gurunya, artis favoritnya, dan sebagainya.
Keluarga dengan akhlak yang baik dan lingkungan masyarakat yang baik, secara teoritis akan berpengaruh positif terhadap perkembangan akhlak mulia pada anak.
2)   Lingkungan Sekolah
Perkembangan akhlak anak yang dipengaruhi oleh lingkungan sekolah.  Di sekolah  ia  berhadapan  dengan  guru-guru  yang  berganti-ganti. Kasih  guru  kepada murid  tidak mendalam  seperti  kasih  orang tua  kepada  anaknya,  sebab  guru  dan  murid  tidak  terkait  oleh  tali kekeluargaan.  Guru  bertanggung  jawab  terhadap  pendidikan  murid-muridnya,  ia  harus  memberi  contoh  dan  teladan  bagi  bagi  mereka, dalam  segala mata  pelajaran  ia  berupaya menanamkan  akhlak  sesuai dengan  ajaran  Islam.  Bahkan  diluar  sekolah  pun  ia  harus  bertindak sebagai seorang pendidik.
Sehubungan dengan pengaruh lingkungan sekolah, Risnayanti (2004:30) mengemukakan bahwa :
Kalau di rumah anak bebas dalam gerak-geriknya, ia boleh makan apabila lapar, tidur apabila mengantuk dan boleh bermain, sebaliknya di sekolah suasana bebas seperti itu tidak terdapat. Disana ada aturan-aturan  tertentu. Sekolah dimulai  pada waktu  yang ditentukan,  dan  ia harus duduk selama waktu itu pada waktu yang ditentukan pula. Ia tidak boleh meninggalkan atau menukar tempat, kecuali seizin gurunya. Pendeknya ia harus menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan yang ada ditetapkan. Berganti-gantinya  guru dengan  kasih sayang yang kurang mendalam, contoh dari suri tauladannya, suasana yang tidak sebebas dirumah anak-anak, memberikan pengaruh terhadap perkembangan akhlak mereka.

3)   Lingkungan Masyarakat
Lembaga non-formal akan membawa seseorang berperilaku yang lebih baik, karena di dalamnya akan memberikan pengarahan-pengarahan terhadap norma-norma yang baik dan buruk. Misalnya pengajian, ceramah yang barang tentu akan memberikan pengarahan yang baik, tak ada seorang mubaligh yang mengajak hadirin untuk melakukan perbuatan yang tidak baik.
Pendidikan yang bersifat non formal yang terfokus pada agama ternyata akan mempengaruhi pembentukan akhlak pada diri seseorang. Karena itu menurut M. Abdul Quasem (1988 : 94) bahwa “Nilai-nilai dan kebiasaan masyarakat yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam apalagi yang membawa maslahat dapat dimanfaatkan sebagai bahan dalam menentukan kebijaksanaan.”
Akhlak yang baik dapat pula diperoleh dengan memperhatikan orang-orang baik dan bergaul dengan mereka, secara alamiah manusia itu meniru tabiat seseorang tanpa dasar bisa mendapat kebaikan dan keburukan dari tabiat orang lain.  Interaksi edukatif antara individu dengan individu lainnya yang berdasarkan nilai-nilai Islami agar dalam masyarakat itu tercipta masyarakat yang berakhlakul karimah.
Lingkungan masyarakat yakni lingkungan yang selalu mengadakan hubungan dengan cara bersama orang lain. Oleh karena itu lingkungan masyarakat juga dapat membentuk akhlak seseorang, di dalamnya orang akan menatap beberapa permasalahan yang dapat mempengaruhi bagi perkembangan, baik dalam hal-hal yang positif maupun negatif dalam membentuk akhlak pada diri seseorang. Oleh karena itu lingkungan yang berdampak negatif tersebut harus diatur, supaya interaksi edukatif dapat berlangsung dengan sebaik-baiknya. (Nur Uhbiyati, 1997:235)
Dari penjelasan di atas ditegaskan bahwa manusia hidup membutuhkan orang lain. Maksudnya bahwa tak seorangpun manusia yang bisa hidup sendiri. Jika dikaitkan lingkungan sekolah, hal ini sama bahwa mereka dalam hidup saling membutuhkan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Misalkan ketika ia melihat temannya yang rajin melakukan kegiatan keagamaan di lingkungan sekolah maka secara tidak langsung dia akan terpengaruh juga dengan kegiatan temannya. Jadi lingkungan sangat memberikan pengaruh yang besar bagi pertumbuhan pola pikir dan akhlak seseorang.
Menurut Nur Uhbiyati (1997:235) ada tiga macam pengaruh lingkungan pendidikan terhadap keberagamaan dan akhlak seseorang yaitu :
a)    Lingkungan yang acuh tak acuh terhadap agama. 
Lingkungan semacam ini ada kalanya  berkeberatan terhadap pendidikan agama, dan ada kalanya pula agar sedikit tahu tentang hal itu. 
b)   Lingkungan yang berpegang pada tradisi agama, tetapi tanpa keinsafan batin.
Biasanya lingkungan demikian menghasilkan seseorang beragama yang secara tradisional tanpa kritik atau beragama secara kebetulan.
c)    Lingkungan yang memiliki tradisi  agama dengan sadar dan hidup dalam kehidupan yag beragama.
Lingkungan ini memberikan motivasi atau dorongan yang kuat kepada seseorang untuk memeluk dan mengikuti pendidikan agama yang ada, apabila lingkungan ini ditunjang oleh anggota-anggota masyarakat yang baik dan kesepakatan memadai, maka kemungkinan besar hasilnya pun paling baik untuk mewujudkan akhlak pada diri orang yang ada disekitarnya.

Masyarakat di sini juga ikut mempengaruhi akhlak atau perilaku seseorang yang ada disekitarnya, yang dalam kehidupan sehari-harinya ia tak mungkin lepas dari pengaruh lingkungan dimana ia tinggal. Menurut Mansur (2004:83) bahwa :
Lingkungan pergaulan merupakan alat pendidikan, meskipun keadaan maupun peristiwa apapun yang terjadi tidak bisa dirancang, sehingga keadaan tersebut mempunyai pengaruh terhadap pembentukan kepribadian seorang baik berdampak baik maupun akan berdampak jelek.

Lingkungan pergaulan yang baik akan mendukung pula perkembangan pribadi seseorang yang disekitarnya. Namun pergaulan yang jelek pun sangat mendukung kepribadian yang buruk, bahkan bisa merusak akidah-akidah yang telah tertanam pada diri sejak kecil, jika ia tidak pandai mengawasi dan menyaring (memfilter) dari segala pergaulan yang terjadi di masyarakat.
Dalam kegiatan masyarakat cenderung bersifat pengajaran orang dewasa, di lingkungan agama Islam bentuk jalur ini yang kegiatannya diprogramkan dalam instansi-instansi sekolah. Dasar-dasar pengembangan intelektual dalam Islam harus bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist.
Jadi disini kita atau orang dewasa harus berhati-hati terhadap berbagai macam faktor yang bisa mempengaruhi akhlak yang tidak baik. Apabila nilai-nilai agama banyak masuk ke dalam pembentukan kepribadian seseorang, maka tingkah laku oang tersebut akan banyak diarahkan dan dikendalikan oleh nilai-nilai agama. Oleh karena itu sebagai orangtua hendaknya melakukan pengawasan yang ketat dalam hal perilaku/akhlak dalam lingkungan masyarakat.
Tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan anak-anak menjelma dalam beberapa perkara dan cara yang dipandang merupakan metode pendidikan masyarakat utama. Cara yang terpenting sebagaimana dikemukakan Abdurrahman An-Nahlawi (1995:176-181) sebagai berikut : 
1)   Pertama, Allah menjadikan masyarakat sebagai penyuruh kebaikan dan pelarang kemunkaran.
2)   Kedua, dalam masyarakat Islam, seluruh anak-anak dianggap anak sendiri atau anak saudaranya sehingga ketika memanggil anak  siapa pun dia, mereka akan memanggil dengan “Hai anak saudaraku!” dan sebaliknya, setiap anak-anak atau remaja akan memanggil setiap orang tua dengan panggilan, “Hai  Paman!”. 
3)   Ketiga, untuk menghadapi orang-orang yang membiasakan  dirinya  berbuat buruk, Islam membina mereka melalui salah satu cara membina dan mendidik manusia.
4)   Keempat, masyarakat pun dapat melakukan pembinaan melalui pengisolasian, pemboikotan, atau pemutusan hubungan kemasyarakatan. Atas izin Allah dan Rasulullah SAW.
5)   Kelima, pendidikan kemasyarakatan  dapat  juga dilakukan  melalui  kerjasama  yang  utuh  karena  bagaimanapun, masyarakat  muslim  adalah masyarakat yang padu.
6)   Keenam, pendidikan kemasyarakatan bertumpu pada landasan  afeksi masyarakat, khususnya rasa saling mencintai.

Masyarakat turut serta memikul tanggung jawab pendidikan dan masyarakat juga mempengaruhi akhlak siswa atau anak. Masyarakat yang  berbudaya,  memelihara dan menjaga norma-norma dalam kehidupan dan  menjalankan agama secara baik akan membantu perkembangan akhlak siswa kepada arah yang baik, sebaliknya masyarakat yang melanggar  norma-norma yang berlaku dalam kehidupan dan tidak tidak menjalankan ajaran agama secara baik, juga akan memberikan pengaruh kepada perkembangan akhlak siswa, yang membawa mereka kepada akhlak yang baik.
Dengan demikian, di pundak masyarakat terpikul keikutsertaan dalam  membimbing dan perkembangan akhak siswa. Menurut Risnayanti (2004:31) bahwa, “Tinggi  dan rendahnya  kualitas  moral  dan  keagamaan  dalam hubungan sosial dengan siswa amatlah mendukung kepada  perkembangan sikap dan perilaku mereka.”
4)   Faktor visual dan audio visual
Tidak hanya pengaruh lingkungan tapi masih banyak lagi misalnya TV, majalah dan tayangan-tayangan lain yang bisa memberikan banyak pengaruh pada kepribadian dan akhlak anak. Misalkan kita melihat tayangan-tayangan barat atau film-film porno, maka kalau anak-anak didik kita tidak dibekali dengan ilmu agama maka ia akan terjerumus ke dalamnya. Belum lagi sekarang marak dengan majalah-majalah yang menyajikan tentang beragam busana yang jorok yang sangat tidak pantas dipakai oleh budaya kita. Sementara anak seusia SD itu adalah masa dimana keinginan untuk mencoba sangat tinggi. Oleh karena itu kita harus berhati-hati memberikan pengarahan kepada anak-anak kita agar mereka selalu memegang ajaran agama. (Nazaruddin Razak, 1973:45)
Disinilah pentingnya peranan penanaman akhlak yang telah ditanamkan oleh kedua orangtuanya, yang berguna sebagai filter perkembangan yang telah terjadi pada zaman yang penuh globalisasi ini. Oleh karena itu selektif dalam memilih teman adalah salah satu kunci untuk selamat dunia dan akhirat. Hanya orang-orang yang paham akan ajara agama (Islam) yang bisa selektif dalam bergaul. Karena pada dasarnya Islam mempunyai misi universal dan abadi. Intinya adalah mengadakan bimbingan bagi kehidupan mental dan jiwa manusia atau akhlak. Bangsa Indonesia yang mengalami multi krisis juga disebabkan kurangnya pendidikan akhlak. (Nazaruddin Razak, 1973:45)
Mengenai faktor yang berpengaruh terhadap akhlak, Abudin Nata (2000: 165) mengemukakan bahwa terdapat tiga aliran yang sudah sangat populer yang ketiganya dapat mempengaruhi akhlak, aliran tersebut adalah: 
 1)   Aliran Nativisme
Aliran ini menjelaskan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap akhlak adalah pembawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecenderungan, bakat, akal, dan lain-lain. Jika seseorang sudah memiliki kecenderungan baik, maka dengan sendirinya ia akan menjadi baik.
2)   Aliran Empirisme
Aliran ini menjelaskan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap akhlak adalah faktor dari luar yaitu lingkungan sosial yang termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Jika pendidikan dan pembinaan yang diberikan kepada anak baik, maka anak itupun akan menjadi baik.
3)   Aliran Konvergensi
Aliran ini menjelaskan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap akhlak adalah faktor internal yaitu pembawaan anak, dan faktor dari luar yaitu pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khusus atau melalui interaksi dalam lingkungan sosial. Singkatnya, jika semua anak didik dididik dan dibina secara intensif dengan beberapa metode yang mengarah kepada kebaikan, maka anak itupun akan menjadi baik.
Akhlak siswa sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor di atas, oleh karena itu contoh yang baik (uswah hasanah) dari guru maupun orang tua sangat perlu untuk diperhatikan. Hal tersebut dimaksudkan agar siswa terbiasa melakukan segala sesuatu sesuai dengan tata kehidupan yang semestinya. Sehingga siswa benar-benar merasa hidup dalam lingkungan yang baik (bi’ah hasanah) dimanapun ia berada, disekolah, dirumah, maupun di lingkungan tempat tinggalnya.

5.    Indikator Akhlak
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang sangat penting, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Jatuh bangunnya, jaya hancurnya suatu bangsa tergantung bagaimana akhlak penghuninya.
Seseorang yang berakhlak mulia, selalu melaksanakan kewajiban-kewajibannya, memberikan hak kepada yang berhak menerimanya. Adapun kewajiban-kewajiban manusia yang harus dipenuhi adalah kewajiban terhadap dirinya, kewajiban terhadap Allah SWT, kewajiban terhadap sesama manusia, kewajiban terhadap makhluk lain dan kewajiban terhadap alam.
Untuk memudahkan penelitian ini, penulis membatasi persoalan kewajiban-kewajiban manusia tersebut dalam lingkup kewajiban terhadap Allah SWT, kewajiban terhadap sesama manusia, dan kewajiban terhadap makhluk lain (tumbuh-tumbuhan dan binatang/hewan).


a.    Akhlak Terhadap Allah SWT
Alam ini mempunyai pencipta dan pemelihara yang diyakini ada-Nya, yakni Allah SWT. Dia-lah yang memberikan rahmat dan menurunkan adzab kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dia-lah yang wajib diibadahi dan ditaati oleh segenap manusia. Sebagai kewajiban dan akhlak manusia kepada Allah di antaranya; taat, ikhlas, khusyu’, tasyakur (bersyukur), tawakal, dan taubat. Urutan bahasannya sebagai berikut:
1)   Taat
Taat adalah melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Pengertian taat ini senada dengan pengertian ibadah, sebab maksud taat disini adalah beribadah kepada Allah.
َاْلعِبَادَةُ هِىَ التَّقَرُّبُ إِلَى اللهِ بِامْتِثَالِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ
“Ibadah ialah taqarub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala yang dilarang-Nya.” (Rachmat Djatnika, 1996:187)
Firman Allah SWT:
وَأَطِيْعُوا اللهَ وَالرَّسُوْلَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
“Taatlah kepada Allah dan perintah Rasul agar kamu diberi rahmat”  (QS Ali Imron : 132)

2)   Ikhlas
Ikhlas adalah kesesuaian penampilan seorang hamba antara lahir dan batin. Sedangkan al-Tustari yang dikutip oleh Imam Nawawi (1996:46) bahwa “Ikhlas adalah gerak seseorang dan diamnya baik penampilan lahir maupun batin, semuanya itu hanya dibaktikan kepada Allah SWT, tidak tercampuri sesuatu apapun, baik hawa nafsu maupun keduniaan.”
Beribadah hanya kepada Allah SWT dengan ikhlas dan pasrah, tidak boleh beribadah kepada apapun dan siapapun selain kepada-Nya. Hal ini sesuai dengan firman-Nya:
“Manusia tidak diperintah ibadah melainkan (beribadah) kepada Allah dengan tulus dan ikhlas kebaktian semata-mata karena-Nya”  (QS Al-Bayyinah : 5)

3)   Khusyu’
Dalam beribadah kepada Allah hendaklah besungguh-sungguh, merendahkan diri sepenuhnya dan khusyu’ kepada-Nya. Sebagaimana firman-Nya yang berbunyi:
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ هُمْ فِىْ صَلاَتِهِمْ خَاشِعُوْنَ
“Beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya” (QS Al-Mu’minun : 1-2)

4)   Tasyakur (bersyukur)
Tasyakur adalah berterimakasih kepada Allah atas segala pemberian dan merasakan kecukupan atas karunia-Nya. Firman Allah SWT:
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُلُوْا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوْا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizqi yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu beribadah.” (QS Al-Baqoroh : 172)
Dan firman-Nya lagi dalam surat Ibrahim ayat 7, yang berbunyi:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبَّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيْدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِىْ لَشَدِيْدٌ
“Dan ingatlah tatkala Tuhanmu mema’lumkan; jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkarinya, sesungguhnya siksaan-Ku sangat pedih” (QS Ibrahim : 7)
5)   Tawakal
Tawakal adalah mempercayakan diri kepada-Nya dalam melaksanakan sesuatu pekerjaan yang telah direncanakan dengan mantap (Hamzah Ya’qub, 1983:143). Firman Allah SWT:
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ
“Apabila engkau telah mempunyai kemauan yang keras (ketetapan hati), maka percayakanlah dirimu kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai (mencintai) kepada orang-orang yang mempercayakan diri” (QS Ali Imran : 159)
6)   Taubat
Sehubungan dengan taubat ini, Hamzah Ya’qub (1983:144) mengemukakan :
Manusia tidak akan lepas dari dosa dan noda. Jika seseorang terjerumus ke dalam salah satu dosa, hendaklah cepat manusia segera ingat kepada Allah, menyesali perbuatannya yang salah dan memohon ampun (istighfar) kepada-Nya serta taubat yang sebenar-benarnya.

Dalam SK Dirjen Diknas NO.12/C/KEP/TU/2008 tentang LHB disebutkan aspek dan indikator akhlak mulia sebagai berikut :
No.
Aspek
Indikator
1.
Kedisiplinan
1.1.    Datang tepat waktu
1.2.    Mematuhi tata tertib
1.3.    Mengikuti kegiatan sesuai jadwal
2.
Kebersihan
1.1.    Menjaga kebersihan dan kerapihan pribadi (rambut, pakaian)
1.2.    Menjaga kebersihan dan kerapihan lingkungan (ruang belajar, halaman dan membuang sampah pada tempatnya)
3.
Kesehatan
3.1.    Tidak merokok dan minum minuman keras.
3.2.    Tidak menggunakan narkoba
3.3.    Membiasakan hidup sehat melalui aktivitas jasmani
3.4.    Merawat kesehatan diri
4.
Tanggung Jawab
4.1.    Tidak menghindari kewajiban
4.2.    Melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan
5.
Sopan santun
5.1.    Bersikap hormat kepada warga sekolah
5.2.    Bertindak sopan dalam perkataan, perbuatan dan cara berpakaian
5.3.    Menerima nasehat guru
6.
Percaya diri
6.1.    Tidak mudah menyerah
6.2.    Berani menyatakan pendapat
6.3.    Berani bertanya
6.4.    Mengutamakan usaha sendiri dari pada bantuan
7.
Kompetitif
7.1.    Berani bersaing
7.2.    Menunjukkan semangat berprestasi
7.3.    Berusaha ingin maju
7.4.    Memiliki keinginan untuk tahu
8.
Hubungan sosial
8.1.    Menjalin hubungan baik dengan warga sekolah
8.2.    Menolong teman yang mengalami kesusahan
8.3.    Bekerjasama dalam kegiatan yang positif
8.4.    Mendiskusikan materi pelajaran dengan guru dan peserta didik lain
8.5.    Memiliki toleransi dan empati terhadap orang lain
8.6.    Menghargai pendapat orang lain
9.
Kejujuran
9.1.    Tidak berkata bohong
9.2.    Tidak menyontek dalam ulangan
9.3.    Melakukan penilaian diri/antar teman secara obyektif/apa adanya
9.4.    Tidak berbuat curang dalam permainan
9.5.    Sportif (mengakui keberhasilan dan bisa menerima kekalahan dengan lapang dada)
10.
Pelaksanaan Ibadah Ritual
10.1.    Melaksanakan sholat/ibadah sesuai dengan agama masing-masing

No comments:

Post a Comment